Di Jalur Gaza yang dilanda perang, di mana rumah-rumah hancur dan kebutuhan pokok langka, keluarga pengungsi menjalankan ibadah puasa Ramadan di tengah pemandangan kehancuran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lima belas bulan pemboman Israel yang tak henti-hentinya telah menghancurkan sebagian besar wilayah Palestina menjadi puing-puing, dengan hanya beberapa bangunan yang masih berdiri. Bagi banyak orang, bulan suci, yang secara tradisional merupakan waktu untuk berpuasa, berdoa, merenung, berkumpul, dan makan malam, telah menjadi bukti ketangguhan mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah gencatan senjata mengakhiri konflik Israel-Hamas, banyak warga Palestina kembali ke tempat yang dulunya merupakan rumah. Namun, alih-alih terhibur, mereka justru dihadapkan pada kenyataan yang menghancurkan berupa kehancuran.
Seiring berlanjutnya Ramadan, keluarga-keluarga Palestina berpegang teguh pada iman dan ketahanan, menemukan kelegaan dalam tradisi mereka meskipun menghadapi kesulitan. Tanpa dapur atau ruang makan yang layak, mereka berkumpul di sisa-sisa rumah mereka, membuat makanan berbuka puasa, yang disebut iftar, dari makanan apa pun yang dapat mereka temukan.
Video: CCTV+
Editor: Dwi Oktaviane