Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Gregorius Ronald Tannur Divonis Bebas, MA: Tidak Perlu Berprasangka

Vonis yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur itu baru putusan tingkat pertama. Penuntut umum bisa mengajukan banding untuk menguji putusan itu.

27 Juli 2024 | 09.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memberi tanggapan atas inisiatif Komisi Yudisial (KY) yang berencana memeriksa dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim atas vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur. Ronald Tannur sebelumnya didakwa membunuh kekasihnya Dini Sera Afrianti pada 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru Bicara MA Suharto mengatakan, ada asas hukum res yudicata pro varitate habetur yang artinya putusan hakim harus dianggap 'benar' sampai ada pengadilan lebih tinggi yang membatalkan putusan tersebut. "Jadi yang paling bijak, kita tunggu saja proses hukum berikutnya," kata Suharto kepada Tempo lewat aplikasi perpesanan pada Jumat, 26 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suharto menjelaskan, vonis yang membebaskan Ronald Tannur itu baru putusan tingkat pertama. Sehingga sangat mungkin penuntut umum mengajukan banding untuk menguji putusan tersebut. "Jadi karena ini baru putusan tingkat pertama, tidak perlu berprasangka yang bukan-bukan, karena hakim itu bebas memutus sesuai keyakinannya yang bertumpu pada fakta di persidangan," ujar Suharto.

Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata sebelumnya mengatakan, vonis bebas terhadap Ronald Tannur menimbulkan menimbulkan tanda tanya dan kontroversi di tengah masyarakat. Padahal jaksa menuntut hukuman 12 tahun penjara dan membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp 263,6 juta subsider 6 bulan. "KY menggunakan hak inisiatifnya untuk melakukan pemeriksaan pada kasus tersebut," kata Mukti dalam keterangan resminya pada Kamis, 25 Juli 2024.

Walau KY tidak bisa menilai suatu putusan, ujarnya, tapi sangat memungkinkan untuk menurunkan tim investigasi, serta mendalami putusan tersebut. Ini untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).

"KY juga mempersilakan kepada publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim jika ada bukti-bukti pendukung, agar kasus tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur berlaku," kata Mukti.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus