Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUNYA hajat megaproyek senilai Rp 5,9 triliun, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kini harus banyak menjawab tudingan. Proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP dipersoalkan banyak orang. Para peserta tender mempersoalkan proses yang dianggap menyalahi aturan.
Kepada Fanny Febiana, Anton Septian, Munawwaroh, dan Gita Lal dari Tempo, Gamawan menjelaskan persoalan itu dalam wawancara di kantornya Jumat pekan lalu.
Apa yang sebenarnya terjadi dalam kisruh proyek KTP elektronik ini?
Sejak semula saya sudah menduga, karena proyek ini besar, pasti ributnya akan besar juga. Dari awal, sudah saya lihat gejalanya, maka saya perketat.
Gejala seperti apa?
Saya sering dikirimi SMS. Saya melihat ada kerawanan dalam proses tender, di antaranya yang berkaitan dengan penentuan spesifikasi dan proses tender.
Bagaimana Anda memperketat proses tender?
Untuk mengantisipasi kerawanan spesifikasi, dibentuk tim teknis yang terdiri atas 15 lembaga. Sedangkan untuk proses tender, saya datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi, minta dikawal. KPK minta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juga untuk mengawal. KPK minta tender dilakukan secara elektronik. Saya ikuti dengan membuat Layanan Pengadaan Secara Elektronik. Kami juga minta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengawasi.
Apakah itu cukup untuk mengawal tender?
Secara sistem, saya tidak ragu lagi. Saya juga mengundang Indonesia Corruption Watch untuk mengawal. Jadi, kami sangat terbuka. Sejak awal, kami minta dikawal. Sebab, buat saya ini taruhan suksesnya program nasional. Saya juga mengirim surat ke Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI. Itu kan menunjukkan keikhlasan dari awal.
Pengacara Handika Honggowongso melaporkan anak buah Anda ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Bagaimana itu terjadi?
Ada dua masalah yang dilaporkan. Yang pertama masalah masa sanggah dan uang Rp 50 juta. Orang yang menyanggah kan harus bayar Rp 50 juta sebagai jaminan sanggah dan itu masuk kas negara. Itu peraturan, tapi yang beredar seolah panitia yang terima.
Ada peserta tender yang mengaku bisa memberi harga tender di bawah harga yang ditawarkan pemenang….
Yang menawarkan Rp 4,7 triliun itu sudah gugur, tidak boleh mengajukan penawaran. Itu berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Sekarang, karena (tender) sudah selesai, dia bisa ngomong Rp 1 triliun atau Rp 2 triliun.
Pada November sudah ada penawaran harga?
Kami meminta itu untuk menentukan harga dasar. Itu dari produsen. Lalu kami kirim ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Mereka menyatakan pas, tidak ada masalah. Biasanya orang tak meminta seperti itu, tapi kami lakukan.
Ada yang merasa dijebak soal harga itu?
Itu kan alasan sekarang. Proses ini kan ada tahapnya. Bukan panitia saja, tapi didampingi tim teknis.
Saat ini berapa uang yang sudah keluar?
Tender selesai bulan Juni. Sampai saat ini, belum satu sen pun kami bayar. Padahal peralatan yang sudah masuk nilainya Rp 700 miliar.
Mengapa uang muka belum dibayar?
Karena kami mengajukan persyaratan bank guarantee. Sebenarnya, dengan security bond saja, artinya asuransi, sudah boleh. Tapi kami buat syarat yang lebih berat, yaitu bank guarantee.
Ada suara miring uang muka belum dibayar karena Anda menjaga agar tidak ada kerugian negara jika terjadi masalah….
Enggak. Saya enggak kena. Apa hubungannya dengan saya? Saya sudah dijamin Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, tender sudah sesuai dengan prosedur.
Anda pernah mengintervensi tender?
Tidak pernah. Selama dua tahun saya jadi menteri, tidak ada satu pun kontraktor pernah ke sini. Selalu saya tegaskan, jangan campur-adukkan keperluan dinas dan pribadi.
Adik kandung Anda, Azmin Aulia, disebut-sebut dekat dengan Paulus Tanos, pemilik PT Sandipala Arthaputra?
Saya tidak tahu. Dia memang pengusaha. Bisnisnya di Indonesia dan Australia, tapi bisnisnya bukan percetakan. Jangan dikait-kaitkan, itu dicari-cari. Keterlaluan itu….
Anda sendiri kenal dengan Paulus Tanos?
Saya hanya pernah ketemu sekali di Padang saat saya jadi Gubernur Sumatera Barat karena PLN mengundang saya.
Apakah Anda memiliki teman bernama Hendra?
Saya kenal Pak Hendra saat bersama-sama ambil pelatihan emotional and spiritual quotient. Waktu itu saya masih jadi gubernur. Dia pedagang garmen di Tanah Abang. Umurnya 38 tahun, saya 54 tahun.
Hendra disebut-sebut meminta uang miliaran rupiah kepada Direktur PT Lintas Bumi Lestari, Winata Cahyadi?
Saya tidak tahu. Tapi, kalau memang benar dan ada buktinya, bongkar saja.
Apakah politikus Partai Golkar, Setya Novanto, ikut terlibat proyek KTP elektronik?
Saya tidak tahu. Saya tidak pernah membicarakan e-KTP dengan Pak Setya. Ketemu paling cuma salaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo