Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=2 color=brown>Antonio Maria Costa: </font><br />Harta Jarahan Mencederai Reputasi Bank

4 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tengah Konferensi Putaran Kedua tentang Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) di Nusa Dua, Bali, sepanjang pekan lalu, Antonio Maria Costa menjadi sosok yang supersibuk. Tak cuma memimpin konferensi dan membuka berbagai diskusi, ia juga menerima perwakilan dari sejumlah negara yang silih berganti mendatangi kantor sementaranya di sudut lantai dua Bali International Convention Center.

Costa, pria kelahiran 67 tahun silam ini, adalah Direktur Eksekutif Badan Obat Terlarang dan Kejahatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNODC). Badan ini yang menjadi empunya hajat di Bali, yang dihadiri seribu peserta dari seratus negara lebih. Konferensi ini merupakan kelanjutan pertemuan serupa di Yordania, Desember 2006.

Di Pulau Dewata, agenda pembahasan difokuskan pada tiga hal, yakni evaluasi atas capaian dan masalah yang timbul, identifikasi bantuan teknis yang dibutuhkan, serta pembentukan mekanisme review dalam penerapan konvensi UNCAC di tiap negara. Dari sekian tema yang dibahas, isu pengembalian aset jarahan menjadi sorotan utama.

Berkaca pada sukses sejumlah negara seperti Nigeria dan Filipina, memulangkan uang yang disembunyikan bekas presiden mereka, UNODC dan Bank Dunia meluncurkan prakarsa StAR (Stolen Assets Recovery) pada 17 September tahun lalu di New York, Amerika Serikat. Menurut Costa, prakarsa StAR memanfaatkan jaringan luas yang dimiliki PBB dan Bank Dunia untuk mengurai kerumitan sistem hukum dan keuangan di negara tempat uang tersebut disimpan.

Namun pengembalian aset tidak semudah mengambil uang tabungan di bank. ”Ini proses yang rumit dan sangat panjang, dan harus didukung komitmen yang kuat dari pemerintah yang meminta,” kata ayah tiga anak ini.

Konferensi UNCAC di Indonesia seperti menemukan momentum dengan wafatnya mantan presiden Soeharto, sehari sebelum acara pembukaan. Sejumlah laporan, termasuk Dokumen Hijau—yang mengutip data Transparansi Internasional—yang dirilis pada saat peluncuran StAR, menyebut bahwa mendiang Soeharto menyimpan aset curian senilai US$ 15-35 miliar atau Rp 135-315 triliun dalam berbagai bentuk.

Jika benar demikian, bisakah prakarsa StAR membawa pulang uang tersebut? Kepada Adek Media Rosa dari Tempo, bekas Sekretaris Jenderal Bank Rekonstruksi dan Pembangunan Eropa itu, selama setengah jam lebih, menjelaskan lika-liku pengembalian aset yang dicuri. ”Anda beruntung, wartawan lain cuma mendapat waktu lima menit,” kepala humasnya membisiki Tempo.

Menurut Anda, sejauh mana keseriusan pemerintah Indonesia berupaya mengembalikan aset yang dicuri?

Indonesia sangat serius. Pemimpin sekarang menunjukkan komitmen dan melakukan berbagai upaya menuju pemerintahan yang bersih.

Tapi, bukannya menghadiri acara penting ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah memimpin pemakaman bekas presiden yang diduga telah menjarah uang rakyat….

Ini adalah masa berduka bagi negeri ini, bekas presiden yang sedemikian kuat dan berkuasa 32 tahun meninggal dunia. Tentu menjadi sangat penting untuk menghadiri pemakamannya. Dan saya tidak kecewa, karena lusa (Kamis pekan lalu) saya akan bertemu Presiden Yudhoyono di Jakarta.

Apa yang akan dibicarakan dengan Presiden?

Saya akan memberi tahu apa yang kami lakukan di Bali, lalu membicarakan bagaimana kami bisa membantu Indonesia dengan prakarsa StAR ini.

Siapa yang memprakarsai StAR?

Ini adalah prakarsa bersama UNODC dan Bank Dunia

Apa latar belakang peluncuran program ini?

Prakarsa ini merupakan tindak lanjut dari konvensi melawan korupsi yang disepakati pada 2003. Konvensi itu bukan sekadar upaya bersama untuk melawan korupsi, tapi yang juga penting adalah melacak dan mengembalikan harta jarahan yang disimpan di luar negeri ke negara asal.

Apa yang dilakukan StAR untuk mengembalikan aset curian itu?

Kami memberikan bantuan teknis untuk negara yang membutuhkan. Melalui jaringannya, Bank Dunia akan melakukan koordinasi dengan bank-bank tempat uang jarahan diduga disimpan. Dan kami memfasilitasi kerja sama antara negara yang meminta bantuan dan negara tempat dana itu disimpan. Kami akan mencari jalan keluar untuk mengatasi perbedaan yang menyangkut hal-hal hukum yang ada di kedua negara itu.

Mengapa bank itu mau membuka data? Bukankah uang jarahan memberikan keuntungan bagi mereka?

Sekarang makin luas kesadaran bahwa menyimpan harta jarahan dari suatu negara atau kejahatan yang terorganisasi malah akan mencederai reputasi bank yang bersangkutan, bahkan dicap ikut membantu kejahatan itu sendiri. Daripada mempertahankan keuntungan yang ”sedikit” dari pengelolaan uang jarahan itu, jauh lebih berharga bagi mereka untuk menjaga reputasi. Ini pun menjadi komitmen bank-bank tersebut. Apalagi dengan adanya konvensi antikorupsi yang menjadi tekanan bagi bank-bank itu untuk membuka data dan mengembalikan aset jarahan.

Kelihatannya tetap tak mudah mengambil kembali uang jarahan….

Ya, ketika kami luncurkan program ini, kami menyatakan bahwa ini adalah pekerjaan yang sangat sulit dan rumit. Uang jarahan itu tidak hanya disembunyikan, tapi juga dicuci sehingga menyulitkan pelacakan. Dan uang itu selalu bergerak.

Sejauh ini, apakah sudah ada uang jarahan yang dikembalikan?

Sebelum peluncuran StAR, kami memulai proyek percontohan ini pada April 2003, dengan menyewa tiga orang ahli keuangan dan perbankan, untuk menelisik uang jarahan yang disembunyikan seorang pemimpin negara senilai US$ 10 juta. Kami berhasil me nemukan di mana uang itu disimpan, bagaimana uang itu berpindah-pindah, bagaimana cara mengembalikan uang itu, dan tindakan hukum apa yang harus dilakukan. Dan banyak pemimpin negara yang ingin mendapat bantuan seperti ini, meski mereka sadar betapa rumitnya. Lalu, bersama Bank Dunia, kami meluncurkan program ini.

Apa syarat untuk mendapat bantuan?

Syarat paling utama adalah pemerintah negara itu harus menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi. Ini sangat penting, karena kami tak mau mengembalikan uang jarahan itu untuk kemudian dijarah lagi. Kedua, meskipun kami tidak menyebut jumlah minimum, uang itu harus dalam jumlah yang signifikan, karena ini pekerjaan yang menguras banyak energi dan biaya. Lalu ada bukti awal bahwa ada uang jarahan, dan dugaan di mana uang itu disimpan. Entah dalam bentuk perhiasan atau apa pun.

Setelah uang dikembalikan, lembaga Anda melakukan pengawasan penggunaan uang itu. Apakah ini merupakan keharusan?

Ya, ini merupakan bagian dari program StAR. Pengembalian dana hanya salah satu dari empat aksi StAR: Membangun kapasitas hukum agar ampuh melawan korupsi, mendorong pasar keuangan yang bersih, pengembalian aset curian, dan pengawasan penggunaan aset yang dikembalikan. Dana yang dikembalikan itu harus benar-benar digunakan untuk kepentingan umum, misalnya program sosial, membangun infrastruktur, dan membiayai pendidikan. Dengan StAR, kami harap akan makin sulit bagi para klepto untuk mencuri dan menyembunyikan uang rakyat, dan lebih mudah bagi rakyat untuk mendapatkan kembali uang mereka.

Tentu bantuan ini tidak gratis. Bagaimana dengan negara miskin yang tak punya biaya?

Memang tidak, karena tenaga ahli dalam hal ini sangat terbatas dan bayaran mereka luar biasa mahal. Tapi kami telah memulai mengumpulkan dana untuk mengatasi hal ini. Sejumlah negara telah berkomitmen menyumbang, antara lain Norwegia, Belanda, Amerika Serikat, dan Inggris.

Sampai sekarang, negara mana saja yang sudah meminta bantuan?

Dua negara, Indonesia dan Bangladesh (Presiden Yudhoyono, September lalu, bertemu Presiden Bank Dunia Robert Zoellick untuk mendiskusikan prakarsa StAR). Sejumlah Negara, seperti Mesir dan Kenya, juga sudah menyatakan berminat.

Berapa lama uang jarahan itu bisa kembali lewat prakarsa StAR?

Sangat lama. Tergantung aset yang dikejar dan bagaimana para penjarah itu menyembunyikannya.

Dalam Dokumen Hijau peluncuran StAR, bekas presiden Soeharto diduga menyembunyikan uang jarahan US$ 15-35 miliar. Benarkah data itu?

Itu adalah data kasar, tidak ada hal terperinci yang bisa ditelusuri dari situ.

Sejumlah LSM mengusulkan pembekuan aset bisa dilakukan sebelum ada putusan pengadilan, asalkan ada bukti awal yang sangat kuat. Anda setuju?

Ya, memang ada beberapa cara. Itu bisa dilakukan jika buktinya sedemikian kuat. Misalnya, jika seorang hanya berpenghasilan US$ 300 atau Rp 2,7 juta per bulan, tapi dia memiliki sebuah mansion seharga US$ 1 juta atau Rp 9 miliar, tentu sangat mencurigakan. Dan pengadilan tak perlu terlebih dulu membuktikan bahwa orang itu telah melakukan kejahatan sebelum membekukan asetnya, melainkan yang bersangkutan harus menjelaskan dari mana harta itu.

Presiden Yudhoyono menyebut korupsi di Indonesia seperti kanker. Bisakah prakarsa StAR ini membantu memberantas korupsi di Indonesia?

Saya optimistis!

Antonio Maria Costa

Tempat tanggal lahir:

  • Mondovì, Italia, 16 Juni 1941

Kebangsaan:

  • Italia

Pendidikan:

  • Sarjana ilmu politik Universitas Turin, Italia (1963)
  • Sarjana ekonomi matematika Moscow State University (1967)
  • Ph.D. Ilmu Ekonomi Universitas California, Berkeley (1971)

Karier:

  • 1969-1983, Ekonom Senior PBB
  • 1983-1987, Direktur Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD)
  • 1987-1992, Direktur Jenderal Ekonomi dan Keuangan pada European Commission
  • 2002-sekarang, Direktur Eksekutif Badan Obat Terlarang dan Kejahatan PBB (UNODC) dan Direktur Jenderal Kantor PBB (UNOV) di Wina, Austria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus