Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional? (22 Februari - 1 Maret 2002) | ||
Ya | ||
74,4% | 533 | |
Tidak | ||
23,7% | 170 | |
Tidak tahu | ||
1,8% | 13 | |
Total | 100% | 716 |
Pada saat perayaan bersama tahun baru Imlek ke- 2553 yang digelar Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia di Hall A Arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), Presiden Megawati Sukarnoputri mengeluarkan ketetapan: tahun-tahun mendatang Imlek adalah hari libur nasional. Sesungguhnya hampir tak ada hal baru dari keputusan itu. Tahun lalu, ketika masih menjabat presiden, Abdurrahman Wahid sudah menetapkan perayaan tersebut sebagai hari libur nasional fakultatif. Artinya hanya wajib bagi yang merayakannya.
Banyak yang senang dengan keputusan Mega ini. Terutama warga Tionghoa, kelompok etnis yang selama ini merasa sebagai minoritas dan terpinggirkan.
Begitupun keputusan Mega tersebut ditanggapi secara hati-hati. Termasuk kalangan Tionghoa sekalipun. Sinolog, Thung Ju Lan --seperti dikutip TEMPO pekan lalu-- menganggap Mega telah melemparkan pisau bermata dua. Pada satu sisi ada upaya penghargaan kepada masyarakat Tionghoa, namun saat bersamaan presiden telah membuka peluang munculnya tuntutan memperoleh penghargaan yang sama dari kelompok kepercayaan dan etnis minoritas lainnya. Ju Lan mencontohkan, bisa saja nantinya kelompok agama Kaharingan di Kalimantan juga menginginkan perayaan etnis atau agama mereka menjadi hari libur nasional. Juga kelompok lainnya. Dalam hitungan peneliti LIPI ini, jika semua dituruti, bisa-bisa orang Indonesia libur selama setahun. Sebab di Indonesia ada sekitar 300 etnis.
Kekhawatiran Ju Lan itu, yang juga dirasakan sejumlah kalangan, dasarnya adalah pertanyaan: apakah Imlek sebuah perayaan tradisi ataukah hari raya keagamaan? Dan jawabannya tak semudah Mega menetapkannya. Menurut Ju lan, Imlek memang bukan murni perayaan keagamaan, meski juga bukan berarti tak ada hubungannya dengan ritus keagamaan.
Lalu, tak ada jalan tengahnya? Ada, dan ternyata sederhana saja. "Jangan diperdebatkan. Rayakan saja bagi yang percaya," kata Ju Lan.
Mungkin begitu pula alasan peserta Indikator Tempo Interaktif pekan lalu. Mereka kebanyakan setuju Imlek libur. Nikmati saja. Sebab, "Siapa tahu jika rezim berganti, libur Imlek dibatalkan lagi."
Jajak Pendapat Pekan Depan:
Anggota DPR diam-diam sedang mengusulkan kenaikan gaji mereka. Usulan itu bahkan sudah dibicarakan dalam rapat tertutup Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), Desember 2001. Beberapa anggota BURT mengusulkan agar gaji pokok anggota Dewan sebesar Rp 4,2 juta dinaikkan dengan mengurangi jumlah tunjangan. Jumlah yang diperoleh tetap sekitar Rp 12 juta. Ketika usulan ini keluar, tak pelak langsung memicu protes sejumlah kalangan. Mereka beralasan, usulan itu cuma akal-akalan anggota Dewan untuk memperoleh pensiun lebih besar nantinya. Bagaimana pendapat Anda sendiri? Perlukah gaji anggota DPR dinaikkan? Suarakan pendapat Anda melalui situs www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo