"JADI isteri jenderal itu lebih banyak dukanya," ujar Franciska
Piay Sudomo yang secara intim dipanggil Siska saja Habis,
hidupnya selalu diatur orang." Siska mengadakan Jumpa pers
karena dia turut dalam panitia Hari Ibu ke-50, di Balai Sidang
Senayan Wartawan lebih banyak bertanya tentang pribadi Siska
ketimbang soal-soal perayaan Hari Ibu 22 Desember.
"Kadang-kadang," sambung Siska, "kalau Bapak (Laksamana Sudorno)
lagi ke luar kota, saya sering nonton di Megaria siang hari."
Pagi itu Siska mengenakan rok kuning muda, rambut terurai sampai
bahu, rias yang tidak begitu menyolok dan banyak mengepulkan
asap rokok. Dikatakannya lagi bahwa suaminya sering mendapat
surat nyasar ke rumah. "Tidak saya baca lho," ujarnya, karena
surat-surat itu dialamatkan ke Opstib. Sering juga kalau
suaminya tidak ada di rumah, Siska-lah yang menerima "delegasi"
mahasiswa yang datang untuk mengeluh. Misalnya mahasiswa yang
menghuni asrama Pegangsaan Timur. "Tugas saya hanya sebagai
penyambung lidah saja," tambahnya.
Belanja di Cikini, setelah 15 Nopember, "pedagang tetap
memberikan harga lama kepada saya," ujarnya. Pernah, seorang ibu
yang rupanya mendapat harga baru dari sebuah toko, melihat
Nyonya Siska Sudomo yang sedang belanja, lalu bilang" Itu, saya
kenal Ibu Domo. Nanti saya panggil dia." Kata Siska lagi:
"Rupanya ada juga yang memanfaatkan kehadiran saya. Tetapi
untung saya tidak dipanggil."
Tetap manis, langsing dengan berat badan 49 kg, Siska tidak bisa
tidur sebelum tengah malam Gemar main golf dan bridge, ia juga
aktif di beberapa perkumpulan wanita. "Saya ini terkenal
sebagai, tukang cari dana," ujarnya. Orang Manado yang lahir di
Jakarta ini gemar membaca novel-novel tulisan La Rose, N.H.
Dini, Yati Miharja. "Tetapi saya tidak senang baca bukunya
Motinggo Boesye," ujar Siska lagi. "Bahasanya dangkal. Saya juga
tidak senang novel-novel Barat."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini