Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Tetralogi Pulau Buru yang Mengguncang Orde Baru

Pelarangan Bumi Manusia tertunda karena ada dukungan Wakil Presiden Adam Malik. Hasta Mitra berjalan terus.

16 Februari 2025 | 08.30 WIB

Pramoedya Ananta Toer di kamarnya Mako Inrehab, Pulau Buru, 1977. Dok. Tempo/ Acin Yassien
Perbesar
Pramoedya Ananta Toer di kamarnya Mako Inrehab, Pulau Buru, 1977. Dok. Tempo/ Acin Yassien

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Tak lama setelah dibebaskan dari Pulau Buru, Pramoedya Ananta Toer dan kawan-kawannya mendirikan Hasta Mitra.

  • Hasta Mitra menjadi penerbit utama Tetralogi Pulau Buru dan karya lain Pramoedya.

  • Tetralogi Pulau Buru kemudian dilarang Orde Baru, tapi diterjemahkan Max Lane ke bahasa Inggris.

TAK lama setelah dibebaskan dari Pulau Buru, Kepulauan Maluku, pada 1979, Pramoedya Ananta Toer, sastrawan anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), bersama Hasjim Rachman dan Joesoef Isak mendirikan penerbitan Hasta Mitra. Kantornya berada di rumah Joesoef di Duren Tiga, Jakarta. Bekas gudang kecil di belakang rumah itu menjadi tempat mendesain buku.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Tetralogi yang Mengguncang Orde Baru

Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus