Rupiah terus bergerak melemah. Pada akhir April 2018, rupiah tembus Rp 14 ribu, lalu awal Juli 2018 melemah lagi menjadi Rp 14.397. Rabu siang, 5 September 2018, rupiah kembali melemah hingga Rp 15.002 per dolar Amerika Serikat.
Analis menyebutkan depresiasi rupiah memang masih dominan dipengaruhi faktor eksternal. Sebelumnya, analis senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, mengatakan, "Pelaku pasar masih mencermati perkembangan dari potensi terjadinya perang dagang antara Amerika dan Tiongkok."
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah dipicu gejolak global dan kondisi domestik. Gejolak global yang dimaksud adalah dampak kenaikan suku bunga bank sentral Amerika, perang dagang Amerika-Tiongkok, kenaikan harga minyak, dan eskalasi tensi geopolitik terhadap berlanjutnya arus keluar asing dari pasar SBN dan saham Indonesia.
Sedangkan kondisi domestik berupa kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik untuk kebutuhan pembayaran impor, utang luar negeri, dan dividen yang cenderung meningkat pada triwulan II.
Untuk mencegah nilai tukar rupiah makin anjlok, Bank Indonesia akan memantau pembelian dolar AS agar terhindar dari spekulan.
Stok Foto: Tempo (Lani Diana); REUTERS (Rivan Awal Lingga, Willy Kurniawan, Nyimas Laula); ANTARA (Sigit Kurniawan)
Naskah: Tempo.co
Editor: Ngarto Februana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini