Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun mengatakan gencatan senjata antara Hamas dan Israel di Gaza bisa jadi tak berlaku permanen jika tidak dibarengi upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Menurut Al-Shun, solidaritas dan dukungan moral serta politik dari komunitas internasional terhadap Palestina hanya berakhir sia-sia apabila tidak ada tindakan nyata untuk menekan Israel.
Al-Shun menyarankan bantuan untuk rakyat Palestina disalurkan lewat jalur resmi.
MELALUI pesawat televisi di ruang kerjanya, Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair al-Shun, mencermati pemberitaan setelah terjadi gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza. Ia menyetel Al-Jazeera berbahasa Arab yang menayangkan situasi perayaan warga Palestina di berbagai tempat, antara lain di Umm al-Fahm. "Itu kota bersejarah Palestina yang diduduki Israel. Meski berkewarganegaraan Israel, orang Palestina di sana terus memprotes dan melawan Zionisme," kata Al-Shun dalam wawancara khusus dengan Tempo di kantornya, Jumat, 21 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Al-Shun, 62 tahun, mengatakan kemeriahan perayaan yang terlihat di sekitar Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, Tepi Barat, hingga jalan-jalan di wilayah Gaza menggambarkan kemenangan rakyat Palestina atas Israel. Berlaku mulai Jumat dinihari, 21 Mei lalu, gencatan senjata yang diinisiasi Mesir itu mengakhiri 11 hari pertempuran yang menewaskan lebih dari 250 warga Palestina di Gaza, termasuk 67 anak, dan 12 orang di pihak Israel. Namun gencatan senjata di Gaza tidak otomatis menghentikan bentrokan antara pasukan keamanan Israel dan warga Palestina di wilayah lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konflik antara Israel dan Palestina, termasuk di Gaza, telah meletus berkali-kali. Setiap pertikaian yang berujung pada jatuhnya korban warga sipil selalu memantik reaksi komunitas internasional. Di Indonesia, misalnya, masyarakat menggelar unjuk rasa di berbagai tempat untuk mengecam serangan Israel ke Palestina. Warga Indonesia juga bersimpati dengan menggalang dana. Menyambut hangat dukungan masyarakat Indonesia itu, Al-Shun tak lupa mewanti-wanti, "Sebaiknya (donasi) disalurkan lewat jalur resmi.”
Kepada wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi dan Gabriel Wahyu Titiyoga, Al-Shun menceritakan pemicu pertempuran antara Israel dan Hamas kali ini, dukungan negara-negara Arab, posisi Amerika Serikat, pemilihan umum Palestina, hingga kritiknya atas minimnya tindakan nyata komunitas internasional untuk menyudahi konflik Israel-Palestina. Didampingi penerjemah Ardhika Wahyu Kuncoro, Al-Shun juga menanggapi maraknya aksi penggalangan dana untuk rakyat Palestina di beberapa daerah di Indonesia. Ia menjawab pertanyaan dalam bahasa Inggris dan Arab.
Dalam dua pekan terakhir sebelum gencatan senjata, konflik di Palestina lebih banyak terjadi antara militer Israel dan Hamas. Apa yang dilakukan Otoritas Palestina untuk meredakan konflik?
Demonstrasi dan pemberontakan tidak hanya terjadi di Jalur Gaza, tapi juga di Yerusalem dan Tepi Barat. Semua bagian kota di Tepi Barat bersinggungan dengan tentara Israel dan ada sekitar 30 warga Palestina yang terbunuh di Tepi Barat. Wewenang kami tentu saja menguasai seluruh area, mengelola dengan baik, dan berusaha bertahan dalam segala situasi. Kami juga berusaha berkonsultasi dengan komunitas internasional untuk mengakhiri pembunuhan warga sipil Palestina oleh serangan pesawat dan roket Israel, tank, apa pun itu. Israel punya senjata berat dan teknologi serta mendapat dukungan senjata dari Amerika Serikat dan negara lain. Tidak seperti pihak kami yang hanya memiliki roket buatan lokal.
Benarkah beberapa peristiwa di Yerusalem Timur, khususnya penutupan Masjid Al-Aqsa dan pengusiran keluarga Palestina di Syekh Jarrah, menjadi katalis utama pertempuran antara Hamas dan Israel kali ini?
Dua minggu terakhir kami menyebutnya demonstrasi dan kekerasan karena Yerusalem. Aktivitas Israel melawan Yerusalem. Mereka tidak memperbolehkan umat Islam mencapai Al-Aqsa untuk beribadah di bulan Ramadan. Kedua, pengusiran warga Palestina di Syekh Jarrah. Tampaknya otoritas Israel tidak memahami bahwa Yerusalem tidak akan pernah bersatu dengan Israel. Itu ibu kota kami dan kami akan berjuang sampai mati untuk itu.
Seberapa jauh Hamas terlibat dalam negosiasi gencatan senjata?
Mesir menginisiasi gencatan senjata dan diterima Israel. Kemudian semua fraksi di Gaza juga setuju. Bukan hanya Hamas, tapi juga Gerakan Jihad Islam, Front Populer, Front Demokratik, Gerakan Fatah. Mereka semua yang berdiri dan berperang serta melakukan semua upaya untuk melawan tentara Israel.
Anda optimistis gencatan senjata kali ini berlangsung efektif?
Gencatan senjata permanen tidak akan terjadi kecuali Israel menerima solusi politik, yaitu menarik diri dari wilayah kami dan menerima kewarganegaraan kami, ibu kota kami, menyetujui inisiatif perdamaian. Tapi semua itu mustahil jika Israel terus menduduki wilayah Palestina, memblokade, dan membuat masalah. Ini bukan serangan pertama. Pada 2008, 2014, dan dalam kurun waktu di antaranya, terjadi pembunuhan, perusakan. Mereka setiap hari menyerang kota dan desa di Tepi Barat, Yerusalem, dan mengepung Gaza. Ini militer dan mentalitas Israel.
Apakah ada persyaratan dari Otoritas Palestina untuk gencatan senjata ini?
Tentunya kami harus bekerja secara politik dan diplomasi untuk mengakhiri pendudukan. Masalah utamanya adalah pendudukan. Kami harus mengakhirinya dan menjadi negara merdeka dengan ibu kota Yerusalem Timur. Yerusalem adalah harga mati. Tidak ada yang bisa menerima solusi apa pun tanpa Yerusalem.
Banyak negara mengutuk serangan Israel. Namun di Perserikatan Bangsa-Bangsa sepertinya sulit bagi Palestina mendapatkan dukungan karena hak veto Amerika Serikat. Bagaimana Otoritas Palestina melihat situasi ini?
Kami memperoleh dukungan penuh dari komunitas internasional. Kami menghargai dukungan politik ataupun bantuan untuk Palestina, tapi itu semua tidak cukup. Kami percaya, dan saya percaya, harus ada tindakan nyata terhadap Israel, misalnya blokade ekonomi atau politik. Dengan cara ini, saya yakin Israel akan patuh dan menerima solusi politik apa pun dari masyarakat internasional. Di Dewan Keamanan (PBB), sayangnya, Amerika selalu berada di belakang Israel. Setiap kali ada keputusan politik atau kecaman yang menyulitkan Israel, Amerika menggunakan hak vetonya. Amerika tidak bersikap adil.
Apakah Anda menilai komunitas internasional semestinya bisa berbuat lebih banyak untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina?
Saya dapat mengatakan dalam satu kalimat dan saya minta maaf untuk mengatakan bahwa komunitas internasional absen. Mereka selalu mengatakan, "Oke, kami mendukung Anda.” Mendukung kami di level mana? Anda harus mengambil tindakan melawan Israel seperti yang Anda lakukan di belahan bumi lain. Mengapa Israel dibiarkan bertindak sewenang-wenang? Semua orang mengetahui wilayah Palestina, dari sungai (Yordan) sampai Laut Mediterania, adalah untuk rakyat Palestina.
Anda tampak geram atas keadaan ini.
Sudah banyak resolusi yang disahkan Majelis Umum dan bahkan Dewan Keamanan (PBB) yang ditolak Israel. Sepertinya belum ada yang dilaksanakan. Komunitas internasional jangan hanya mengatakan, "Oke, kami bersamamu,” lantas hanya berdiri atau tidak melakukan apa pun. Ini tidak dapat diterima.
Apa harapan Anda terhadap komunitas internasional?
Setelah pertempuran kali ini, komunitas internasional harus bergerak serius untuk mencari solusi politik sesuai dengan resolusi PBB. Semua mengetahui Israel berdiri pada 1948 berdasarkan Resolusi 181. Seharusnya ada dua negara di wilayah itu. Tapi coba lihat apa yang dilakukan Israel. Mengapa komunitas internasional tidak mampu menegakkan resolusi itu dan menekan Israel untuk menerima bagian lain dari wilayah itu adalah milik Palestina? Inilah yang kami cari dan butuhkan dari komunitas internasional.
Bagaimana negara-negara di Timur Tengah, khususnya Liga Arab, merespons situasi yang dialami Palestina?
Semua negara Arab juga mencari solusi untuk mengakhiri penyerangan dan pembunuhan warga sipil di Gaza dan bagian lain Palestina oleh pasukan Israel. Arab Saudi, Qatar, Yordania, Aljazair, Tunisia, hingga Maroko terus mengikuti perkembangan situasi dan berusaha secara politik untuk menghentikan konflik ini.
Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair al-Shun (tengah) menyambut kedatangan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj (kiri) dan Sekjen Helmi Faishal Zaini di kediamannya, Jakarta, Senin (17/5/2021). ANTARA /Indrianto Eko Suwarso
Apakah negara-negara Arab tidak bersuara cukup lantang untuk membela Palestina?
Saya tidak setuju dengan Anda. Komite Menteri Liga Arab bertemu di Kairo selama krisis dan mereka telah mengambil resolusi yang kuat mengenai hal ini. Bahkan semua parlemen negara-negara Arab juga bertemu beberapa hari lalu mengenai masalah yang sama dan mereka mengambil resolusi yang kuat terhadap Israel untuk mengakhiri pendudukan, penghancuran, dan pembunuhan orang-orang yang tidak bersalah di Palestina. Mungkin (isu Palestina) bukan prioritas utama mereka, tapi secara umum kami dapat mengatakan semua negara Arab khawatir atas apa yang terjadi di Palestina: Tunisia, Maroko, Irak, Suriah, Libanon, bahkan Yaman yang sedang menghadapi masalah besar.
Indonesia selalu menyatakan mendukung Palestina setiap kali ada konflik. Apakah dukungan Indonesia kali ini sudah cukup kuat?
Apa pun yang kami minta, pemerintah Indonesia siap memihak Palestina. Para pemimpin dan rakyat Palestina sangat menghargainya. Peran Indonesia sangat penting di kawasan. Saya telah melihat pernyataan bersama Presiden Joko Widodo, Perdana Menteri Malaysia, dan Sultan Brunei Darussalam. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat juga membuat pernyataan bersama dengan saya. Palestina harus meraih kemerdekaan dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Inilah prinsip dari Indonesia yang sangat diapresiasi oleh seluruh rakyat dan pemimpin Palestina.
Selain pemerintah Indonesia yang memberikan dukungan politik, donasi, dan bantuan kemanusiaan, masyarakat Indonesia juga membela Palestina melalui unjuk rasa. Bagaimana tanggapan Anda?
Demonstrasi di jalan-jalan untuk memprotes Amerika dan menentang Israel adalah gambaran perasaan masyarakat Indonesia. Mereka mendukung dan memberikan semangat kepada kami. Kami sangat menghargainya. Tokoh agama Said Aqil Siroj datang ke tempat saya dan menyampaikan posisinya dan Nahdlatul Ulama. Mereka siap membantu apa pun yang kami butuhkan. Majelis Ulama Indonesia melakukan hal serupa. Aqsa Working Group juga datang ke sini. Banyak orang datang untuk bersolidaritas, memberikan bantuan dan dukungan, secara finansial dan politik.
Bagaimana Anda menanggapi aksi penggalangan dana untuk rakyat Palestina yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat?
Ini masalah yang sangat penting. Saya sudah berkali-kali menekankan soal ini. Saya berbicara secara resmi kepada semua orang dan media bahwa apa pun yang disalurkan melalui jalur resmi, misalnya kedutaan, akan masuk ke Palestina. Tapi apa pun yang terjadi di jalan atau tempat lain, saya tak dapat menanggapinya karena saya tidak tahu ke mana perginya, siapa yang mengumpulkannya, dan mereka akan memberikannya untuk siapa. Jadi sebaiknya bantuan disalurkan melalui Kementerian Luar Negeri atau langsung kepada petugas kedutaan Palestina.
Apakah Anda menyarankan orang-orang berhenti mengumpulkan uang di jalan atas nama Palestina?
Tidak, tidak. Apa pun yang dikumpulkan dengan cara itu bersifat pribadi. Itu tidak resmi. Ada beberapa organisasi yang mendatangi saya dan mereka memberikan bantuan secara resmi dengan kuitansi dan pemberitaan. Itu dicatat, tak perlu diragukan lagi. Tapi apa yang terjadi di jalan, saya tidak tahu tentang itu. Saya tidak menerima satu rupiah pun dari hasil penggalangan dana yang berlangsung di jalan.
Apakah Anda mengetahui ada warga Indonesia yang ingin pergi ke Gaza untuk membantu rakyat Palestina melawan Israel?
Ada banyak rintangan dan larangan yang diberlakukan Israel di sekeliling Gaza. Tidak ada yang bisa masuk karena sepenuhnya dikendalikan Israel. Seluruh wilayah Gaza diblokade. Tanpa visa dari mereka (Israel), tidak ada orang yang bisa melewati pos pemeriksaan. Kami tidak menyerukan teman-teman dan saudara kami di Indonesia untuk datang dan berperang. Tentu kami membutuhkan dukungan dan suara kalian untuk melawan pendudukan Israel.
Palestina batal menggelar pemilihan umum setelah Presiden Mahmoud Abbas menundanya, akhir April lalu. Apa penyebabnya?
Salah satu masalah utamanya adalah Yerusalem. Israel melarang orang Palestina yang tinggal di sana memilih dan dipilih. Ini bertentangan dengan Perjanjian Oslo antara PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) dan Israel. Karena itu, pemilu untuk PNC (Dewan Nasional Palestina) yang semestinya berlangsung pada 22 Mei dan pemilihan presiden 31 Juli ditunda.
Apa langkah yang ditempuh Otoritas Palestina untuk memastikan pemilu bisa digelar?
Lewat jalur diplomasi, kami terus mengajak seluruh komunitas internasional agar menekan Israel supaya menerima rakyat Palestina di Yerusalem mengikuti pemilu dan menggunakan hak suara. Jika itu terlaksana, Presiden Mahmoud Abbas akan segera memutuskan waktu paling tepat untuk menggelar pemilu.
Bagaimana upaya Otoritas Palestina memfasilitasi dua kelompok besar, Hamas dan Fatah, agar bisa berekonsiliasi menyiapkan pemilu dan menghadapi isu lain di Palestina?
Rakyat Palestina sekarang telah bersatu. Hamas menerima (permintaan menggelar) pemilu. Begitu juga Fatah. Artinya, tidak ada persoalan di situ. Tapi Israel terus menghalangi dan mengacaukan rencana kami menggelar pemilu.
Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, masih tinggal di pengasingan di Qatar. Apakah sudah ada komunikasi dengannya tentang kondisi Palestina?
Ismail Haniyeh dan para pemimpin Hamas lain berada di luar negeri sesuai dengan pilihan mereka. Haniyeh pergi dari Gaza ke Turki, Doha, dan tempat lain untuk safari diplomatik dan memilih tinggal di sana. Tidak ada yang memaksanya keluar dari Palestina. Jadi dia bisa dengan mudah kembali ke Gaza, tempat dia berasal.
Beberapa waktu lalu Ismail Haniyeh dikabarkan menyurati Presiden Joko Widodo dan meminta dukungan negara-negara berpenduduk mayoritas muslim lain membantu menekan Israel. Apakah Anda mengetahui hal itu?
Saya hanya mengetahuinya lewat pemberitaan. Secara resmi tidak ada informasi itu, baik dari pemerintah Anda maupun pemerintah kami. Kami tidak tahu melalui saluran mana surat itu sampai kepada Presiden Joko Widodo, apakah itu benar, ataupun siapa yang menerbitkannya.
Seperti apa komunikasi antara Otoritas Palestina dan Hamas?
Kedutaan Palestina mewakili semua rakyat Palestina. Saya berbicara atas nama presiden kami. Jadi, secara resmi, jika ada sesuatu yang harus disampaikan kepada para pemimpin Anda, harus datang melalui saya. Tidak disampaikan secara langsung.
Presiden Mahmoud Abbas bersikap lebih terbuka terhadap pemerintah Presiden Joe Biden. Apakah ini menjadi bagian dari strategi Palestina untuk mendekati Amerika Serikat yang selama ini dikenal mendukung Israel?
Presiden Joe Biden telah mengirim surat kepada Presiden Abbas dan berbicara tentang gencatan senjata. Pemerintah Amerika sekarang percaya mereka harus melakukan pendekatan dan mengarahkan pembicaraan dengan PLO, dengan Otoritas Nasional Palestina. Tidak ada alternatif. Siapa pun yang berurusan dengan Israel dan melompati Otoritas Palestina, dia akan gagal. Lihatlah Donald Trump. Dia berbuat kesalahan besar karena mengabaikan Palestina. Dia gagal dalam pemilu, terdepak dari kursi presiden, karena kebijakan luar negerinya di Palestina.
ZUHAIR AL-SHUN | Tempat dan tanggal lahir: Irtah, Palestina, 31 Juli 1958 | Pendidikan: Sekolah Menengah Toulkarem, Palestina; Magister Administrasi Bisnis, University of Rajasthan, Jaipur, India; Phd Bidang Administrasi Bisnis, University of Rajasthan (1990) | Karier: Konsuler Kedutaan Besar Palestina untuk Tunisia (1991-1995); Direktur Jenderal Urusan Arab dan Islam, Bagian Politik, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) (1995-2005); Duta Besar Palestina untuk Bosnia-Herzegovina (2006-2008); Duta Besar Palestina untuk Republik Demokratik Federal Ethiopia, Kenya, dan Uganda (2008-2015); Wakil Tetap PLO untuk Uni Afrika (2008-2015); Wakil Tetap PLO untuk United Nations Human Settlements Programme (UN Habitat) dan United Nations Environment Programme (2008-2015); Duta Besar Palestina untuk Kerajaan Maroko (2015-2017); Duta Besar Palestina untuk Republik Indonesia (2017-sekarang)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo