Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Suhardiman:"Agar Golkar Selamat, Akbar Tandjung Harus Diselamatkan"

3 Maret 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH lama tenggelam, nama Suhardiman kembali muncul ke permukaan kancah politik. Apa pasal? Pasalnya, usul salah satu tokoh pendiri Golongan Karya (Golkar) ini untuk membentuk Tim Penyelamat Partai Golkar diterima oleh Dewan Penasihat. Ide itu sempat menjadi kontroversi, tapi akhirnya diterima oleh Dewan Pengurus Pusat (DPP) dan diperhalus namanya menjadi Tim Lima. Dewan itu diketuai Cosmas Batubara, dengan anggota A.A. Baramuli, Pinantun Hutasoit, Muladi, dan Suhardiman. -------------------------------------------------------------------------------- Posisi Tim Lima memang penting secara politik karena partai kuning ini sedang menghadapi masalah serius. Sumbernya adalah soal tuduhan penyelewengan dana nonbujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar, yang seharusnya digunakan menalangi rawan pangan tapi dicurigai dipakai untuk kepentingan Golkar. Kasus yang terjadi saat pemerintahan Presiden B.J. Habibie (1998) tersebut langsung mengimbas pada Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung, yang saat itu menjadi Menteri Sekretaris Negara. Sejak muncul ke permukaan pada Oktober 2001, kasus yang lebih dikenal dengan istilah Buloggate II ini menggelinding terus dan semakin mengancam posisi Akbar. Bahkan Rahardi Ramelan, bekas Kepala Bulog waktu itu, telah menjadi tersangka dan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, Kamis pekan lalu. Ancaman sebenarnya mengarah ke Golkar. Sebab, setelah Kejaksaan Agung menetapkan Akbar sebagai tersangka pada Januari lalu, kemungkinan apa pun bisa terjadi. Dan semuanya langsung berdampak buruk ke partai pemenang nomor dua dalam Pemilihan Umum 1999 itu. Nah, Tim Lima berkewajiban berpikir serius dan bertindak menyelamatkan Golkar dari kehancuran. Menurut Suhardiman, cara menjaga Golkar agar tetap solid adalah dengan tetap mempertahankan Akbar. "Sebab, unsur-unsur Golkar, terutama yang di daerah-daerah, tetap mendukung Akbar," kata Suhardiman. Bahkan mantan Ketua Umum Serikat Organisasi Karya Swadiri Indonesia (SOKSI)?salah satu organisasi cikal-bakal Golkar?ini yakin bahwa perolehan suara Golkar pada Pemilu 2004 akan meningkat. Suhardiman memang telah kenyang memakan asam-garam politik. Berusia 78 tahun, laki-laki asli Solo ini bahkan juga pernah merasakan bagaimana terlunta-luntanya di kancah perpolitikan Golkar. Beberapa kali ia disingkirkan dari jabatan empuk pada zaman Presiden Soeharto. Tapi tokoh yang dijuluki sebagai dukun politik tersebut yakin bahwa kembali terjun aktifnya dia ke pusaran persoalan Partai Beringin adalah tepat. "Saya selalu menggabungkan rasio dengan naluri," ujarnya memberi dalih. Berikut adalah wawancaranya Arif A. Kuswardono dan Gendur Sudarsono dari TEMPO dengan Suhardiman, di rumahnya di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, dua pekan silam. Kenapa isu Munaslub (Musyawarah Nasional Luar Biasa, forum tertinggi dalam partai yang diadakan dalam keadaan tertentu atau bila dianggap perlu) dalam Rapim Golkar kemarin kurang bergema? Karena yang minta Munaslub hanya dua orang, yaitu Baramuli dan Muladi. Banyak daerah justru tidak menghendakinya. Rapat pimpinan (rapim) kan tempat menampung aspirasi, pikiran, dan pendapat unsur-unsur pendukung Golkar, terutama dari daerah-daerah. Daerah menghendaki Golkar tidak pecah. Padahal, jika Munaslub dilangsungkan, pasti akan tumbuh benih-benih perpecahan. Hal ini akan berdampak negatif bagi Golkar, yang ingin tampil utuh di tahun 2004 dan bisa memenangi pemilu, jangan sampai kalah dengan PDIP. Fenomena yang menonjol saat ini adalah terjadinya disintegrasi partai politik. Nah, kebijakan pimpinan Partai Golkar adalah mencegah disintegrasi ini (supaya) tidak sampai jatuh ke titik nol. Jadi, agar Golkar bisa selamat, Akbar Tandjung harus diselamatkan. Memang ada yang menghendaki Golkar pecah? Memang ada faktor eksternal yang menginginkan Golkar hancur. Mereka adalah kelompok New Left atau Kiri Baru atau komunisme gaya baru. Mereka ingin melakukan balas dendam terhadap tiga komponen fundamental Orde Baru, yaitu Pak Harto, yang sampai ke mana pun akan dikejar. Kedua, mereka menuntut TNI supaya berada di luar politik. Dan ketiga, mereka ingin Golkar hancur. Siapa sih New Left sekarang? Apakah LSM? Tidak semua LSM. Ada LSM yang murni bersifat pengabdian, ada yang berorientasi politik, ada juga yang mendukung kepentingan negara lain, seperti Amerika Serikat. Apakah ada partai politik lain yang berperan dalam perpecahan Golkar? Jelas ada. Ini kan kompetisi bebas. Nanti akan terlihat lebih jelas pada masa kampanye 2003. Sekarang partai-partai berlomba-lomba tampil ke depan, dengan berbagai cara. Kalau melihat hasil Pemilu 1999, partai-partai besar kan bersaing untuk meraih suara lebih banyak. Apa langkah konkret untuk menyelamatkan Golkar? Langkah konkretnya adalah mencegah terjadinya perpecahan dalam tubuh Golkar. Itu penting agar Golkar tetap utuh, meski tidak bulat bundar. Saya sebagai salah satu anggota Tim Penyelamat Partai Golkar memberikan masukan pilihan sikap. Menurut saya, Akbar saat ini punya tiga pilihan sikap. Pertama, ofensif. Tapi kan enggak mungkin. Kedua, defensif. Tapi ini konyol. Pilihan ketiga adalah defensif aktif. Nah, ini yang paling mungkin. Akbar Tandjung bisa bertanya pada tim pengacara, bagaimana wujud defensif aktif dalam pembelaan hukum. Kalau yang saya pahami, cara defensif aktif itu adalah dengan berpatok pada posisi Akbar Tandjung sebagai Menteri Sekretaris Negara. Nah, kebijakan pusat kan dipegang oleh presiden, bukan Mensesneg. Jadi, semua ini akan mengarah ke Habibie. Apa bentuk defensif aktif dalam politik? Bentuk defensif aktif itu dalam pembelaan hukum. Dalam politik, tidak perlu. Wong, tidak ada lawan politik dalam masalah ini. Apa saja masukan-masukan Tim Penyelamat? Ini masalah intern. Jadi, hanya kami berikan kepada DPP dan Akbar Tandjung. Tidak etis kalau saya buka di sini. Apa latar belakang usulan Tim Penyelamat Partai Golkar? Ada dua usulan saya yang mendasari, yang kemudian diterima, yaitu dari segi historis politik dan praksis politik. Secara historis politik, setiap organisasi politik di Indonesia yang memasuki usia 40 tahun pasti akan mengalami disintegrasi, kecuali Muhammadiyah dan NU. Di dalam Golkar sudah ada bibit-bibit disintegrasi sejak 1998, yang ditandai dengan keluarnya Edi Sudradjat, Hayono Isman, dan sebagainya. Nah, sebagai pendiri dan penggagas, saya tidak menginginkan Golkar pecah. Kalau bisa, tetap utuh. Dan kalau bisa, take off di 2004. Sementara itu, dari sudut praksis politik, ada kekuatan New Left yang ingin menghancurkan Golkar sebagai salah satu kekuatan Orde Baru. Maka, tidak ada cara lain, Golkar harus diselamatkan. Kelihatannya ada perbedaan pendapat antara Dewan Penasihat dan DPP? Dalam alam demokrasi, perbedaan pendapat boleh-boleh saja. Waktu itu, hasil pertemuan antara Dewan Penasihat dan Tim di DPP (yang menangani kasus dana nonbujeter Bulog) belum sempat disebarluaskan. Jadi, kesannya telah terjadi salah paham antara Akbar Tandjung dan jajaran DPP. Tapi, setelah pertemuan kedua, perbedaan itu bisa diatasi. Nah, waktu itu juga sempat ada pertanyaan, sampai kapan Tim Lima dibutuhkan. Apakah hanya untuk memberi masukan satu-dua kali saja? Akbar Tandjung berpendapat agar melihat perkembangan. Tapi saya beri penegasan bahwa, selama Golkar masih dalam ancaman, Tim Penyelamat masih diperlukan. Bagaimana gerak Tim Penyelamat ke depan? Golkar harus melakukan konsolidasi total. Tapi, Tim Lima juga membicarakan ide Munaslub? Tim Lima tidak membicarakan hal itu. Bahwa dalam unsur Tim Lima ada yang membicarakannya, iya. Tapi saya dan yang lain membiarkan saja. Kita anggap aspirasi yang wajar saja. Kasus Bulog bisa membuat Golkar jadi bulan-bulanan dalam Pemilu 2004 nanti? Jelas. Nanti, pada waktu kampanye, hal ini akan dipermasalahkan. Ini tergantung teknik dan seni pendiskreditan terhadap partai dan pimpinan Golkar. Dalam politik di Indonesia, menyerang secara pribadi memang tidak biasa dilakukan. Tapi, semuanya bisa saja berubah karena adanya kepentingan. Apakah tidak khawatir jika sampai 2004 status Akbar masih tersangka? Masa, partai dipimpin oleh tersangka. Pernyataan tersangka itu kan dari Jaksa Agung. Dan Jaksa Agung itu kan aparat pemerintah yang akan dipimpin oleh partai pemenang pemilu. Nah, sekarang pucuk pimpinannya dipegang oleh Megawati, Ketua PDIP. Tapi apakah semua ini akan berlangsung terus? Belum tentu. Ini semua kan permainan politik. Publik kan tidak melihat begitu. Mereka melihatnya Partai Golkar cacat karena dipimpin oleh seorang tersangka. Bagaimana ini? Bisa cacat, bisa tidak cacat. Jika, misalnya, saya jadi pimpinan partai politik, dan partai saya menginginkan saya sebagai pimpinan nomor satu, pertanyaannya, apakah masih kuat. Kalau kuat, tentu akan saya pertahankan dengan segala cara. Nah, hasil pemilu kemarin kan Golkar nomor dua. Dan, apakah PDIP nanti masih sekuat dulu? Jawabannya, tidak. Sekarang saja mereka pecah. Apalagi saya yakin, hakul yakin, Mega tidak akan selesai sampai 2004. Jika itu terjadi, suara dukungan PDIP akan berkurang. Lalu, lari ke mana suara-suara pendukungnya yang dulu? Kemungkinan ini yang sekarang dipikirkan oleh para pemimpin partai politik. Jadi, Golkar memanfaatkan blunder pemerintah atau partai yang berkuasa? Bisa saja. Itu alami. Jangankan orang, binatang saja, cacing misalnya, diinjak melawan kok. Jadi, kalau orang dihantam begitu rupa, malah dia akan bersatu. Kill or to be killed. Itulah suasana yang terjadi dalam tubuh Golkar. Secara umum kan Golkar dikaitkan dengan Orde Baru. Apakah cap semacam itu tidak menjadi beban bagi Golkar? Saya mau tanya, PPP itu Orde Baru atau bukan? Apakah mereka tidak menikmati? Kalau melihat perjalanan historis, ini semua kesinambungan masa lalu. Jangan dipikir semua ini terputus begitu saja. Anda yakin suara Golkar akan meningkat? Saya yakin. Golkar justru akan tinggal landas. Saya tidak bisa memastikan kenaikannya. Tapi yang berkompetisi tajam adalah partai urutan satu sampai empat hasil Pemilu 1999. Pada 2004 nanti, pasti akan terjadi pergeseran. Nah, saya yakin suara Golkar akan meningkat, dan ada partai lain yang turun suaranya. Jadi, Anda yakin perolehan suara PDIP akan merosot, bahkan partai itu kalah? Ramalan saya, Mega tidak akan sampai 2004. Saya melihat dari segi historis-politis dan realitas saja. Dalam kepemimpinan bangsa, ada dua kualitas, yaitu pemimpin bangsa yang berkualitas sebagai born leader. Artinya, pemimpin yang lahir dari kancah perjuangan bangsa secara langsung. Kedua, kualitas sebagai made leader. Pemimpin yang memiliki kualitas born leader akan lebih panjang daripada yang made leader. Kita telah memiliki dua pemimpin born leader, yaitu Bung Karno dan Pak Harto. Dan bila dikaitkan dengan ramalan Joyoboyo, Indonesia dipimpin oleh satrio kinunjoro atau seorang pejuang yang keluar-masuk penjara, yaitu Bung Karno. Lalu, dilanjutkan dengan kepemimpinan satrio yang mukti wibowo, yaitu Pak Harto. Nah, yang ketiga akan dipimpin oleh satrio piningit, satria yang masih dipingit oleh Tuhan. Itulah born leader ketiga yang disiapkan Tuhan Yang Maha Esa. Sebelum born leader ketiga ini muncul, ada made leaders, yaitu Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati. Umur pemerintahan Habibie dan Gus Dur tidak lebih dari 20 bulan. Saya kira, Mega juga akan demikian. Kenapa tidak bisa berumur panjang? Secara realitas, Mega tidak bisa menjawab persoalan-persoalan masyarakat. Yang justru terlihat, persoalan bertambah berat di masa pemerintahannya. Anda tidak mendukung Munaslub, tapi kabarnya mencalonkan Syamsul Muarif sebagai Ketua Partai Golkar? Lo, jika nanti ada Munaslub, kan kita bebas mencalonkan. Bisa jadi atau tidak jadi. Apakah alasan tidak menggelar Munaslub karena takut muncul figur pimpinan alternatif selain Akbar? Para pimpinan Golkar lain, seperti Agung Laksono atau Fahmi Idris, masih memberikan dukungan penuh kepada Akbar Tandjung. Bukankah ada suara dukungan untuk Susilo Bambang Yudhoyono untuk memimpin Golkar? Lo, dia bukan Golkar. Kalau dia diajukan, pasti dia ditolak oleh kalangan bawah Golkar. Akbar masih lebih bisa diterima daripada yang lain. Apalagi komponen lain dalam Golkar masih mendukung dia. Awalnya, Anda tidak aktif di Dewan Penasihat. Kenapa belakangan ini kembali aktif? Anda punya kepentingan khusus? Saya akui, sebelumnya saya tidak pernah hadir dalam rapat-rapat Dewan Penasihat. Niat aktif ini memang baru terjadi sekarang. Sebab, dalam berpolitik, saya menggunakan rasio dan naluri. Dus, naluri saya menyatakan saya untuk datang. Katanya Anda tidak mau aktif di Dewan Penasihat karena berada di urutan bawah? Dulu Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum Partai Golkar bersurat, meminta saya menjadi penasihat. Tapi urutan saya di bawah. Saya balas dengan tertulis: "Terima kasih atas pengangkatan sebagai penasihat. Tapi, bila nomor urutnya di bawah, lebih baik tidak." Masa, tidak ada yang tahu bahwa saya ini pendiri Golkar. Lalu, mengapa orang sepenting Anda tidak pernah menjadi Ketua Umum Golkar? Saya memang tidak pernah duduk dalam kepengurusan DPP. Itu kan aneh? Enggak aneh, wong namanya politik. Ada orang yang mengatakan saya tokoh kontroversial. Padahal tidak. Pak Harto pernah bilang, "Hardiman ini maunya apa?" Beberapa kali saya tersingkirkan dari posisi penting. Anda ini politisi yang bisa bertahan dalam beberapa zaman masa pemerintahan, ya? Tidak lelah? Bagi saya, merupakan kebahagiaan bisa bicara blak-blakan hingga saat ini, karena bicara terbuka itu tidak ada minusnya. Dulu saya dekat dengan Bung Karno, juga dekat dengan Pak Harto. Pada masa Pak Harto, saya enggak dapat apa-apa. Tapi di zaman Bung Karno saya masih diserahi tugas mengelola sebuah perusahaan, PT Berdikari. Nah, rezeki saya 99 persen saya gunakan untuk perjuangan. Yang saya makan hanya setitik hitam, kecil sekali. Jika saya mau kaya, bisa. Wong, dulu saya ambil alih perusahaan-perusahaan milik Belanda. Tapi saya tidak mau begitu. Saya takut enggak selamat, meski si A atau si B melakukannya tapi selamat. Nasib orang sendiri-sendiri, tidak perlu disesali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus