Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TELAH lama ditengarai bahwa ekonomi Indonesia rentan diganggu para spekulan. Mereka membawa masuk uang mereka saat ekonomi makmur, tapi segera kabur begitu ada sedikit guncangan. Untuk membatasi tingkah semacam ini, mulai 7 Juli mendatang Bank Indonesia menerapkan aturan agar investor memegang kepemilikan Sertifikat BI minimal selama sebulan alias one month holding period.
Dengan paket kebijakan baru itu, Pejabat Sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution optimistis para spekulan yang biasa hit and run itu akan menjauh. Bila ada bank yang melanggar aturan itu, mereka akan kena sanksi berat. ”Jadi tak akan ada yang berani,” ujar Darmin.
Selain memberantas spekulan, kebijakan itu bertujuan mendorong bank meningkatkan kapasitas kreditnya dengan menghidupkan pasar uang antarbank yang sehat. Pertumbuhan kredit bank dibanding tahun lalu memang cukup besar, 18 persen lebih. ”Tapi absolutnya belum terlalu besar,” Darmin menambahkan.
Menanggapi pendapat bahwa paket kebijakan baru itu terlalu lembek karena tetap membolehkan pemodal asing membeli SBI, Darmin mengingatkan bahwa pemodal asing diperlukan untuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran valuta asing. ”Hanya yang spekulatif yang kita batasi.”
Jumat pekan lalu, Darmin menerima Nugroho Dewanto, Padjar Iswara, Yandi M. Rofiyandi, Agus Supriyanto, Isma Savitri, dan fotografer Suryo Wibowo dari Tempo di kantornya, gedung Bank Indonesia, Jalan Thamrin, Jakarta. Secara panjang lebar, dia menjelaskan kebijakan baru tentang SBI, nasib Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), dan isu suap dalam pencetakan uang yang menerpa pejabat BI.
Apa latar belakang keluarnya enam paket kebijakan BI, khususnya terkait dengan perbankan?
Ada tiga kelompok obyektif paket itu yang terkait satu sama lain. Pertama, kita melihat jelas, setiap kali ada gejolak di pasar keuangan, banyak yang lari ke luar. Begitu tenang, datang lagi. Kita melihat ini tak bisa dibiarkan. Kita harus mencari jalan supaya yang paling spekulatif tak tertarik datang ke sini.
Dengan cara membatasi asing?
Kita memang tak ingin membuat aturan yang kelihatan benar mau melarang. BI hanya membuat situasi yang membuat mereka yang spekulatif tak nyaman. Kalau memang tak bertujuan spekulatif, biarpun gejolak terjadi, dia tetap di sini. Jadi kita mengurangi masuk dan keluarnya dana paling spekulatif ke Sertifikat Bank Indonesia.
Tujuan lain?
Kita juga melihat pasar keuangan perlu pendalaman. Kalau pasar terlalu tipis, sedikit guncangan saja berpengaruh terhadap kurs. Selanjutnya, kita juga ingin memperbesar kapasitas perbankan dalam memberikan kredit. Kita tahu ada beberapa peraturan pada 1998-1999 menyangkut valuta asing, seperti posisi devisa neto. Aturan begitu ketat karena maraknya spekulasi tukar-menukar rupiah dengan valas. Kita melihat suasananya tak lagi seperti dulu. Tujuan memperketat itu akhirnya membuat perbankan tak bisa memelihara valuta asing.
Jadi sekarang lebih dipermudah dengan mengubah suku bunga?
Kita melihat kecenderungan perbankan, kalau ada kelebihan likuiditas, bisa menempatkan dana di SBI dan fasilitas lain. Dia juga bisa memperoleh likuiditas dari BI dengan biaya murah. Artinya, kalau membeli SBI ditambah 50 basis point, berarti 7 persen. Kalau dia kelebihan, bisa menempatkan dana dengan bunga 6,5 dikurangi 50 basis point atau 6 persen. Ini harian. Dengan pola seperti itu, kalau dia perlu dana jangka pendek, lebih mahal. Adapun kalau dia kelebihan dana, datang ke BI akan mendapat lebih murah.
Apakah cukup mengubah suku bunga 6-7 persen menjadi 5,5-7,5 persen?
Menurut kami, cukup karena di pasar uang antarbank bunganya 6,2-6,3 persen. Jadi aturan ini akan membuat mereka untung kalau kelebihan dana dipinjamkan ke bank lain. Itu artinya pinjaman antarbanknya lebih hidup sehingga bank lebih berani memberikan pinjaman.
BI melihat penyaluran kredit masih kurang optimal?
Sebetulnya pertumbuhan kredit year on year cukup besar, 18 persen lebih. Namun jangan lupa, pada awal tahun lalu sampai September dan Oktober hampir tak bergerak. Baru mulai naik Oktober, November, terutama Desember. Kalau dilihat sepanjang tahun lalu, hanya 9 persen.
Pola penyaluran kredit selalu seperti itu?
Tidak. Tahun lalu eksepsional. Bank waktu itu enggan memberikan kredit. Sebetulnya bukan unik di Indonesia. Di negara lain juga lambat sekali. Namun di negara lain memang pertumbuhan ekonominya negatif. Kalau kita positif, kok, malah lambat. Karena basis rendah di delapan dan sembilan bulan pertama, sekarang year on year-nya 18 persen. Dari absolutnya belum terlalu besar. Kita harus cermat memperhatikan. Jangan pernah puas melihat year on year tumbuh 18 persen.
Mengapa BI tak langsung melarang asing membeli SBI? Apa takut disebut capital control?
Sebetulnya supply and demand valas kita kurang. Jadi memang kita perlu mereka, tapi tidak setiap hari. Kalau pemain besar seperti Pertamina atau PLN tak turun, pasar tetap seimbang meski sewaktu-waktu bisa tak seimbang. Untuk apa melarang asing membeli SBI? Kita membuat aturan untuk mengurangi yang paling spekulatif saja.
Seberapa efektif pengaturan investor asing dalam membeli SBI?
Para pemain spekulatif itu, sehari saja guncang, dia lari. Begitu tenang, datang lagi. Dia sebetulnya bisa membeli saham. Memang kalau SBI itu biarpun membeli ratusan miliar rupiah dan mau dijual besok, harganya praktis tak berubah. Adapun saham harus sangat diperhitungkan karena harganya bisa sangat jatuh. Kalau kita mengatur SBI selama sebulan cukup berarti untuk yang spekulatif. Mereka sekarang akan berhitung tiga kali.
Mengapa kebijakan ini baru dikeluarkan sekarang? Bukankah pembatasan bahkan larangan asing membeli SBI sudah dibicarakan sejak dulu?
Larangan asing dalam SBI memang sudah didiskusikan lama. BI terus melakukan kajian melalui sejumlah direktorat. Pengkajian itu tak pernah merumuskan satu arah kebijakan. Selalu ada alternatif dengan implikasi atau akibatnya. Beberapa pihak cukup surprise dengan kebijakan kita karena, katanya, tak terpikirkan sebelumnya. Mereka selalu mengira pilihannya melarang atau tidak.
Apa sanksi kalau ada yang melanggar kebijakan soal SBI ini?
Proses itu dilakukan melalui bank. Tentu saja, kita hukum bank yang melanggar apa yang sudah diatur. Peraturan sudah ada, Pasal 52 Undang-Undang Perbankan. Kalau ada pelanggaran aturan yang ditetapkan Bank Indonesia, rentang hukumannya bisa berat. Jadi tak akan ada yang berani.
Negara lain, seperti Cina, Brasil, dan Argentina, menerapkan capital control?
Situasi masing-masing negara tak sama sehingga situasi permintaan dan penawaran valuta asingnya beda. Yang penting sekarang kebijakan itu jangan dibuat mudah diakali. Jangan mau terlihat gagah bikin aturan, tapi ternyata bisa diakali orang. Kita percaya kebijakan ini enggak bisa diakali.
Bagaimana dengan pendapat bahwa SBI 9 dan 12 bulan mengganggu Surat Perbendaharaan Negara (SPN)?
Ya, memang sempat ada kekhawatiran terjadi efek crowding out. Namun berapa nilai SPN dibanding pasarnya. SPN itu sekali terbit paling di dalam negeri. SBI ini pasarnya ratusan triliun. Jadi kita tak terlalu risau. Bank Indonesia dengan Kementerian Keuangan juga mempersiapkan program asset and liabilities management. Kita mengkaji seluruh kewajiban, hak, dan utang-piutang dua institusi besar negara ini. Kita menyusun skenario, bagaimana mengganti SBI itu dengan Surat Berharga Negara.
Kapan pergantian itu terlaksana?
Perundingannya belum selesai karena harus menghitung banyak faktor. Setelah pembahasan, kita baru secara bertahap mengganti SBI dengan Surat Berharga Negara sebagian demi sebagian. Surat berharga itu yang menerbitkan Kementerian Keuangan. Berarti bunga operasi moneter tak lagi ditanggung BI. Di negara lain, best practice-nya begitu. Cuma, harap diingat, prosesnya harus bertahap, tak bisa sekaligus. Kalau tidak, nanti beban APBN terlalu besar. Jadi asset and liabilities management itu sekaligus melihat neraca BI sustainable dan APBN tak memikul beban yang memang tak pantas dipikul.
Bagaimana koordinasi kebijakan moneternya?
Kebijakan moneter tetap di BI. Instrumennya saja yang kita pakai Surat Berharga Negara. Surat Berharga Negara itu juga tak mesti dicetak setiap kali diperlukan. Bisa beli di pasar. Itu kan tradable. Jadi semua sedang dimasukkan dalam hitungan dan program besar.
Pembuatan peraturannya harus melibatkan DPR?
Sebenarnya di DPR juga ada kesimpulan bahwa surat utang harus direstruktur. Jadi sejalan semua. Di sini bukan satu untung, satu rugi. Harus menjadi sama-sama ringan. Kalau surat berharga guncang, BI harus turut menangani.
Bagaimana tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang sampai sekarang belum ada kejelasan?
Kita ada MOU dengan pemerintah karena Undang-Undang JPSK enggak lahir-lahir. Kita harus mencari jalan supaya jangan blank kalau terjadi apa-apa. Krisis di Eropa belum tuntas dan belum bisa dibilang aman. Kita sudah beberapa kali bertemu mempersiapkan rancangan JPSK. Kita tahu prosesnya tak sebentar.
Dengan belum adanya UU JPSK, BI akan langsung menutup bila ada bank yang goyah?
Mudah-mudahan tidak. Makanya ada MOU supaya nanti jangan melarikan diri, tak berani mengambil sikap, padahal keputusan harus diambil.
Benarkah BI sempat mengumumkan alarm kuning saat krisis ekonomi terjadi di Eropa?
Waktu sedang puncaknya guncangan keuangan di Yunani dan Spanyol, memang ada beberapa yang kuning. Sekarang sudah hijau lagi. Dari situ, kita menganggap Undang-Undang JPSK sangat urgen. Kita tak bisa menganggap remeh krisis. Sekarang ini tak cukup negara menjalankan kebijakan hanya prudent dan sehat. Bisa saja kebijakan yang sehat guncang karena ada pengaruh dari luar.
Mengenai Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inggris menyerahkan pengawasan bank kembali ke bank sentral. Apakah ini memperkuat alasan supaya pengawasan bank tetap di BI?
Menteri Keuangan Inggris sudah mengumumkan Financial Services Authority—OJK-nya Inggris—bubar. Fungsinya dibagi ke beberapa lembaga, misalnya pengawasan bank menjadi bagian bank sentral. Dalam penjelasannya, Menteri Keuangan Inggris mengatakan kebijakan itu merupakan pelajaran besar dari krisis. Kita tentu memperhatikan yang terjadi di negara lain. Tapi tak bisa mentah-mentah ikut. Kita punya sejarah. Undang-undang sudah memerintahkan adanya OJK.
BI tetap ingin punya wewenang mengawasi bank?
Kami sampaikan bahwa BI jangan kehilangan sama sekali peran pengawasan terhadap bank. Sebab, bagaimanapun BI sebagai lender of last resort sehingga memerlukan data akurat dan real time. Kalau tak ada akses pengawasan bank, khawatir terjadi seperti Inggris. Bank sentral tak tahu dan baru mau membantu ketika bank sudah kolaps. Kita menyampaikan kepada pemerintah supaya akses bank sentral terpelihara.
Bagaimana hasil penyelidikan internal BI dalam kasus suap pencetakan uang?
Ini kan kasus yang muncul dari berita bahwa pencetakan uang polimer 1999 itu mengandung suap terhadap pejabat BI yang inisialnya M dan S. Kita segera melihat siapa pejabat berwenang di bidang pencetakan uang. Ternyata inisial M dan S itu ada empat orang. Semuanya sudah pensiun. Direktorat audit sudah memanggil serta memeriksa dan mereka membantah adanya suap. Mereka juga mengatakan proses pencetakan tak pernah melalui perantara, tapi langsung ke Note Printing Australia dan Securency.
BI bekerja sama dengan kepolisian mengusut kasus ini?
Saya sudah bertemu dengan Pak Ito (Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Ito Sumardi). Kami menghubungi polisi karena di Australia juga ditangani polisi. Kita ingin polisi membuat berita itu clear lebih dulu. Sebenarnya dasarnya cukup atau tidak. Kalau cukup, silakan dalami.
Pencetakan uang selalu bermasalah. Sebetulnya perlukah mencetak uang sampai ke luar negeri?
Tidak selalu kisruh. Pencetakan uang itu memang biayanya besar. Yang polimer itu pecahan seratus ribuan. Di beberapa negara, bank sentral memiliki percetakan sendiri. Jadi intinya, dicetak di dalam negeri itu baik. Yang penting efisiensinya dijamin.
Kalau nanti ternyata Undang-Undang Mata Uang mengharuskan cetak di dalam negeri?
Bila undang-undang mewajibkan, harus ada pengaman dan biayanya efisien. Mencetak di dalam negeri tanpa ada perlindungan biaya akan repot.
Bagaimana dengan pendapat bahwa yang menandatangani uang seharusnya Menteri Keuangan?
Saya tak ingin berpolemik soal itu.
Anda satu-satunya calon yang diajukan Presiden sebagai Gubernur BI. Bagaimana Anda menyikapi kecenderungan sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menolak pencalonan Anda?
Kalau soal diajukan tunggal, itu hak presiden. Terus soal omongan macam-macam, saya kira sudah masuk ranah politik. Lebih baik saya tak banyak komentar. Tapi saya hadapi saja. Nanti semua bisa dijelaskan di saat fit and proper test sehingga lebih elegan.
DARMIN NASUTION
Tempat dan tanggal lahir: Tapanuli, Sumatera Utara, 21 Desember 1948
Pendidikan:
Pekerjaan:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo