Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font size=1 color=#FF0000>MENTERI KEUANGAN</font><br />Sri Mulyani Indrawati

Mereformasi birokrasi dan memiliki kredibilitas tinggi di percaturan internasional. Dia paling pantas menjadi Lapangan Banteng 1.

19 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJELANG makan siang dimulai, pada hari pertama Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Pittsburgh, Amerika Serikat, akhir September lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendatangi Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Pembicaraan singkat terjadi. Sejenak kemudian, Presiden Obama mendatangi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Memakai kata pertama ”maaf”, Obama menyatakan penyesalannya atas insiden kecil yang baru terjadi.

Insiden? Seharusnya Yudhoyono yang menjadi pembicara pertama dalam sesi pagi itu. Entah kenapa, Obama yang menjadi moderator lupa jadwal dan memberikan kesempatan pertama kepada kepala negara lain.

Tentu delegasi Indonesia tak nyaman karena tak ada penjelasan tentang perubahan jadwal. Juru bicara Presiden, Dino Patti Djalal, ikut bicara dengan penyelenggara. Menteri Sri Mulyani rupanya lebih suka cara lain: langsung berbicara dengan Obama.

Menteri Keuangan Indonesia itu memang dikenal lugas, kritis, berani, dan percaya diri. Ia juga punya relasi luas di Amerika dan dunia internasional. Sri, antara lain, pernah menjadi Direktur Eksekutif IMF dan konsultan USAID—lembaga donor Amerika.

Kiprah Sri Mulyani, 47 tahun, di berbagai forum internasional itu mengundang pujian Tony Prasetiantono. Kepala Ekonom BNI Sekuritas ini melihat peran Indonesia cukup diperhitungkan di G-20, forum kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC), dan forum perdagangan bebas ASEAN (AFTA). Sofjan Wanandi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, juga mengakui reputasi Sri Mulyani di mata dunia luar.

Majalah The Economist memberi catatan tentang Sri Mulyani dalam laporan khusus tentang Indonesia edisi awal September lalu. Menteri Keuangan Indonesia ini, menurut majalah ekonomi dengan reputasi terbaik di dunia itu, merupakan anggota tim Presiden Yudhoyono yang paling mengagumkan di mata bankir asing dan kalangan bisnis. Ia bisa menumbuhkan ekonomi justru ketika ekonomi negara lain minus.

Menurut wanita paling berpengaruh di dunia ke-23 pilihan majalah Forbes pada 2008 ini, sukses Indonesia karena melakukan hal fundamental dalam ekonomi: perbaikan aturan bisnis, pemangkasan regulasi, reformasi birokrasi, dan perubahan pola belanja pemerintah—dengan memotong subsidi dan berinvestasi lebih banyak di bidang infrastruktur serta pendidikan.

Doktor ekonomi lulusan Universitas Illinois Urbana-Champaign, Amerika Serikat, ini rupanya bisa bicara tentang ekonomi di forum apa pun—dari tingkat internasional sampai lomba cerdas cermat sekolah lanjutan atas. Di gedung Departemen Keuangan, Jakarta, Agustus lalu, ia menerangkan soal anggaran negara kepada peserta lomba cerdas cermat APBN. Dosen Universitas Indonesia ini mengibaratkan menyusun belanja negara seperti membuat daftar belanja rumah tangga.

”Departemen Pendidikan minta kenaikan dana. Tentara nasional ingin dibelikan kapal selam yang bisa naik-turun, tidak yang hanya bisa menyelam tapi enggak bisa naik lagi. Departemen Keuangan tak bisa meluluskan semua permintaan. Jadi harus ada prioritas, ada yang dikurangi, ada yang ditambah,” ujar ibu tiga anak ini. Para siswa peserta lomba itu pun manggut-manggut.

Sri tak suka bicara berputar-putar. Bahasanya terang dan langsung. Ketika melantik pejabat eselon dua Direktorat Jenderal Pajak, Jumat dua pekan lalu, ia menyeru anak buahnya mengejar para pengemplang pajak tanpa kecuali. Penerimaan negara harus digenjot untuk memenuhi target setoran.

Ia piawai mengelola fiskal, tapi juga sukses mereformasi Departemen Keuangan. Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ini mengubah departemen yang dulu dikenal salah satu sarang korupsi itu.

Tentu saja ongkos reformasi itu tak murah. Ia melipatgandakan tunjangan gaji karyawan sehingga take home pay menjadi Rp 2,091 juta hingga Rp 49,33 juta.

Kendati kritik mengalir deras soal remunerasi yang besarnya dianggap gila-gilaan, ia jalan terus. Ia yakin tak mungkin seorang Direktur Jenderal Pajak yang mengelola duit Rp 700 triliun hanya bergaji Rp 10 juta. Tony berpendapat reformasi gaya Sri Mulyani ini baru kelihatan hasilnya paling tidak empat tahun mendatang.

Ekonom Universitas Gadjah Mada, Sri Adiningsih, menilai di tangan Sri Mulyani tak ada masalah yang heboh kecuali Bank Century. Sikapnya yang membela penyelamatan bank yang dibobol pemiliknya itu mendatangkan gelombang kritik. Jaringan Aktivis ProDemokrasi menilai penyelamatan Century dengan mengucurkan Rp 6,7 triliun telah merugikan negara.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat juga banyak yang tak sepakat Century diselamatkan. Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan (2004-2009), Harry Azhar Aziz, melihat pengawasan perbankan memang di tangan Bank Indonesia. Tapi, dalam kasus Century, pengambil keputusan akhir adalah Menteri Keuangan.

Sri Mulyani punya jawaban soal Century itu. Dalam wawancara dengan Tempo pada 28 September lalu, ia mengatakan tindakannya didasarkan atas niat menyelamatkan negeri dari ancaman krisis. ”Ternyata terbukti kondisi perbankan relatif stabil, berarti kami bisa mencegah krisis,” ujar pejabat pelaksana tugas Menteri Koordinator Perekonomian ini.

Doktor ekonomi yang di masa senggangnya mulai belajar menggesek biola ini rupanya paham bahwa sebagus apa pun kinerja, urusan kabinet mendatang sepenuhnya di tangan Presiden Yudhoyono. ”Saya tak mengevaluasi diri saya sendiri. Saya melapor kepada Presiden mengenai pekerjaan yang telah saya lakukan dan yang belum selesai,” katanya Senin pekan lalu.

Dengan prestasi dan reputasi yang dikumpulkan Sri Mulyani, majalah ini memilih dia untuk kembali mengisi pos yang sangat strategis di pojok Lapangan Banteng itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus