"ALANGKAH senangnya orang tua saya kalau sepatu emas ini bisa
disimpan di rumah," ujar Hadi Ismanto, 25 tahun, di mess klub
sepakbola Indonesia Muda, Jakarta. Dan sejak hadiah bergilir
dari majalah olahraga Olympic itu diterima Hadi 24 Juni,
kawan-kawannya satu klub di ess jadi harus bergantian jaga
malam. "Kalau dicuri orang, berabe . . . ," Hadi was-was.
Arek Surabaya, anak letnan pensiunan, lulusan STM jurusan mesin
(1973), Hadi tadinya disuruh jadi tentara. Mengikuti jejak sang
ayah. "Tapi saya tak mau. Saya otot mau jadi pemain sepakbola,"
katanya. Karena itu, dulu, untuk berlatih ia harus
mencuri-curi.
Sepatu emas itu penghargaan untuk prestasinya sebagai pencetak
gol terbanyak selama kompetisi Galatama 1979 - 1980. Dari 20
pertandingan yang diikutinya bersama klub Indonesia Muda, Hadi
mencetak 22 gol. Sebelum itu, dalam kejuaraan PSSI 1977, "saya
juga pencetak gol terbanyak," katanya.
Gemar makan bakso, sen:lng model perempuan jangkung berkulit
putih, bujangan yang ingin menikah dalam usia 28 tahun itu
mengaku: "Sampai sekarang belum ada perempuan yang mau sama
saya." Padahal ia juga punya kerja tetap -- di Direktorat
Perbekalan Dalam Negeri (PDN) Pertamina.
Tinton Suprapto, 36 tahun, oleh Olympic juga diberi penghargaan
sebagai pembalap kawakan dan pembina olahraga tersebut sejak
1975. Meski balap penuh bahaya, "tak seorang pun bisa melarang
saya," ujar Tinton. "Juga istri saya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini