Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAHARDI Ramelan, 68 tahun, pernah merasakan sempitnya penjara, juga memetik sebuah ilmu penting. Di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu, ia belajar baca-tulis Al-Quran. ”Mungkin karena suasana batin sangat mendukung,” ujar kakek satu cucu itu.
Agar cepat pintar, Rahardi belajar seminggu tiga kali. Gurunya seorang pembunuh yang dihukum penjara seumur hidup. ”Selain saya, Pak Beddu Amang (bekas Ketua Bulog) juga menjadi muridnya,” katanya. Hasilnya? ”Alhamdulillah, sekarang saya bisa mengajari istri saya mengaji. Itu kado paling istimewa saat di penjara,” ujar Rahardi, yang sempat mendekam 15 bulan di bui akibat kasus penyalahgunaan dana Bulog.
Selain mendapat berkah pandai mem-baca kitab suci, Rahardi kini aktif lagi berorganisasi. Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada era pemerintahan B.J. Habibie itu dipercaya sebagai juru bicara NAPI—organisasi para narapidana Indonesia—yang dibentuk 45 orang napi pada 17 September tahun lalu. ”Organisasi ini memperjuangkan hak-hak napi yang dikebiri negara dan pengurus LP,” ujarnya. Itulah dua kenangan paling berkesan, yang mungkin tak akan pernah dirasakannya kalau dia tak mencicipi hi-dup di penjara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo