Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Penggugat Pemda DKI

Arnold mononutu, 85, anggota komisaris pt. opedamy, menggugat pemerintah d.k.i jakarta. menuntut ganti rugi tanah milik perusahaan tersebut seluas 120 ribu m2 yang dipakai proyek ancol. (pt)

27 Juni 1981 | 00.00 WIB

Penggugat Pemda DKI
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
WALAU untuk keperluan sehari-hari harus dibantu dua orany kemanakannya, Arnold Mononutu, alias Oom No, 85 tahun, tidak mau tinggal diam. Sebagai anggota dewan komisaris PT Opedamy, bulan lalu ia menggugat Pemerintah DKI Jakarta. Pasalnya: ganti rugi tanah milik perusahaannya seluas 120 ribu meter, yang sekarang dipakai PT Pembangunan Jaya untuk Proyek Ancol. Di depan notaris, tanah yang sekarang menjadi lapangan golf dan tempat hiburan itu sudah diserahkan kepada PT Pembangunan Jaya dengan ganti rugi Rp 500 per meter. "Itu yang tidak wajar," kata Oom No. "Dan saya tidak suka tanah itu cuma dipakai untuk dansa-dansa dan pijat-pijat. Tidak untuk sekolah atau rumah sakit," katanya bersemangat, seperti biasa. PT Opedamy -- diwakili direktur utamanya, Y.S. Pitoy -- menginginkan ganti rugi Rp 30 ribu per meter. Tambahan lagi empang bandeng dan gudang seluas 57 ribu meter persegi juga belum diganti harganya. Berapa tuntutannya? "Gugatan ini bukan sekedar duit, tapi terutama keadilan," kata Oom No. Ia menjawab setelah pertanyaan diulang pembantunya yang berteriak keras-keras ke telinganya. Bekas menteri 3 kali dan bekas dubes ini, bersama anggota dewan komisaris lainnya, L.N. Palar (almarhum), tahun 1979 pernah pula menyurati Presiden untuk urusan itu. Hasilnya? "Itu soal nanti. Dan lagi, bukan tanah saya sendiri," jawabnya. Oom No kini menempati rumah dinas Pertamina. "Saya sama sekali tidak punya apa-apa," katanya. Rumah yang tergolong mewah itu semula dibelinya Rp 4,5 juta. Lantas dijualnya Rp 8 juta kepada Pertamina -- 1971. Uangnya didepositokan dan untuk kontrak rumah 4 tahun. "Setelah kontrak habis, Ibnu Sutowo, waktu itu masih di Pertamina, menyuruh saya tinggal di rumah ini sampai mati," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus