Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Tugas Masing-masing Sudah Jelas

3 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Posisi Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto sedang tidak enak. Ia dianggap tak memprioritaskan proyek penanggulangan banjir, yang menyebabkan sejumlah daerah, termasuk Ibu Kota, lagi-lagi tenggelam pada musim hujan. Namun Djoko menyangkal jika disebut tidak berbuat apa-apa. Ia mengklaim telah membangun 11 waduk dalam waktu 9 tahun. Semisal Bendungan Benel di Bali, Waduk Ponre-Ponre di Sulawesi Selatan, Waduk Keuliling di Aceh, dan Waduk Kedungbrubus di Madiun. Sedangkan 28 waduk lain sedang dalam proses pembangunan.

Sejauh ini, menurut dia, sejumlah waduk yang sudah selesai dibuat membawa hasil nyata. Akhir tahun ini, misalnya, pembangunan Waduk Jatigede, Sumedang, akan rampung. Waduk itu bisa menampung 900 juta meter kubik air. Salah satunya dari Kali Cimanuk, yang menyebabkan wilayah Indramayu dan sekitarnya kerap terendam banjir.

Toh, Djoko menyadari koordinasi penanganan banjir masih lemah. Untuk itu, dia mengatakan perlu didorong kerja sama penanganan sungai antarpemerintah melalui Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. Jika nantinya pembangunan sodetan Ciliwung-Cisadane disepakati, tim ini yang akan mengelola.

Dua pekan lalu, Djoko menerima Heru Triyono, Mohammad Andi Perdana, Apriliani Gita Fitria, dan fotografer Aditia Noviansyah dari Tempo di kantornya. Penampilan menteri berusia 66 tahun ini—tertua di Kabinet Indonesia Bersatu II—terlihat sederhana: berkemeja batik lengan pendek merah dan memakai celana kain.

Selama wawancara, dia didampingi juru bicara Kementerian Pekerjaan Umum, Danis Sumadilaga, dan Direktur Jenderal Bina Marga Djoko Murjanto. Djoko Kirmanto sempat memprotes sampul Koran Tempo yang menggambarkan ia sedang membaca koran dan kakinya terendam air banjir.

1 1 1

Kenapa belum ada solusi permanen terhadap masalah banjir, khususnya di Jakarta?

Kami sudah ada master plan di Jakarta. Kami memiliki peta mana-mana saja yang harus diperbaiki. Semisal embung, pintu air, dan pompa. Peta dan master plan ini dipegang bersama, antara pusat dan provinsi. Tugas-tugasnya sudah jelas, masing-masing diwarnai, yang mana tugas pusat dan yang mana provinsi.

Dari master plan tersebut, apa yang jadi prioritas jangka pendek untuk mengatasi banjir?

Konsep mengelola banjir Jakarta itu pertama dengan memotong 13 sungai dengan kanal banjir. Yang barat, ada Kanal Banjir Barat. Yang timur, ada Kanal Banjir Timur. Keduanya sudah selesai. Baru diresmikan dua tahun lalu.

Setelah kanal banjir, apalagi yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum?

Kami mengerjakan sungai-sungai besar. Misalnya Ciliwung, Pesanggrahan, dan Sunter, Angke. Itu yang kami kerjakan (normalisasi), dari bawah (hilir) ke atas (hulu).

Lalu bagaimana mengatasi banjir di wilayah di antara dua kanal banjir itu?

Ada waduk-waduk kecil, seperti Waduk Melati di Tanah Abang, Waduk Pluit, Waduk Sunter, dan Waduk Setiabudi. Air hujan akan dimasukkan ke waduk, terus dipompa ke kanal banjir. Itu kan konsepnya....

Sodetan Ciliwung-Cisadane yang dapat menampung air sebanyak 200 meter kubik per detik dari Ciliwung apakah jadi direalisasi?

Akan kami coba desain lagi sebaik-baiknya. Masyarakat Tangerang menolak karena merasa dikorbankan. Padahal sebenarnya secara teknis bisa. Tapi kami paham, seakan-akan dikalah-pentingkan masyarakat sana.

Desainnya seperti apa?

Sistem buka-tutup. Sodetan akan dibangun sepanjang 1,2 kilometer dan berbentuk terowongan. Air itu dialirkan ke Tangerang, kalau Tangerang tidak banjir. Artinya, nanti ada pintu pengaturnya.

Kenapa tidak dari dulu dibuat sodetan tersebut sehingga banjir tidak meluas seperti sekarang?

Sodetan ini (Kali Ciliwung ke Kali Cisadane) sebenarnya telah masuk master plan PU (Pekerjaan Umum) pada 1990-an. Pada saat itu sudah akan disiapkan anggarannya, tapi pemerintah Tangerang tidak menerima konsep tersebut.

Bukankah bisa dijelaskan sistem pintu pengatur buka-tutup itu kepada pemerintah Tangerang?

Secara teknis, kami paham. Tapi masyarakat berpikir kenapa harus dibuang ke tempat mereka. Masyarakat di sana takut kebanjiran.

Jadi kapan kira-kira pengerjaan sodetan itu dimulai?

Sebelumnya, ya, dinormalisasi dulu. Tahun depan harus mulai normalisasi. Yang sempit diperlebar, yang rendah dibuat tanggul. Maka, meski hujan lebat, tidak banjir. Selanjutnya adalah negosiasi dengan masyarakat setempat. Kami harus meyakinkan wali kota, bupati, dewan perwakilan rakyat daerah, dan LSM (lembaga swadaya masyarakat) di sana.

Bagaimana sebenarnya kondisi Kali Cisadane sekarang?

Masih ada daerah yang perlu dinormalisasi. Masih ada sepanjang sungai yang perlu dipasangi tanggul. Dan ada anak-anak sungai yang kerap meluap yang harus kami kerjakan. Misalnya Kali Sabi. Sekarang sudah dinormalisasi untuk mengurangi banjir di daerah hilir Sungai Cisadane.

Sejak kapan Anda melakukan program normalisasi anak-anak sungai itu?

Dirjen SDA (Direktur Jenderal Sumber Daya Alam) melakukan program-program itu dari tahun lalu. Nah, sekarang sebenarnya tinggal Kali Cisadane, yang tahun depan harus kami mulai.

Apakah pengerjaan sodetan sudah masuk kesepakatan dalam pertemuan di antara beberapa kepala daerah di Katulampa?

Mereka belum sepakat. Masih terjadi perdebatan luar biasa. Kesepakatan belum bisa diterima. Ini masih dalam proses negosiasi. Karena itu, kami sebenarnya belum berani menetapkan kapan akan dimulai.

Jika nanti jadi, siapa yang akan mengelola sodetan ini?

Ini pola pengembangan wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane. Ada tim koordinasi. Namanya TKPSDA, Tim Koordinasi Pengembangan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane. Ini terdiri atas pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Banjir di kawasan pantai utara masih merendam Indramayu dan meluas ke Pemalang, Pekalongan, Kendal, Semarang, Pati, Rembang, dan Grobogan....

Pantura memiliki rezim sungai tersendiri. Jawa Barat rezimnya masuk Sungai Citarum. Citarum sudah dikerjakan (normalisasi), dimulai dari atasnya, turun sampai ke Karawang—sampai laut sudah selesai, makanya banjir di Bandung berkurang. Padahal tahun lalu di daerah Baleendah banjir sampai satu minggu.

Tapi kok Indramayu bisa banjir?

Itu debit air dari Kali Cimanuk yang sudah tidak bisa tertampung lagi. Kami sedang membangun Waduk Jatigede di Sumedang. Kalau jadi, banjir di hilirnya tidak akan terjadi lagi—seperti yang terjadi di Indramayu sekarang, karena akan tertampung di waduk ini.

Kapan beresnya, dan bisa menampung berapa kubik air?

Akhir tahun ini. Itu bisa 900 juta lebih meter kubik ditampung di sana.

Sebenarnya berapa banyak waduk yang sedang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum?

Yang sedang dalam proses pembangunan ada 28 waduk. Yang sudah selesai ada 11 waduk—dalam pengerjaan selama 9 tahun.

Contohnya?

Di Semarang, sedang kami bangun Waduk Jatibarang, sudah akan selesai. Di waduk itu ada stasiun pompa besar. Sebagian masalah banjir di Semarang kami harapkan segera tuntas. Kemudian ada Waduk Gondang di Karanganyar, Waduk Pacal di Bojonegoro, termasuk Waduk Bendo di Ponorogo.

Apakah semua sungai sudah memiliki sistem pengendali banjir?

Iya, semua sungai. Tidak hanya di Jakarta. Bahkan Sungai Ciujung, Banten, kini sedang dalam proses dibangun waduk. Tapi proses tendernya belum selesai. Setelah jadi, semoga banjir tidak terjadi lagi di sana. Maka tak ada lagi masyarakat yang mengungsi ke pinggiran jalan tol.

Angka 28 waduk itu termasuk waduk yang akan dibangun di Manado, Waduk Kuwil Kawangkuan?

Itu tahun depan dimulai. Dibuat untuk mencegah banjir yang terjadi di Kota Manado. Waduk itu bisa menampung 23 juta kubik air di bawah Danau Tondano. Sedang didesain.

Kementerian Pekerjaan Umum merilis total anggaran 2014 untuk pengendalian banjir sebesar Rp 1,15 triliun. Proyek apa saja yang jadi prioritas?

Saya minta tidak membicarakan masalah anggaran. Kalau anggaran biasa, saya serahkan ke level dirjen. Kalau rinci, saya tidak hafal, berapa untuk DKI, berapa untuk Citarum. Itu tidak mungkin....

Mengapa ruas jalan dan gorong-gorong di bawah Jalan Simatupang bisa ambles?

Kondisi Simatupang bagus. Bukan jalannya yang rusak, melainkan bawahnya jadi growong karena tergerus air. Growong itu berongga.

Sebenarnya adakah pemeriksaan atau audit gorong-gorong rutin yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum?

Audit teknis terhadap kondisi tanah kami lakukan terus dan tak ada masalah. Ada pemeliharaan rutin. Tiap waktu tertentu, per empat tahun, ada pemeriksaan berkala.

Hasil pemeriksaan awal Jalan Simatupang?

Kalau lihat sebelum dibongkar, permukaannya bagus, tak ada yang terpecah. Tapi bawahnya kosong. Orang enggak tahu ini rusak kalau tidak dikasih tahu. Malam pertama dan kedua, kami kasih tahu bahwa mobil kecil masih boleh. Tapi mobil besar enggak boleh. Makanya kami putus dan buat jembatan.

Bagaimana proses perbaikannya? Benarkah batal menggunakan box culvert?

Ya, semula desain kami beri box culvert (dinding gorong-gorong). Sudah diletakkan dua, tapi tak jadi dipasang. Jadi hanya dibuat jembatan. Box tidak dipakai, nanti dikembalikan.

Konsepnya akan dibuat jembatan saja di jalan itu?

Jembatan, tapi enggak sampai satu meter tingginya.

Menurut Anda, lebih bagus pakai box culvert atau jembatan?

Pakai jembatan, tapi membutuhkan waktu lebih lama dan biaya lebih besar. Box itu seminggu bisa selesai karena tinggal taruh. Tapi tidak bisa karena airnya deras sekali.

Pada saat banjir dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ke sana, tanggul dijebol untuk mengalirkan air. Benarkah itu memperparah kondisi Jalan Simatupang?

Kami berpikir sebagai anak bangsa, jadi jangan mengadu domba untuk hal yang tidak penting seperti itu. Yang pasti, entah karena perintah siapa, tanggulnya dijebol. Padahal tanggul itu bagian dari konstruksi. Untuk masang armco (gorong-gorong baja) harus ada tanggul itu.

Apakah gorong-gorong sendiri (bagian bawah tanah) adalah wewenang dari Direktorat Jenderal Bina Marga?

Ya, karena gorong-gorong adalah pendukung dari jalan. Itu bagian dari Bina Marga.

Cakupan kewenangan pengelolaan bawah tanah atau gorong-gorong itu bagaimana aturannya?

Gorong-gorong itu bagian dari jalan. Jembatan juga. Jalan kan dibagi statusnya: pusat, provinsi, dan kabupaten. Misalnya Jalan Antasari, itu jalan provinsi, Simatupang jalan nasional. Yang ada di bawah jalan itu kewenangan mengikuti status jalannya.

Apakah ruang di bawah 50 meter dari permukaan tanah (seperti basement) statusnya akan menjadi ruang publik?

Saya belum tahu itu. Yang pasti, kalau soal gorong-gorong, peraturan gubernur mengacu pada peraturan menteri sektor. Aturannya sama. Kewenangan jalan dan yang di bawahnya mengikuti statusnya: pusat atau provinsi.

Djoko Kirmanto
Tempat dan Tanggal Lahir: Pengging, Jawa Tengah, 5 Juli 1943

Pendidikan:

  • Pascasarjana Land and Water Development Institute for Hydraulic and Environmental Engineering, Delft, Belanda (1977)
  • Sarjana Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1969)
  • Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Boyolali (1961)

    Karier:

  • Menteri Pekerjaan Umum (2004-2009 dan 2009-2014)
  • Direktur Jenderal Pengembangan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2001-2004)
  • Asisten I Bidang Pengembangan Pembangunan Perumahan Negara (1997-1999)
  • Direktur Bina Program Direktorat Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum (1997)
  • Inspektorat Wilayah Departemen Pekerjaan Umum (1992-1993)
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus