Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IA seorang doktor ekonomi lulusan Boston University, Amerika Serikat. Tapi hari itu, 10 Maret tahun lalu, di ruang sidang Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, politik telah menutup pintu baginya.
Hampir lima puluh pertanyaan ditujukan kepadanya. Ia, Raden Pardede, salah seorang calon Gubernur Bank Indonesia yang diajukan pemerintah, menjawab keraguan para anggota Dewan. ”Dari CV yang ada, Bapak dan Ibu bisa lihat rekam jejak saya,” ucapnya kalem.
Hari itu lelaki lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung ini tak mendapat suara dalam voting pemilihan. Seseorang sesama calon meraih 21 suara dari 50 anggota komisi yang hadir. Sisanya, 29 suara menolak keduanya. ”Ini keputusan politik,” kata Raden, yang sudah memprediksi kemungkinan itu, dalam jumpa pers sehari setelah uji kelayakan.
Sejumlah pengamat mengatakan Raden layak menjadi gubernur karena lebih memahami ekonomi makro. Kompetensi, profesionalisme, dan integritas Raden terasah dalam berbagai institusi. Dengan kapasitasnya itu, Tempo menempatkan Raden sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Raden Pardede disepakati sejumlah panelis dalam menyusun kabinet versi Tempo: pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance, Aviliani; Chief Economist Bank Mandiri Mirza Adityaswara; serta Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Benny Soetrisno.
Aviliani mengatakan Raden memiliki pemahaman ekonomi makro serta visi ke depan dalam perencanaan ekonomi. Ia memenuhi syarat umum menjadi menteri: memiliki pengalaman memimpin, bisa bekerja sama dalam tim, memiliki jaringan, serta berani mengambil keputusan. ”Pas untuk Bappenas,” ujar Aviliani.
Raden memang bukan orang asing di dunia itu. Namanya sudah digadang-gadang ketika bergabung dalam tim sukses Yudhoyono-Boediono dan mundur sebagai Komisaris Utama Perusahaan Pengelola Aset. Raden makin lengket dalam tim Yudhoyono-Boediono. Ia masuk Tim Jambu 51, tim bentukan Yudhoyono yang bertugas merancang kabinet dan bermarkas di Jalan Jambu Nomor 51, Menteng, Jakarta Pusat. Raden menolak berkomentar seputar terpilihnya dia sebagai Menteri Bappenas versi Tempo. ”Saya no comment,” ujarnya. ”Terserah panelis bilang apa.”
Raden Pardede, pria kelahiran Balige, Sumatera Utara, 17 Mei 1960, memulai karier di PT Pupuk Kujang. Ia lalu menjadi staf perencanaan di Departemen Perindustrian RI hingga 1990. Melalui pengalaman cukup panjang, hatinya mulai terpaut pada ilmu ekonomi, dan ia pun menjadi ekonom.
Pengalaman bekerja di keuangan dimulai sejak menjadi konsultan di World Bank 1994-1995 dan konsultan di Asian Development Bank pada 2000-2001. Ia juga mendirikan Danareksa Research Institute serta menjabat Direktur Eksekutif dan Chief Economist PT Danareksa hingga 2004.
Raden menjadi Wakil Koordinator Tim Asistensi Menteri Keuangan RI pada 2000-2004. Ia juga terpilih sebagai staf khusus Menteri Koordinator Perekonomian RI untuk periode 2004-2005 sekaligus Ketua Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Indonesia. Raden menjadi Wakil Direktur Utama Perusahaan Pengelola Aset dan komisaris BCA pada 2004.
Raden cemerlang, tapi tak semua orang yakin akan kemampuannya. Bekas anggota Komisi Keuangan dan Perbankan, Dradjad H. Wibowo, mengatakan pengalaman karier ekonomi Raden belum cukup untuk masuk dalam jabatan politis. Menurut dia, sebagian anggota DPR menolak Raden menjadi Gubernur Bank Indonesia karena belum punya pengalaman.
Alasan belum berpengalaman dalam mengelola birokrasi juga berlaku ketika Tempo menunjuk Raden untuk posisi Menteri Bappenas. ”Ia lebih pas sebagai akademisi daripada pengambil keputusan,” ujar Dradjad.
Dradjad mengatakan Raden juga memiliki catatan dalam kasus Bank Century. Menurut dia, Sekretaris Komite Stabilitas Sektor Keuangan merupakan posisi sentral dalam pengambilan keputusan Bank Century masuk penanganan atau penutupan. ”Kasus ini bisa jadi batu sandungan,” kata Dradjad.
Ekonom Lin Che Wei mengatakan, Raden lebih menguasai soal sistem stabilitas keuangan. Dikatakannya, kementerian ini kehilangan ”taji” setelah era Soeharto tumbang. Kementerian Bappenas sangat berkuasa ketika Orde Baru yang serba sentralistis. Menurut dia, tugas Raden—kalau terpilih—adalah mengembalikan fungsi strategis Bappenas dengan menyusun proyek jangka menengah atau panjang.
Staf ahli Bappenas, Dedi Masykur Riyadi, mengatakan Bappenas bukan hanya merencanakan soal ekonomi. Dia mengatakan menteri di pos ini harus lebih paham pembangunan sosial berkelanjutan. Dedi mengatakan penguasaan ekonomi makro bisa menjadi tambahan.
Dedi tak menyebutkan figur ideal yang mengisi posisi puncak di kementerian Bappenas ini. Menurut dia, kementerian ini lebih pas dijabat oleh pemimpin teknokratik. Menteri di pos ini juga harus memiliki hubungan luas dan visi ke depan. ”Ia juga harus mengerti politik, tapi bukan orang politik,” kata Dedi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo