Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font size=1 color=#FF0000>MENTERI PERTANIAN</font><br />Bayu Krisnamurthi

Rajin berkomunikasi dengan asosiasi-asosiasi pertanian, Bayu memiliki konsep yang utuh. Fokus pada gula, kelapa sawit, dan pupuk.

19 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI Bayu Krisnamurthi, birokrat tidak cukup hanya jujur dan memiliki kompetensi yang diperlukan. Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan ini melihat, pejabat pemerintahan harus pula mampu berkomunikasi dan memiliki jaringan luas.

Itu sebabnya Bayu rajin menjalin hubungan dengan sejumlah asosiasi di bidang pertanian dan perikanan. Pria kelahiran Manado, 18 Oktober 1964, ini pun mampu memetakan masalah-masalah pertanian lima tahun ke depan. ”Tantangannya adalah meningkatkan produktivitas, karena lahan yang semakin sempit,” tuturnya.

Suryo Bawono, Sekretaris Induk Koperasi Tani dan Nelayan, menilai Bayu sebagai sosok yang komunikatif dengan petani dan koperasi. Menurut dia, Bayu ”lebih mendengarkan petani daripada konglomerat”. Hasil pelbagai komunikasi itu, Suryo menyatakan, Bayu pernah melarang impor beras dan selalu mendukung pencairan kredit usaha kecil.

Pertanian menjadi perhatian Bayu sejak ia berusia muda. Ia mengingat, pada suatu Lebaran, 30 tahun silam, pergi ke rumah eyangnya di Blora, Jawa Tengah. Di sana, ia melihat kehidupan miskin petani dan lahan yang kering. ”Saya berniat berbuat sesuatu bagi masyarakat desa dan petani,” katanya.

Tamat dari sekolah menengah atas, Bayu pun memilih kuliah di Institut Pertanian Bogor—walau ketika itu ia juga diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ia mengambil program studi manajemen agribisnis. Konsisten dengan pilihannya, Bayu memperdalam ilmu ekonomi pertanian hingga meraih gelar doktor.

Kariernya dimulai sebagai dosen di kampus tempatnya menimba ilmu. Dianggap memiliki konsep yang oke, pada 2005 ia ditunjuk menjadi anggota staf khusus Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Ekonomi Pertanian. Posisinya meningkat setelah Menteri Perekonomian Boediono—sekarang wakil presiden terpilih—menunjuknya menjadi Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan.

Dengan riwayat itu, menurut Ketua Umum Kontak Tani Nasional Winarno Tohir, ”Keilmuan Bayu sudah lengkap”. Ia menganggap pemikiran dan konsep Bayu bisa dikatakan cemerlang.

Di luar ilmu, jalan organisasi Bayu di bidang pertanian juga cukup panjang. Selama tujuh tahun, ia menjadi anggota Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, hingga 2005. Ia pernah pula menjadi pengurus pusat Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia, International Agribusiness Management Association, juga anggota World Trade Organization Indonesia. Kini ia menjabat Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Bidang Pertanian, Perikanan, dan Kelautan, Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia, serta Koordinator Forum Masyarakat Pangan dan Pertanian Indonesia.

Bayu menganggap pertanian masih menjadi prioritas pembangunan masyarakat Indonesia. Dengan tantangan peningkatan produktivitas, ia menganggap penting optimalisasi lahan di Pulau Jawa selain membuka lahan-lahan kering seperti di Merauke dan Sulawesi. Tak hanya padi, menurut Bayu, pertanian harus diarahkan ke tiga produk utama: gula, pupuk, dan kelapa sawit.

Ia juga mengusulkan transformasi ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian. Caranya dengan menggenjot sektor agroindustri. Buat mengatasi masalah anggaran, Bayu menganggap perlu penyesuaian antara anggaran pemerintah dan swasta. ”Membuat link and match dari anggaran yang terkait antara pemerintah pusat, daerah, dan swasta,” ujarnya.

Colosewoko dari Asosiasi Gula Indonesia mengharapkan, bila terpilih menjadi Menteri Pertanian, Bayu bisa meneruskan konsep kebijakan terintegrasi di bidang pertanian. Konsep ini, menurut dia, pernah digagas Menteri Pertanian Bungaran Saragih, tapi lenyap di era Anton Apriyantono.

Di luar pertanian, nama Bayu mencuat bersamaan dengan wabah flu burung alias avian influenza. Ia ditunjuk menjadi Ketua Pelaksana Harian Komite Nasional Penanganan Flu Burung, kemudian menggenjot kampanye penanggulangan wabah ini. Hasilnya, berdasarkan survei tentang persepsi masyarakat terhadap flu burung dengan 3.400 responden, 97 persen responden penduduk Jawa bagian barat tahu tentang flu burung. Ini meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 63 persen.

Toh, Bayu tidak sepi dari kritik. Sejumlah aktivis pertanian justru menganggap Bayu lebih berorientasi pada pasokan produk pertanian dan bukan kesejahteraan petani. Pada rapat-rapat yang membahas dampak El Nino terhadap produksi pertanian, misalnya, ia dengan cepat mengajukan impor beras sebagai solusi. Sikapnya sering berseberangan dengan Sutarto Alimuso, Direktur Jenderal Tanaman Pangan.

Bayu menolak berkomentar soal terpilihnya sebagai menteri pilihan Tempo. Ia hanya berujar, ”Saya tidak tahu alasan Tempo memilih saya.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus