Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=arial size=1 color=brown><B>Tarif Angkutan Umum</B></font><BR />Tarik-Ulur Harga Ekonomi

Penurunan tarif belum serempak. Pemerintah berencana membebaskan bea masuk komponen angkutan umum.

19 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SURAT itu dilayangkan Kamis sore pekan lalu. Dikirim oleh Dewan Transportasi Kota Jakarta kepada Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Fauzi Bowo, isinya memberikan masukan soal kisaran tarif angkutan umum yang akan diturunkan. ”Kami sarankan turun Rp 500,” kata Edie Toet Hendratmo, Ketua Dewan Transportasi.

Penurunan itu merujuk pada harga baru premium dan solar, kini Rp 4.500 per liter, yang hari itu mulai berlaku. Lembaga transportasi ini diminta menghitung ulang tarif angkutan di Ibu Kota setelah pemerintah pusat mengumumkan rencana penurunan harga bahan bakar minyak.

Dewan Transportasi juga menyarankan pemerintah daerah menyusun matriks ongkos angkutan dan menghilangkan pungutan liar di lapangan.

Masukan tersebut diberikan setelah lembaga itu bertemu dengan Dinas Perhubungan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dan seorang perwakilan pengusaha angkutan. Sayang, Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan Raya (Organda), yang juga diundang dalam pertemuan, tidak datang.

Besoknya, masukan dari Dewan Transportasi itu dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Fauzi Bowo berharap penurunan tarif itu langsung disetujui. ”Kalau hari ini diterima, besok kita terapkan,” katanya. Ternyata Fauzi Bowo harus menunda keinginannya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta baru akan membahas tarif itu Senin ini.

Imbauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tarif angkutan turun 10 persen ternyata tidak mudah dilaksanakan. Sejauh ini, penurunan ongkos angkutan itu baru dirasakan di beberapa daerah. Selasa pekan lalu, Departemen Perhubungan dan Organda juga sepakat menurunkan tarif angkutan kota antarprovinsi 7,46 persen. ”Tapi perhitungan tarifnya mengabaikan kenaikan harga komponen lain,” Ketua Bidang Angkutan dan Prasarana DPP Organda Rudy Thehamihardja memberikan catatan.

Padahal, kata Sekretaris Organda DKI Jakarta T.R. Panjaitan, tarif angkutan ini semata-mata tidak ditentukan oleh harga bensin. Alasannya, turunnya biaya bahan bakar tidak dibarengi oleh harga suku cadang.

Harga komponen ini malah naik 20 persen sejak akhir Desember lalu, gara-gara nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar. Padahal komponen yang menyumbangkan 40 persen biaya operasional ini dibeli dari luar negeri. ”Biaya produksi perusahaan jadi meningkat,” katanya. Kondisi ini juga dirasakan pengusaha angkutan di daerah.

Faktor itu, kata Panjaitan, menyebabkan tarif yang berlaku saat ini di bawah biaya pokok angkutan. Ia juga mengeluh, pengeluaran perusahaan tidak diimbangi pendapatan karena turunnya faktor muatan, yang kini hanya 70-80 persen. Itu sebabnya Organda DKI pernah meminta, kalaupun tarif angkutan di Ibu Kota turun, persentasenya hanya enam persen atau Rp 150 dari tarif saat ini.

Belum lagi soal pungutan liar. Gara-gara setoran tak jelas ini, Organda menghitung, uang yang ”hilang” dari kantong pengusaha angkutan Rp 17 triliun per tahun. Angka itu didapat setelah menghitung total kendaraan umum yang beredar di Indonesia sekitar 6,27 juta unit. Tiap kendaraan, kata dia, minimal kena pungutan Rp 7.500 per hari.

Karena itu, Panjaitan meminta Organda diberi kesempatan—bersama pemerintah daerah dan Dewan Transportasi—menyusun format baru perhitungan tarif yang lebih fleksibel. ”Format baru ini harus bisa menyesuaikan secara otomatis bila harga minyak turun sekian persen, tarif angkutan turun sekian persen,” ujarnya.

Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menyesalkan langkah organisasi pengusaha angkutan yang belum juga menurunkan tarif. Organda, kata dia, terlalu banyak memberikan alasan. ”Dari harga BBM tinggi, suku cadang, pungli, sampai rute yang tidak efektif,” katanya.

Anggota Dewan Transportasi, Soetanto, juga menyayangkan sikap Organda. Menurut dia, Organda dulu yang pertama-tama mengusulkan kenaikan tarif saat harga bensin naik. ”Tapi sekarang kenapa bilang bahan bakar tidak berpengaruh langsung?” ujarnya. Organda, kata dia, juga tidak pernah memaparkan hasil perhitungannya.

Pemerintah sendiri berencana membebaskan bea masuk komponen angkutan umum, baik angkutan orang maupun barang. Insentif ini diharapkan bisa menurunkan tarif transportasi umum dan perdagangan, yang buntutnya menurunkan harga barang.

Panjaitan setuju dengan rencana itu asalkan izin impor langsung diberikan ke pengusaha angkutan, bukan ke agen tunggal pemegang merek. ”Agar suku cadang benar-benar untuk angkutan umum,” ucapnya.

Yandhrie Arvian, Eka Utami Aprilia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus