Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hatta Rajasa masih sempat menunjukkan koleksi 200 lukisan karya para maestro Indonesia selepas wawancara dengan tim Tempo di rumahnya di kompleks Golf Mansion, Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. Ada lukisan karya Affandi, Nasar, Hendra Gunawan, Lee Man Fong, dan masih banyak lagi. "Yang saya tidak punya hanya karya Raden Saleh," ujar Hatta, Selasa pekan lalu. Semua lukisan itu ia dapatkan dari jual-beli dengan teman dan para pelukis.
Pada pukul delapan malam, Hatta tak terlihat lelah. Hari itu ia libur sebagai Menteri Koordinator Perekonomian untuk menerima wawancara dari sejumlah media. Lebih dari dua jam wawancara dengan kami berlangsung pada malam itu. Hampir sepekan sebelumnya, ia bertandang ke kantor redaksi Tempo. Kedua sesi wawancara ini membahas isu politik dan ekonomi terbaru. Perbedaan paling terasa dari jawaban Hatta di kedua sesi wawancara itu adalah saat membicarakan pemilihan umum. Penyebabnya, di antara kedua wawancara kami tersebut, ada peristiwa yang mengubah situasi politik Indonesia: Joko Widodo resmi menjadi calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Hatta mengakui kekuatan Jokowi tak terbendung. Tapi, menurut dia, apa yang menjadi ancaman bisa menjadi kesempatan. Apakah ini artinya Partai Amanat Nasional akan berkoalisi dengan PDIP? "Berada di luar atau di dalam pemerintahan sama saja, yang penting Partai Amanat Nasional tidak kehilangan peran," katanya.
Setelah Jokowi resmi menjadi calon presiden dari PDIP, sudah ada pembahasan dengan partai tertentu untuk berkoalisi?
Saya berfokus pada pemilihan legislatif (9 April 2014). Sasaran kami: satu daerah pemilihan satu kursi. Jadi 77 kursi. It's not easy, very hard to get it.
Sekarang PAN punya berapa kursi?
Ada 46 kursi. Pemilu sebelumnya 53 kursi. Jadi target bawah saya 60, atas 77 (14 persen dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat).
Kok, Anda percaya diri mau jadi presiden?
Nanti dulu. Itu target untuk mengatasi persoalan berkaitan dengan fungsi-fungsi di DPR supaya efektif. Saya merasakan kalau fraksi kurang mengisi komisi dan badan kelengkapan jadi tidak efektif. Sekarang kami ingin meraih kursi lebih banyak supaya orang yang di komisi paham betul masalahnya, menghasilkan produk yang berkualitas, karena tidak rangkap jabatan.
Memang sekarang, menurut Anda, banyak produk tidak berkualitas?
Banyak undang-undang berlawanan dan tidak serasi dengan yang lain. Semua gara-gara ingin mengejar target. Hampir semua undang-undang sekarang ditinjau (judicial review) di Mahkamah Konstitusi. Ini menghilangkan kewibawaan pemerintah dan DPR.
Hitung-hitungan 77 kursi itu untuk berapa orang dalam satu fraksi?
Kalau mendapat 66 kursi dibagi 11 komisi, jadi 6 orang. Kalau cuma 2-3 orang dalam satu komisi tidak menggigit.
Ada cara mencapai target itu?
Kerja keras. Infrastruktur dan calon anggota legislatifnya harus kerja.
Sepertinya tidak berbeda dengan strategi partai lain.
Pertama, mengurangi orang-orang yang berpotensi tidak baik. Caranya, dengan psikotes. Saya tahu persis hasil tes itu. Jadi jangan marah kalau ada yang tidak jadi caleg. Kedua, pakta integritas yang kami lakukan secara terbuka. Diharapkan dengan cara itu paling tidak bisa mengurangi risiko ketidakmampuan caleg.
Cuma meminimalkan, tapi tidak menghilangkan politik transaksional?
Tidak bisa. PAN memberi pendidikan politik kepada kadernya. Kalau ada kader yang meminta uang kepada calon yang dia usung, misalnya bupati, gubernur, dan wakilnya, akan saya pecat.
Pernah terbukti?
Pernah.
Di mana?
Yang pernah saya berhentikan itu di Kalimantan Barat. Di Pangkalpinang juga.
Kantong suara paling banyak di mana?
Berdasarkan survei yang kami lakukan pada Februari lalu, kami mendapat kursi dari semua daerah di Sumatera. Dari Aceh sampai Lampung. Di Jawa Barat, kami mendapat tujuh kursi, Jawa Tengah tujuh kursi, Jawa Timur enam kursi. Di Indonesia timur, kami kuat. Kami tidak jauh berbeda dengan Partai Demokrat. Ukuran dari Sumatera sampai Jawa, Gerindra, Demokrat, dan PAN bedanya tidak banyak.
Menurut survei, orang memilih PAN karena partai atau figur....
Kalau dia disodorkan gambar partai, angka kami relatif rendah. Figur memiliki daya jual.
Karena itu, ada calon legislator PAN dari kalangan artis.
Tidak banyak. Lebih banyak atlet. Artisnya Desy Ratnasari, Anang Hermansyah, dan Dwiki Dharmawan. Banyak artis yang melamar ke kami, tapi gugur di psikotes.
Tapi belum tentu lolos di tes berarti dia mengerti, misalnya, sistem tata negara.
Makanya itu, saya bilang ke tim yang melakukan psikotes, saya ingin melahirkan politikus. Kriteria saya cuma dua: politikus dan negarawan. Hasilnya, ya, tes itu.
Apa jualan PAN?
Agenda reformasi gelombang kedua kami, yaitu politik kesejahteraan. Saya ingin tetap berfokus ke situ. Apa yang sudah baik, kami jalankan. Itu pula yang saya lobi ke partai lain.
Lobi untuk apa? Maksud Anda, pembicaraan soal kemungkinan koalisi?
Tidak ada itu. Pembicaraan dengan partai lain soal mau dibawa ke mana bangsa ini.
Dengan pencalonan Jokowi, partai-partai pasti sudah mengukur. Anda melihat posisi PAN bagaimana?
Saya orang yang sangat rasional. Kalau tidak ada sesuatu, semua seperti ini, most likely Jokowi jadi presiden. Seperti apa koalisinya, saya tidak tahu. Itu hak PDIP mau mengajak siapa untuk berkoalisi. Buat PAN, berada di dalam atau luar (pemerintahan) sama saja. Kedua, Jokowi diduga menang itu kan berbasis pada survei yang bisa juga muncul karena kita salah membaca error dan tren. Ketiga, dalam dunia politik, seminggu itu terlalu lama mengubah suatu keadaan. Semua bisa terjadi (antara sekarang dan pemilihan presiden). Itu yang disebut tangan Tuhan bekerja. Tentu tangan Tuhan turun karena ada orang-orang yang bekerja juga.
Ada perubahan strategi setelah deklarasi Jokowi jadi calon presiden?
Saya bilang ke kader PAN, kursi kami di Jawa Tengah-tempat basis terkuat PDIP-jangan tergerus. Semua partai pasti begitu. Harus realistis.
Bagaimana supaya PAN tetap terlibat dalam pemerintahan itu?
Memang koalisi itu sesuatu yang membangun kebersamaan dalam pemerintahan dan legislatif. Tentu yang menanglah yang merasa cocok dengan A, B, dan C. Saya melihat ada semangat kebersamaan yang tinggi di PDIP. Ini pandangan saya. Mungkin saya salah, tapi itu modal besar untuk membangun bangsa ini. Karena tantangan kita dibanding 2009 dengan 2014 sangat berbeda.
Kader PAN menargetkan Anda jadi presiden.
Saya tidak akan mengubah begitu saja apa yang menjadi keputusan partai saya. Walaupun saya tidak mendeklarasikan atau merespons pencalonan tersebut, sampai selesai pemilihan legislatif. Selesai pemilihan itu, baru saya akan melihat dan memutuskan. Ada tiga hal prinsip yang saya pegang. Kalau saya mendeklarasikan diri sekarang, berhenti jadi menteri. Kalau mendeklarasikan sekarang, berarti yakin mendapat 20 persen. Which is not. Ini realistis. Ketiga, saya akan mendeklarasikan diri ketika sudah bersama teman-teman partai lainnya dan mendapat 20 persen.
PAN pasti bercita-cita masuk pemerintahan.
Oh, iya. Wajar. Namanya partai politik.
PAN akan mendukung pemerintah siapa pun pemimpinnya nanti?
Harus didukung.
Berarti tidak jadi oposisi?
Bukan itu. Perkara berada di dalam atau luar, itu soal lain.
Anda membingungkan. Mau jadi oposisi atau tidak?
Begini, kalau kekuatan kami adalah 60-70 kursi, untuk beroposisi tidak bisa efektif. Tapi, kalau ada oposisi yang kuat di luar, sulit juga pemerintahan nanti berjalan. Jadi saya cenderung pemerintahan harus didukung. Mungkin akan ada pembicaraan ke arah itu.
Pembicaraan apa yang Anda lakukan dengan Susilo Bambang Yudhoyono, presiden sekaligus besan Anda?
Lebih banyak hubungan profesional. Kami selalu bisa membedakan. Dalam pemerintahan, saya bawahan Presiden. Saya loyal kepada beliau dan menyukseskan program-programnya. Itu kontrak politik saya sebagai pembantu presiden. Urusan keluarga, itu persoalan lain lagi, tidak boleh mempengaruhi hubungan di pemerintahan.
Ketika PAN melakukan obrolan dengan PDIP dan Gerindra, bagaimana dengan Demokrat? Sering ketemu juga?
Kami dalam koalisi terikat dalam komitmen menyukseskan pemerintahan ini.
Jadi tidak ada pembicaraan soal Pemilihan Umum 2014?
Itu kebijakan masing-masing partai. Tentu saya tidak berbicara strategi PAN dengan beliau. Enggaklah.
Pernah membahas Jokowi dengan Yudhoyono?
Tidak.
Benar-benar omongan soal pemerintahan?
Iya. Banyak sekali orang membuat persepsi yang tidak tepat. Misalkan, pernikahan anak kami disebut perkawinan politik. Itu tidak betul. Mana ada orang zaman sekarang kawin politik. Itu love story mereka, kami tidak ikut campur.
Yudhoyono mendukung Anda ketika tahu dijadikan calon presiden?
Kami belum bicara itu. Bicara pemerintahan saja. Kalau melihat Demokrat menggelar konvensi untuk memilih calon presiden, sebenarnya kawan-kawan bisa membaca, kan? Hubungan besan, ya, besan. Hubungan politik, ya, politik. PAN dengan kekuatannya akan menghasilkan calon presiden dan calon wakil presiden.
Menantu Anda, Ibas (Edhie Baskoro Yudhoyono), terseret dalam kasus korupsi Anas Urbaningrum, Muhammad Nazaruddin, dan Rudi Rubiandini. Apakah Anda bakal melindungi dia?
Istilah melindungi berarti dia bersalah. Kalau saya lihat, Ibas tidak bersalah. Saya bicara langsung dengan dia.
Apa yang Ibas katakan kepada Anda?
Tentu tidak seperti tuduhannya. Semua kenyataannya tidak seperti yang dituduhkan.
Anda sudah menempati tujuh pos kementerian, jadi lumayan tahu tiga pekerjaan rumah terbesar pemerintah mendatang apa.
Ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan hukum. Soal ekonomi, hal yang mendesak adalah persoalan klasik: masyarakat ingin ketersediaan barang cukup dengan harga terjangkau. Pemerintah nanti harus menjaga pertumbuhan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat dan inflasi, memperbaiki current account defisit dan capital account. Titik. Di bidang kesejahteraan rakyat, menurut saya, yang paling vital adalah soal jaring pengaman sosial. Jangan sampai jaring pengaman sosial tercecer di para menteri dalam bentuk bantuan sosial yang enggak keruan. Di bidang hukum, keadilan dan kepastian hukum harus diutamakan. Ini sajalah, perizinan jangan berbelit-belit lagi.
Pekerjaan terberat yang pernah Anda pegang?
Saya tidak mau mengatakan yang terberat. Mungkin yang paling menantang sewaktu menjadi Menteri Perhubungan. Seminggu setelah dilantik, pesawat jatuh. Setelah itu, berturut-turut ada kecelakaan. Harus saya akui, itu membuat saya menangis.
HATTA RAJASA Tempat dan tanggal lahir: Palembang, 18 Desember 1953 Pendidikan: SMA Negeri 4, Palembang; insinyur teknik perminyakan angkatan 1973 Institut Teknologi Bandung Karier: teknisi lapangan PT Bina Patra Jaya (1977-1978), Wakil Manajer Teknis PT Meta Epsi (1980-1983), Presiden Direktur Arthindo (1982-2000), Ketua Fraksi Reformasi Dewan Perwakilan Rakyat (1999-2000), Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (2000-2005), Menteri Negara Riset dan Teknologi (2001-2004), Menteri Perhubungan (2004-2007), Menteri-Sekretaris Negara (2007-2009), Menteri Koordinator Perekonomian (2009-sekarang), Ketua Umum Partai Amanat Nasional (2010-sekarang) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo