BILA Menteri P & K Fuad Hassan, bekas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Deplu, Sabtu pekan lalu menyematkan Satya Lencana Pendidikan di dada Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja, apa sebenarnya yang terjadi? Dari pidato Fuad, terekam cerita ini. "Hobi Pak Mochtar ini menarik, yaitu memasak." "Suatu ketika kami berada di ruang kerja Pak Alex Alatas, Duta Besar Indonesia di PBB, Pak Mochtar membaca buku yang tebal sekali. Saya pikir ada masalah internasional yang gawat, saya sampai tak berani mengganggu. Eh, ternyata itu buku daftar restoran terbalk di New York," kata Fuad. Sampai di sini belum juga ketahuan soal Satya Lencana itu. Lalu Fuad meneruskan pidatonya, "Saya mendapat surat yang berisi kritik dari Pak Mochtar menyangkut masalah pendidikan." Suasana hening sejenak, inilah pasti yang menjadikan Menlu ber-Satya Lencana Pendidikan. "Beliau mengatakan buku catur yang diperkenalkan kepada anak-anak mengandung kesalahan yang mendasar," kata Fuad. Menlu Mochtar pun ketawa lebar. Tapi apa itu "kesalahan mendasar" hingga pidato usai tak juga diutarakan. Dan Mochtar pun kembali ketawa, ditanya soal surat itu. Tapi tiba-tiba ia begitu serius, menjelaskan soal Satya Lencana yang diterimanya. "Satya Lencana ini saya dapatkan sebagai guru besar. Saya ini 'kan masih mengajar," kata guru besar hukum internasional Universitas Padjadjaran, Bandung, itu, yang sebelum diangkat jadi menteri adalah juga Dekan Fakultas Hukum Unpad. Di samping itu, menteri yang juga ahli hukum laut ini sampai sekarang masih tetap bercita-cita "menjadi guru saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini