SEMUA pandangan tertuju ke satu arah ketika tepat pukul 11.00 Presiden Fidel Ramos dan istri berjalan pelan memasuki ruang utama Balai Kartini, Jakarta, Rabu pekan lalu. Kepala Negara Filipina itu menghadiri resepsi perkawinan Irene Ria Moerdani, anak tunggal keluarga L.B. Moerdani, dengan Josaphat Rizal Primana, putra keluarga R. Soeprapto, pensiunan PT PAL, Surabaya. Lalu menyusul Presiden Soeharto dengan setelan jas biru tua, dan Ibu Soeharto yang siang itu tampak cerah mengenakan kebaya brokat hijau tua. Di belakang Presiden adalah Wakil Presiden Try Sutrisno dan istri, ditemani Sultan Johor Iskandar Mahmood dan permaisuri. Lalu Sultan Pahang Haji Ahmad Shah, yang juga hadir bersama permaisurinya, tampak berbisik dengan Kepala Negara dan Pemerintahan Brunei Darussalam, Sultan Hasanal Bolkiah, orang terkaya di dunia. Tidak salah kalau harian Kompas beranggapan, inilah pesta perkawinan ''paling bergengsi'' di Indonesia. Selain tiga kepala negara, tamu lain dari negeri jiran adalah Pangab Singapura Ng Jui Ping dan Menteri Pertahanan Kedua Singapura, Lee Boon Yang. Dari Malaysia, selain kedua sultan, tampak mantan Menlu dan Menteri Dalam Negeri Tan Sri Ghazali Syafei, serta mantan Pangab Tan Sri Moh. Hashem. Hari itu Leonardus Benjamin Moerdani, yang punya gawe, mengumbar senyum ketika para tamu agung dimulai dengan Presiden Ramos dan istri menyalaminya. Presiden Soeharto sengaja mendahulukan Presiden Ramos dan istri karena, ''Beliau turut merasa sebagai tuan rumah,'' kata seorang anggota panitia pernikahan akbar itu. Maklum, berbeda dengan tamu agung yang lain, Presiden Ramos dan Nyonya Amelita tengah menjadi Tamu Negara RI. Pesta yang semarak siang itu, yang dihadiri banyak menteri dan duta besar, kalangan militer, politikus, wartawan, artis dan seniman, memang berbeda dengan acara pernikahan di Gereja Katedral sehari sebelumnya. Dalam perayaan misa yang dipimpin Uskup Agung Jakarta Mgr. Leo Soekoto, suasana berjalan begitu khidmat di bawah iringan paduan suara St. Caecilia dan orkes Capella Amadeus. Dan ketika lagu Ave Maria mengalun, jenderal purnawirawan yang terkenal keras dan jago tempur ini ternyata kalah dari istrinya, yang tampil serasi mengenakan kebaya brokat jingga dan kain truntum. Bekas Pangab-Pangkopkamtib dan Menhamkam RI itu tak kuasa menahan air matanya. ''Saya terharu,'' katanya. Tapi klimaks dari acara pernikahan Ria, yang dikenal amat dekat dengan sang Bapak, terjadi sesaat setelah acara temon di rumah keluarga Moerdani, sekembali iring-iringan pengantin dari Katedral. Diam-diam, agak di luar kebiasaan adat Jawa, ayah pengantin perempuan rupanya sudah menyiapkan bekal petuah bagi Ria dan Rizal. Dengan tenang L.B. Moerdani memasang kaca mata bacanya, dan mengeluarkan secarik kertas dari saku bajunya. Dia rupanya sudah menyiapkan teks petuahnya. ''Perkenankan saya berbicara kepada anakku Ria dan Rizal. Secara adat dan hukum kalian sudah sah menikah. Kalian kini memasuki bahtera kehidupan di lautan lepas. Kemungkinan besar badai akan mengguncang perahumu. Tapi ingat, seberapa besar pun badai mengguncang, jangan sekali-kali meninggalkan kapalmu. Never leave your boat. Sebab, laut itu pasti akan kembali tenang ...." Air mata L.B. Moerdani bercucuran. Dia terisak, dan melanjutkan wejangannya terbata-bata hingga selesai. Sang istri, Theresa Hartini, tampak terharu, sekalipun tidak menangis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini