Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Strategi Indra Sjafri Sepak Bola Indonesia Masuk Piala Dunia

Pelatih tim nasional sepak bola SEA Games, Indra Sjafri, soal strategi bermain dan target menuju Piala Dunia 2034. 

11 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIM nasional sepak bola Indonesia di bawah pelatih Indra Sjafri akhirnya memboyong medali emas dari Southeast Asian Games atau SEA Games di Kamboja setelah tiga dekade tak pernah meraihnya. “Kami bersyukur setelah empat presiden berganti, delapan pelatih asing dan lokal, akhirnya meraih medali emas,” kata Indra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Teknik Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) ini punya waktu pendek mempersiapkan tim SEA Games Kamboja. Tapi ia punya optimisme bisa lolos ke final setelah melihat kekuatan timnas dan lawan, meskipun dia tak menyampaikannya kepada publik. “Saya bilang targetnya medali emas saja, ribut orang,” ucapnya kepada wartawan Tempo, Abdul Manan, Iwan Kurniawan, Irsyan Hasyim, dan Rina Widiastuti, di kantor PSSI di Senayan, Jakarta, Kamis, 8 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak lama setelah timnya memboyong emas, Indra berangkat umrah. “Itu nazar saya kalau dapat emas,” ucapnya. Dalam wawancara sekitar satu setengah jam, Indra menceritakan lika-liku pembentukan timnas, strategi permainan, dan presentasinya di Federasi Internasional Asosiasi Sepak Bola atau FIFA untuk mempersiapkan tim Indonesia agar bisa masuk kualifikasi Piala Dunia 2034.

Apakah sulit menyiapkan tim SEA Games ini?

Sejak saya ditunjuk menjadi pelatih, saya langsung memetakan kekuatan kita dan lawan. Lebih mengerucut lagi setelah ada drawing (pembagian grup peserta). Makin jelas apa yang harus saya lakukan dan strategi menghadapi turnamennya. Saya juga membentuk tim kepelatihan dan ofisial pendukung. Saya menambah lagi satu struktur baru, yaitu performance analyst. Biasanya kan hanya match analyst

Pencarian pemain dilakukan sejak kapan?

Setelah saya bentuk kepelatihan, pada Maret lalu, baru saya bikin peta jalan setelah mendapat jadwal SEA Games. Tahap pertama, seleksi pemain. Maret lalu itu kompetisi sedang berlangsung. Enggak mungkin kami mengganggu pemain-pemain di klub. Saya memanggil pemain-pemain Liga 2 dan yang tidak bermain di tim inti atau reguler di Liga 1. Dari seleksi, muncullah pemain seperti Haikal, Taufani, Fajar, dan beberapa pemain baru lain. Banyak kritik waktu itu. (Saya) dikritik kenapa memilih Haikal, pemain Liga 2, dan lainnya.

Apa yang Anda lihat saat memilih pemain?

Keahlian sepak bola, kemampuan taktis dan kecerdasannya, fisik, serta mentalnya. Empat komponen ini harus sama baiknya. Semua dilakukan dengan tes. Idealnya, begitu pemain klub dipanggil ke timnas, data-data profil itu sudah harus ada di klub. Ini kan tidak ada.

Oh, ya?

Belum ada. Saya melakukan tes golongan darah, DNA, sidik jari. Saya butuh sebanyak mungkin informasi tentang anak ini benar-benar unggul atau tidak. Makanya orang, karena hanya melihat yang kasatmata dan tidak sesuai dengan ekspektasi, mengkritik saya. Kan, aneh. Saya melihat dari semua aspek. 

Selain hasil tes, prestasi di klub juga dilihat?

Iya, dong. Basis penglihatan di pertandingan. Tapi itu bukan satu-satunya. Setelah itu, baru kami butuh informasi-informasi lain, (seperti) mentalnya kayak apa. Perlu psikotes. IQ-nya kami tes. Fisiknya dites. 

Berapa yang dipilih?

Banyak yang tersingkir. Saya panggil pertama 36 orang, kedua 36, kami pilih 18. Lalu kami gabungkan dengan pemain Liga 1 yang sudah mulai dilepas klub. Bahkan, untuk Marselino (Ferdinan) dan (Pratama) Arhan, besok kami mau berangkat. Hari ini mereka bergabung. Itu yang harus diatur pelatih timnas. Jangan menyalahkan klub. Pemain itu pabriknya di klub. PSSI itu bukan tempat pendidikan dan pelatihan  pemain. Karena kualitas kompetisi dan klub belum sebaik di Eropa, ada pelatih yang menginginkan pemusatan pelatihan (TC) agak panjang. Pelatih Shin (Shin Tae-yong) dan saya berprinsip pemain harus di klub. Ketika Argentina mau ikut Piala Dunia, mana ada TC sebulan atau dua bulan? Kumpul saja, pergi ke Qatar. Tapi kualitasnya kayak Lionel Messi semua.

Siapa lawan paling sulit?

Tidak ada dalam mindset pemain menganggap remeh lawan. Tugas pelatih membuat taktik game plan yang cocok. Karena tim ini persiapannya pendek, saya jadikan empat pertandingan (di Grup A) untuk mencari komposisi terbaik yang akan bermain di semifinal.

Apa yang membuat Anda yakin lolos ke final?

Analisis tadi. Saya tahu kekuatan Indonesia dan saya tahu kekuatan lawan. Tapi kan enggak mungkin saya bilang, “Kita pasti lolos.” Saya bilang targetnya medali emas saja, ribut orang. Apalagi kalau saya bilang pasti lolos. Orang Indonesia memang pesimistis sifatnya.

Bagaimana membangun kepercayaan diri pemain?

Setelah saya umumkan skuad pelatih dan ofisial, saya kumpulin semua. Saya bilang, “Di antara kita yang 17 orang tidak ada yang lebih penting. Kita di sini sama pentingnya. Tapi ingat, saya bosnya. Saya yang mengambil keputusan terakhir.” Apa yang saya maksud adalah bekerjalah sesuai dengan job masing-masing. Begitu juga dengan pemain. Beckham (Putra Nugraha) tidak lebih penting dari Taufany (Muslihuddin). Marselino juga begitu. Semua pemain yang saya bawa sama pentingnya dan harus membuktikan dan mempertanggungjawabkan itu. Maka terjadi kolaborasi, saling percaya, saling membutuhkan.

Biasanya membangun kepercayaan itu dengan cara apa?

Banyak. Yang paling penting itu psikotes. Saya tahu cara memperlakukan anak itu. Kalau saya paham cara memperlakukan Marselino, bisa pas, nyambung dia. Setelah nyambung, saling percaya, muncul kebersamaan. Baru muncul visi. Pemain sampai ke titik saya tidak bicara, tapi tahu apa yang saya mau.

Bagaimana menyusun strategi menghadapi Vietnam di semifinal atau Thailand di final?

Itu gunanya performance analyst. Tapi siapa yang tahu apa yang akan dibikin lawan pada pertandingan besok? Cara kick-off saja saya tidak bisa memprediksi. Saya cuma bisa memprediksi kostumnya besok apa karena sudah ada pertemuan teknis (MCM), tapi yang lain tidak bisa. Maka kami hanya butuh gambaran cara bermainnya. Kami punya game plan. Kalau kami main, di menit pertama sampai ke-15 kami ambil defense, kami pressure lawan di mana. Itu yang kami gariskan kepada pemain. Tidak ada satu pun pelatih di dunia yang tahu apa yang akan dibikin oleh lawan.

Pelatih kepala Tim Nasional Indonesia Indra Sjafri (kanan) setibanya dari Kamboja di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, 18 Mei 2023/Antara/Muhammad Iqbal

Dari game plan, apakah semuanya diterapkan pemain?

Hampir di setiap pertandingan, apa yang kami mau, mereka jalankan. Itu kelebihan anak-anak ini. Saya berusaha membuat game plan yang menyederhanakan sepak bola. 

Seperti apa?

Sepak bola sebenarnya sederhana. Saya pernah tanya kepada mereka, siapa orang paling berbahaya di sepak bola: orang yang pegang bola atau orang yang bergerak tanpa bola? Banyak orang bilang yang kedua. Kan, konyol cara berpikir begitu. Ada orang yang bergerak tanpa bola, lalu orang yang pegang bola tidak kita jaga, bikin gol dia, dong. Prinsip dasarnya adalah orang yang paling berbahaya adalah orang yang memegang bola. Kalau orang memegang bola, celaka kita. Kita ingin selalu pegang bola. Kalau orang pegang bola, langsung handle. Yang memiliki kemungkinan dikasih bola, ambil. Yang terjauh, yang tidak akan dikasih bola, biarkan.

Saya tanya ke kiper, bisakah penjaga gawang mencetak gol langsung ke gawang lawan? “Tidak bisa,” katanya. Dalam konteks bagaimana kita nanti harus bermain possession-progressive. Oke, berarti kamu kasih ke center back atau full back. Saya tanya ke bek tengah, “Bisa atau enggak kamu cetak gol?” Enggak bisa. Harus bawa bola ke gelandang dulu. Harus naik dulu, mendekat ke gawang. Setelah itu, baru dia distribusi, lalu finishing. Kan, sederhana. Makanya saya main sejak 2012 yang sekarang dinamai PSSI sebagai Filanesia itu. Possession-progressive. Build-up, konsolidasi, distribusi, finishing. Selalu kami bermain begitu.

Apa yang membedakan hasil dari strategi ini dibandingkan dengan pertandingan sebelumnya?

Strategi yang sama tapi saya minta kepada pemain, karena sekarang kami butuh kemenangan, kami butuh agresivitas. Golongan darah pemain yang saya ambil hampir semua O. Orang-orang dengan golongan darah O ini mengambil inisiatif, agresif. Setiap (pemain) kehilangan bola, saya bilang, “Dalam lima detik kalian harus ambil. Kalau enggak dapat, baru reorganisasi. Atur lagi.” Kan, kebanyakan dapat. Gol Ramadhan Sananta, Irfan Jauhari, gara-gara itu.

Dari hasil SEA Games apa bisa lihat prospek untuk Asian Games?

Kemarin saya bilang ke Presiden, “Saya sudah punya tiga kali momentum, Pak Presiden.” Era Evan Dimas, orang bilang ini generasi emas. Tidak tahunya saya dipecat. Hilang tim itu. Terus momentum kedua pada 2019. Pertama kali tim U-22 menjadi juara. Tidak lanjut saya dengan tim itu. Ini momentum emas ketiga saya. Mudah-mudahan konsisten karena saya yakin bahwa tim ini, kalau saya lanjutkan, ke AFF (ASEAN Football Federation) akan menjadi juara lagi. Kualifikasi AFC (Asian Football Confederation) insya Allah akan lolos. Baru masuk ke Asian Games. Pak Erick (Ketua PSSI Erick Thohir) sudah mengumumkan bahwa tim U-23 dan Asian Games diserahkan kepada saya, tim senior ke Shin Tae-yong.

Sebagai Direktur Teknik PSSI, apa peta jalan Indonesia menuju Piala Dunia 2034?

Itu presentasi saya di FIFA karena saya ikut kursus. Nah, soal direktur teknik ini, orang salah menilai. Direktur teknik tidak bertugas untuk tim nasional. Pertama, dia bertanggung jawab untuk kepelatihan. Saat saya masuk ada 5.000 pelatih, sekarang sudah 7.000. Kedua, sepak bola grass root untuk anak-anak 12 tahun ke bawah. Sebelum saya menjadi direktur teknik, tidak pernah kita mendapat penghargaan dari AFC. Ini kita dapat perunggu. Ketiga, sepak bola wanita. Terakhir saya tambahkan pengembangan asosiasi provinsi (asprov) PSSI. Di program saya, dari grass root menuju Piala Dunia 2034, saya meminta dan sudah disetujui FIFA, di masing-masing 34 asprov harus ada satu direktur teknik. Sekarang sudah ada.

Kenapa memasang target 2034?

Saya melihat cetak biru pengurus PSSI lama bahwa untuk menuju Piala Dunia 2045 sudah harus dua kali masuk kualifikasi Piala Dunia. Kalau dua kali, maka 2034, 2038, 2042, dong.

Itu target untuk masuk kualifikasi, bukan menjadi juara?

Itu untuk masuk kualifikasi. Kalau untuk jadi juara dunia, mana bisa. Jepang saja mau menjadi juara dunia tahun 2050. Harus realistis, dong.

Bagaimana peta jalannya?

Kita mulai dari anak-anak berusia 10-12 tahun. Anak-anak yang akan kami mainkan pada 2034 itu bukan Egy Maulana Vikri dkk, tapi anak-anak berusia 12 tahun sekarang. Bagaimana cara membinanya? Saya meminta setiap asprov yang memiliki direktur teknik membikin festival grass root, mengidentifikasi anak-anak berbakat berusia 10-12 tahun. Setelah itu, anak-anak itu dilatih oleh pelatih di daerah. Setelah itu, baru mereka akan masuk event AFF, kualifikasi AFC, ke event Piala Dunia.

Kalau nanti Anda tak lagi menjadi direktur teknik, bagaimana kelanjutan program itu?

Apa kriteria direktur teknik itu? Dia harus paham kultur sepak bola negara tersebut. Menurut FIFA, ranking pertama sampai ke-20 FIFA itu negara-negara yang membangun sepak bolanya sesuai dengan identitas sepak bola negeri itu. Mereka punya filosofi sepak bola sendiri.

Apakah sejalan dengan rencana 2034 itu?

Filosofi itu jaminan mutu atau enggak? Sudah saya buktikan. Tiga trofi, lho, meskipun levelnya baru Asia Tenggara. Saya memakai Filanesia sejak 2012. Cuma, dulu namanya PPP-an, pendek-pendek-panjang. Setelah kami mengalahkan Korea, orang bertanya, “Ini gaya bermain tiki-taka?” Saya bilang, enggak. Tiki-taka punya Spanyol. Identitas negara saya PPP-an. Sekarang kami namakan Filanesia.

Instruksi Presiden tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional sudah memadai?

Sudah disempurnakan lagi. Saya salah satu anggota timnya. Untuk kepelatihan, saya minta lisensi pelatih D dan C gratis di setiap provinsi. Peran kementerian harus tepat guna. Contohnya, saya mengusulkan lapangan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian RI dibuka untuk mengatasi kebutuhan lapangan yang sedikit. Buat lapangan di desa. Menurut saya, atlet banyak di desa. Atlet itu, secara teori olahraga, haruslah orang yang banyak bergerak. Dia pernah lari ke sana-kemari, mendaki gunung, menyeberang sungai. Kalau orang kota sudah naik angkutan kota semua.

Bagaimana koordinasi antar-kementerian dalam inpres ini?

Ada 14 kementerian. Saat saya menjadi pembicara dalam diskusi kelompok terfokus (FGD) di awal 2023, saya memberi presentasi. Contohnya, masak, tugas personel TNI/Polri di instruksi presiden itu untuk pengamanan? Itu tidak perlu masuk inpres olahraga karena sudah tugas pokok dan fungsinya. Apa masukannya? Semua kepolisian daerah harus punya akademi sepak bola. Semua fasilitas TNI/Polri dibuka untuk sekolah sepak bola terdekat. Itu baru ada dampaknya.

Bagaimana karier pemain sepak bola kita?

Industri sepak bola di Indonesia sudah maju pesat. Ada pemain yang gajinya sampai Rp 300 juta per bulan. Contohnya pemain muda Rizky Ridho. Kan, luar biasa dia dikontrak Persija.

Artinya, punya masa depan?

Ya. (Tapi) karena masa transisi, masih ada yang ragu-ragu. Ada yang minta jadi pegawai negeri, pegawai BUMN (badan usaha milik negara). Masih gamang dia. Tapi, kalau dia sudah jadi pemain timnas, ngapain mau jadi pegawai negeri? Memang masa kerjanya pendek. Makanya Pak Presiden bilang, “Pandai-pandai mengelola keuangan.” Memang itu kelemahan kita. Itu mungkin tugas dunia sepak bola, yakni bagaimana atlet, wasit, diberi pelajaran dalam mengelola keuangan.

Soal pemain Indonesia di klub luar negeri yang tidak banyak dipakai bagaimana?

Sebelum berangkat, kami sudah sampaikan bahwa gaya hidup kalian harus sudah berubah. Gaya hidupnya harus seperti pemain sepak bola profesional. Misalnya soal disiplin, cara makan, dan latihan di gym.

Apa tantangan terbesarnya?

Kualitas. Mereka harus bersaing. Karena itu, perlu pembinaan regenerasi baru. Ada lima poin. Infrastruktur harus diperbaiki. Kurikulum harus ada. Setelah itu, pengembangan pelatih, baik kualitas maupun kuantitas. Lalu pengembangan pemain. Terakhir, kompetisi. Selama ini ikut kompetisi terus. Kompetisi sama dengan ujian nasional. Bagaimana NEM (nilai ebtanas murni) mau tinggi kalau sekolahnya bocor, infrastrukturnya enggak jelas, gurunya ngantuk-ngantuk?



Indra Sjafri

Tempat dan tanggal lahir:

Pesisir Selatan, Sumatera Barat, 2 Februari 1963

Capaian:

  • Instruktur Grassroot Federasi Internasional Asosiasi Sepak Bola (FIFA)
  • Lisensi pelatih Asian Football Confederation Pro
  • Anggota Komite Teknik AFC

Pengalaman:

  • Kepala pelatih PSP Padang Junior, 1990-1991
  • Asisten pelatih Adolf Remy di PSP Padang, 1991-1993
  • Kepala pelatih Machudum FC, 1994-199
  • Kepala pelatih PSP Padang Senior, 2001-2002
  • Kepala pelatih Bengkalis FC, 2007-2009
  • Kepala pelatih tim nasional U-16, 2011-2012
  • Kepala pelatih timnas U-17, 2012-2013
  • Kepala pelatih U-18, 2013-2014
  • Kepala pelatih U-19, 2013-2014
  • Manajer pelatih Bali United, 2015-2017
  • Kepala pelatih U-19, 2017-2018
  • Kepala pelatih U-23, 2018-sekarang
  • Direktur Teknik Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, 2020-sekarang

Capaian Tim:

  • Juara HKFA International Youth Invitation Tournament U-17, 2012
  • Juara HKFA International Youth Invitation Tournament U-19, 2013
  • Juara Piala ASEAN Football Federation U-19, 2013
  • Juara III Piala AFF U-19, 2018
  • Juara Piala AFF U-23, 2019
  • Perempat Final Kejuaraan AFC U-19, 2018
  • Medali Perak SEA Games 2019
  • Medali Emas SEA Games 2023
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Target Saya 2034 Masuk Piala Dunia"

Abdul Manan

Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus