Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=1 color=#FF0000><B>EKO PRASOJO:</B></font><br /><font face=arial size=3><B>Hanya 20 Persen Birokrat yang Bekerja</B></font>

22 Oktober 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekan lalu, kabar buruk berembus dari Kepulauan Riau. Bekas terpidana korupsi diangkat sebagai kepala dinas kelautan dan perikanan, posisi strategis di provinsi yang memiliki lebih dari seribu pulau itu. Azirwan, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, divonis bersalah dan mendekam 2 tahun 6 bulan di penjara. Birokrat yang tertangkap saat menyogok anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Al-Amin Nasution, pada 2008 itu ternyata telah dilantik Maret 2012.

Promosi Azirwan hanyalah secuil dari masalah birokrasi di negeri ini sekaligus menjadi preseden buruk reformasi bi­rokrasi. Masalah dalam birokrasi sudah lama mengakar. Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Bi­rokrasi Eko Prasojo mengatakan ada yang tidak beres dengan sistem perekrutan dan promosi pegawai negeri. Menyuap untuk diangkat menjadi pegawai dan menduduki jabatan tertentu sudah jadi hal yang dianggap wajar. Usaha untuk memperbaikinya tak mudah. ”Pekerjaan ini sangat berat. Banyak yang sudah merasa nyaman dan ingin menggagalkan reformasi,” kata Eko.

Salah satu cara yang ditempuh Eko dan kementeriannya adalah mati-matian mengegolkan Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) sebelum periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono berakhir. Bila disetujui, undang-undang tersebut akan mengubah drastis birokrasi nasional. Misalnya penghapusan honor-honor siluman, adanya sistem promosi yang terbuka, dan penggajian yang mengacu pada kinerja pegawai berdasarkan catatan harian atau logbook.

Selasa dua pekan lalu, Eko berkunjung ke kantor Tempo untuk memaparkan kondisi birokrasi di negeri ini dan perbaikan yang sedang dilakukan. Selama dua jam, dia membedah anatomi birokrasi dan menjelaskan tantangan yang ia hadapi. Guru besar administrasi publik ini juga mengomentari ”rebutan” penyidik antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian.

Apa fokus utama reformasi birokrasi saat ini?

Kami sedang memperbaiki proses pe­rekrutan.

Apa yang diperbaiki dari proses itu?

Proses perekrutan sekarang ini bukan berbasis kompetensi, melainkan bayar-membayar. Harganya bervariasi, mulai Rp 50 juta per posisi. Di satu provinsi, ada yang harus membayar Rp 250 juta untuk diangkat menjadi pegawai negeri. Belum lagi untuk jabatan setingkat sekretaris daerah. Selain itu, dengan adanya pemilihan kepala daerah langsung, orang tidak akan mementingkan kompetensi, tapi afiliasi politik dan kemampuan dia menyetor.

Selain dalam penerimaan, sogok-menyogok juga terjadi dalam promosi?

Ya. Kenapa birokrasi tidak baik? Sebab, orang-orangnya dipromosikan dengan cara yang tidak baik, dan mereka harus mengembalikan uang yang dikeluarkan buat promosi tersebut.

Bagaimana cara menghentikannya?

Sejak September lalu, kami memberlakukan passing grade dalam penerimaan pegawai. Dengan sistem ini, orang akan susah bermain. Jadi kami menutup celah di mana orang bisa bertransaksi. Sebelumnya, kami memakai sistem kuota. Dulu, kalau ada 20 posisi yang dibutuhkan, diambil 20 terbaik, walau nilai mereka sebenarnya buruk. Dengan sistem baru, bila tidak ada yang memenuhi passing grade, ya, tidak ada yang diterima.

Itu untuk penerimaan pegawai baru, bagaimana kontrol terhadap promosi dan mutasi pegawai?

Kami sedang menyiapkan undang-undang aparatur sipil negara untuk melancarkan reformasi birokrasi, termasuk di dalamnya mengatur karier pegawai. Rancangan undang-undang ini mengubah sistem jenjang karier yang tertutup menjadi terbuka. Selama ini promosi kan tertutup. Faktor like and dislike sangat berpengaruh. Maka kami buat terbuka dan nasional.

Secara nasional, maksudnya?

Secara nasional, gaji dan tunjangan jabatan akan ditarik ke pusat (saat ini gaji diambil dari anggaran pemerintah daerah). Ini agar mereka mobile. Orang pusat bisa ke daerah dan sebaliknya. Jadi orang enggak mbulet saja di satu tempat. Kalau sekarang, dengan adanya otonomi daerah dan digaji oleh pemerintah daerah, mereka terus saja di satu daerah. Eksesnya, bisa kolusi di situ.

Rendahnya gaji kerap menjadi dalih kolusi dan korupsi, dan kenaikan gaji dianggap solusi. Anda setuju?

Ini problem. Kita meningkatkan gaji tapi dengan profil pegawai negerinya inkompeten. Kalau sekarang kami naikkan gaji mereka, bisa jebol uang negara dan kita tidak mendapatkan apa-apa. Makanya, tahun depan, yang akan kami lakukan adalah uji kompetensi dulu. Pegawai yang layak kami pertahankan, yang masih bisa dilatih ulang akan kami beri pelatihan, dan yang tidak layak akan dipensiundinikan. Makanya kami sedang menyiapkan skema pensiun dini. Kalau kami sudah mendapat profil kompetensi yang sesungguhnya, jumlah yang memang diperlukan, mereka itu yang akan kami tingkatkan gajinya.

Sebagian pegawai negeri melakukan korupsi dengan alasan uang pensiun mereka kecil. Bagaimana mengatasi masalah ini?

Uang pensiun yang diterima PNS itu 75 persen dari gaji pokok. Tidak jauh beda dengan gaji saat aktif. Mereka mencuri karena gajinya kecil, tapi income-nya besar. Menjelang pensiun, mereka stres, enggak akan lagi bisa dapat income tambahan seperti saat pegang jabatan. Itu yang akan kami ubah. Pemasukan lain-lainnya kami hentikan, tapi gaji kami naikkan. Dengan demikian, uang pensiunnya naik.

Bisa Anda contohkan pemasukan lain-lain itu apa saja?

Macam-macam honor dan perjalanan dinas. Ada juga yang tidak rasional: seorang direktur jenderal punya 147 surat keputusan (SK) dalam setahun, yang berimplikasi pada honor. Misalnya pengadaan jembatan X, dan dia tercantum sebagai panitia. Nama sekretaris daerah itu ada di tiap program pengadaan atau pembangunan, tapi itu memang legal. Nah, belum lagi yang ilegal. Itu sudah jadi rahasia birokrasi yang diketahui umum, tapi orang tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan reformasi birokrasi, lewat tunjangan yang kami beri, orang tidak akan menerima honor apa pun di luar gaji. SK-SK itu juga tidak boleh lagi. Walau, dalam prakteknya, masih ada yang mau curi-curi.

Jadi, seperti apa sistem penggajian itu?

Kami menggaji sesuai dengan kinerja. Setiap orang harus punya target kinerja individu. Dan setiap orang harus membuat logbook atau catatan harian. Jadi, apa yang dia terima berkorelasi dengan apa yang dia lakukan. Sekarang itu tidak ada korelasinya antara kinerja dan gaji. Setiap PNS perlu buat logbook, yang dilaporkan kepada atasan.

Dengan sistem gaji yang sudah diperbaiki nanti, apakah masih bisa melakukan perjalanan dinas dan menerima honor?

Perjalanan dinas masih diperbolehkan. Yang tidak boleh itu pergi selama 365 hari setahun. Ada lho yang lupa dan memanipulasi. Dia pikir satu tahun itu lebih dari 365 hari. Kami masih mengkaji berapa kali dan berapa lama seseorang boleh melakukan perjalanan dinas dalam setahun.

Lalu bagaimana dengan kebijakan remunerasi?

Remunerasi adalah insentif yang diberikan kepada lembaga yang melakukan reformasi birokrasi meliputi struktur, proses pelayanan, akuntabilitas, pengawasan, pelayanan publik, sumber daya manusia, perubahan budaya kerja, dan perubahan manajemen. Kami berharap ada inisiatif dari lembaga dan kementerian untuk mencapai hal tersebut. Maka kami siapkan tunjangan kerja, yang sekarang dipelesetkan bahwa reformasi birokrasi hanya untuk mendapatkan tunjangan kinerja.

Lembaga mana yang sudah melakukan reformasi birokrasi selain Kementerian Keuangan?

Sudah dilakukan di 36 kementerian dan lembaga. Ada beberapa yang mulai menampakkan perubahan, seperti Kementerian Perindustrian dan Riset dan Teknologi. Kepolisian juga sudah melakukan perbaikan sejak beberapa tahun lalu. Tapi, secara kultur, mereka belum berubah. Patokan tiap lembaga bervariasi, tapi yang paling tinggi Kementerian Keuangan. Bu Sri Mulyani yang dulu memulai. Tapi sebenarnya waktu itu banyak kritik dari kementerian lain karena kan sama-sama berkontribusi. Tapi, karena Kementerian­ Keuangan yang pegang uang, ya, mereka bisa bayar. Jadi bisa juga dibilang finance­ drive­ reform, semuanya itu digerakkan oleh uang.

Birokrasi kita dianggap gendut dan lamban. Apa penyebabnya?

Sebenarnya, birokrasi kita hanya digerakkan oleh 20 persen pegawai negeri. Mereka menggerakkan 80 persen orang yang tidak ngapa-ngapain. Mereka adalah PNS yang merangkap wartawan, pemborong, dan pedagang yang tetap digaji walau enggak pernah masuk kantor.

Anda bilang akan mengefisienkan sumber daya yang terlalu banyak itu, tapi beberapa lembaga tetap merekrut pegawai. Bagaimana ini?

Ada pengecualian, yaitu penerimaan guru , dokter, dan diplomat, karena memang sangat dibutuhkan. Problem kita itu bukan banyak atau sedikit. Rasio pegawai negeri kita dibanding jumlah penduduk 1,9 persen, masih di bawah rata-rata ASEAN.­ Malaysia 2,4 persen dan Singapura 2,9 persen.

Ini agak membingungkan. Yang benar itu kita kelebihan pegawai negeri atau kekurangan?

Problem Indonesia itu kekurangan orang di satu bidang dan kelebihan di bidang lain. Jumlahnya banyak. Tapi, saat kita butuh orang yang punya keahlian tertentu, ternyata tidak ada. Semuanya berkategori administrasi umum. Untuk guru, kita selalu kekurangan. Tapi ternyata rasio kita satu guru untuk 16 siswa sudah bagus. Rasio internasional saja 1 : 25. Masalahnya, banyak guru di Jawa tapi tak bisa dipindahkan ke Kalimantan atau pulau lain.

Pegawai negeri tidak bisa diberhentikan kecuali atas permintaan sendiri atau terbukti melanggar hukum. Ini menyulitkan atasan yang ingin memberi sanksi bawahannya yang malas. Apakah Undang-Undang ASN akan memberi jalan keluar?

Nanti aparat sipil negara tidak akan semua jadi pegawai negeri sipil. Jadi akan ada dua: pegawai negeri sipil dan pegawai dengan perjanjian kerja atau pegawai tidak tetap. Kenapa? Sebab, sekali orang menjadi pegawai negeri sipil, ia merasa terjamin. Ada tenaga honorer yang sangat rajin tapi setelah diangkat hilang semua kinerja mereka. Jadi, nanti, pegawai negeri itu 30-40 persen. Sisanya pegawai dengan perjanjian kerja, yang akan terus dievaluasi.

Reformasi birokrasi pasti membuat banyak orang kegerahan.

Musuh kami itu tiga: mereka yang sudah sangat nyaman, politikus yang mengambil keuntungan dari birokrasi yang tidak akuntabel, dan kelompok mafia yang bekerja dalam birokrasi. Mafia ini adalah orang di luar sistem tapi punya akses masuk ke sistem. Mulai pemborong, mereka yang memperjualbelikan informasi, mereka yang memperjualbelikan jabatan, sampai broker. Ketika kami melakukan pembenahan lalu ada kelemahan, mereka langsung hajar dengan mengatakan pemerintah tidak kompeten.

Apa tanggapan Anda tentang kisruh perpindahan penyidik kepolisian ke KPK?

Secara hukum, tidak ada masalah, tapi secara etik, ya. Sebab, begitu seseorang diangkat menjadi penyidik tetap, dia harus mengajukan pengunduran diri kepada Kepolisian. Nah, ini yang harus diatur. Jangan sampai Kepolisian di-fait accompli dan dibajak penyidiknya oleh KPK: diangkat dulu lalu minta izin. Jadi lebih baik dilakukan komunikasi terhadap sejumlah penyidik yang ingin menjadi pegawai tetap. Jadi ini soal etika pemerintahan.

Berarti polisi tak bisa menolak pengunduran diri penyidiknya?

Pengunduran diri merupakan hak, kecuali masih ada ikatan dinas. Jadi orang boleh mundur dari pegawai negeri. Tidak perlu diizinkan, hanya lapor saja.

Adek Media Roza


EKO PRASOJO
Tempat dan tanggal lahir: Kijang, Kepulauan Riau, 21 Juli 1970 Pendidikan: Sarjana Ilmu Administrasi Publik, Universitas Indonesia, 1995 | Master Administrasi Publik, Speyer Post-Graduate Program for Public Administration, Jerman, 2000 | Doktor Administrasi Publik, Speyer Post-Graduate Program for Public Administration, Jerman, 2003 Karier: Asisten dosen di Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, 1992-1996 | Dosen tetap di Jurusan Ilmu Administrasi FISIP UI, 1996 | Guru besar Ilmu Administrasi Publik FISIP Universitas Indonesia, 2006 | Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2011-2014 |

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus