Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cuaca buruk berkepanjangan di Laut Jawa pada pertengahan Februari lalu membuat Muljo Adji harus berhitung cermat. Kapal pengangkut batu bara yang dinanti tak kunjung bisa merapat di dermaga Tanjung Jati, Jepara, Jawa Tengah. Padahal cadangan bahan bakar di pembangkit listrik itu kian tipis.
Sebagai bos Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa-Bali di perusahaan setrum negara, Muljo bertindak cepat. Dia segera mengirim kabar ke petinggi PLN bahwa bakal ada pemadaman listrik bergilir di Jawa-Bali. "Kalau tidak memberi tahu, saya malah bisa dipenjara karena merugikan konsumen," katanya.
Batu bara memang "nyawa" bagi listrik Jawa-Bali. Mati-hidup pembangkit besar seperti Tanjung Jati, Suralaya, Cilacap, dan Paiton tergantung batu bara. Keempatnya memasok 8.580 megawatt atau hampir separuh kapasitas pembangkitan Jawa-Bali. Yang jadi soal, lokasi tambang batu bara tidak ada yang dekat Pulau Jawa. Cuaca buruk bakal selalu jadi masalah bagi PLN.
Nah, pada saat-saat seperti itu, pembangkit panas bumi menjadi salah satu pengganjal. Di antaranya pembangkit Kamojang di Jawa Tengah. "Kamojang malah diminta beroperasi melebihi kapasitas," kata Surya Darma, Direktur Operasi PT Pertamina Geothermal Energy. Panas bumi jelas tidak kenal cuaca buruk.
Menurut Surya Darma, yang juga Presiden Asosiasi Panas Bumi Indonesia, di saat harga minyak terus menjulang dan pasokan batu bara dirundung masalah, mestinya pemerintah mulai memperhitungkan panas bumi. Sumber daya ini berlimpah di Indonesia.
Diperkirakan potensi listrik panas bumi berkisar 27 ribu megawatt atau 40 persen potensi panas bumi dunia. Bandingkan dengan kapasitas terpasang listrik PLN sekarang, yang 24,85 ribu megawatt. Potensi listrik panas bumi itu tersebar di 251 titik di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku, hingga Bedugul di Bali.
Saat ini, potensi panas bumi baru dipakai 1.052 megawatt. Masalahnya, investasi pembangkit jenis ini dianggap mahal. Sebelum minyak mahal dan rig jadi rebutan, ongkos investasi pembangkit panas bumi sekitar US$ 2 juta (Rp 18 miliar) per 1 megawatt. "Sekarang cari rig susah. Biaya ngebor satu sumur saja bisa US$ 5 juta, padahal dulu cuma US$ 1 juta," kata Surya.
Kendati demikian, dia tetap yakin harga listrik panas bumi bisa kompetitif karena ongkos produksi listrik dari batu bara dan minyak terus menanjak. Sebaliknya, panas bumi stabil. Menurut Surya, harga jual listrik panas bumi yang ideal US$ 6-8 sen (Rp 546-728) per kilowatt-jam. Memang masih lebih mahal dari batu bara, sekitar Rp 400 per kWh, atau air, Rp 200 per kWh. Tapi itu jauh lebih murah dari harga jual listrik pembangkit minyak, yang berkisar Rp 2.000 per kWh.
Pembangkit lain yang bisa menjadi alternatif adalah tenaga nuklir. Tapi ini pilihan yang sama sekali tidak murah. Biaya konstruksinya mahal. Menurut perhitungan Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada 2003, ongkosnya US$ 2,2 juta per megawatt. Pembangunan PLTN Olkiluoto di Eurajoki, Finlandia, bisa menjadi patokan. Pembangkit berkapasitas 1.600 megawatt yang saat ini masih digarap perusahaan Prancis, Areva, itu butuh 3 miliar euro atau sekitar US$ 2,8 juta per megawatt.
Kalau berniat membangun pembangkit nuklir, pemerintah Indonesia juga harus menghitung biaya pembuangan limbah dan penutupan reaktor. Pemerintah Amerika Serikat, misalnya, menginvestasikan US$ 5 miliar hanya untuk pembuangan limbah nuklir.
Dan jika pembangkit listrik ini habis usia, konsultan ekonomi Oxera menghitung, biaya penutupannya US$ 990 juta. Karena itu, MIT menyebut pembangkit nuklir masih terlalu mahal saat ini. "Tapi, suatu ketika, kenaikan harga bahan bakar fosil akan membuat pembangkit nuklir lebih kompetitif," kata Ernest J. Moniz, anggota tim peneliti MIT.
Sapto Pradityo
Potensi Sumber Daya Listrik(dalam Megawatt)
Potensi | Kapasitas | Terpasang |
Panas Bumi | 27.000 | 1.052 |
Air | 75.670 | 4.200 |
Angin | 9.290 | 0,5 |
Roadmap Pembangunan PLT Panas Bumi (megawatt)
Sekarang | 2008 | 2012 | 2016 | 2020 | 2025 |
1.052 | 2.000 | 3.442 | 4.600 | 6.000 | 9.500 |
Sumber: Indonesia Energy Outlook 2006, Universitas Indonesia
Roadmap Pembangunan PLT Nuklir
2005-2010 | 2011 | 2012 | 2016 | 2017 | 2018 | 2019 | 2023 |
Pengambilan Keputusan, Tender | Konstruksi PLTN-1 | Konstruksi PLTN-2 | PLTN-1 beroperasi | PLTN-2 beroperasi | Konstruksi PLTN-3 | Konstruksi PLTN-4 | PLTN-3 beroperasi |
Sumber: Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo