Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Warga di sekitar pabrik pengolah sulfur, PT Mahkota Indonesia, mengaku telah lama mengeluhkan adanya polusi udara berupa bau belerang yang menyengat. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menjatuhkan hukuman kepada PT Mahkota Indonesia karena cerobong buangan gas sisanya mencemari udara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Warga Kampung Igi di RT3 RW4 Kelurahan Pengangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Siti Maimunah, mengatakan hampir sepekan sekali bau belerang berseliweran di tengah permukiman warga. Kampung Igi berada di seberang PT Mahkota Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Baunya sering dan sampai terasa di tenggorokan tidak enak," ujar perempuan berusia 30 tahun itu saat ditemui Tempo, Kamis, 8 Agustus 2019. "Kemarin malam baunya juga ada pas mau magrib."
Menurut dia, bau belerang memang telah sejak lama dirasakan warga. Namun, beberapa tahun terakhir baunya semakin berkurang. "Tapi tetap saja berasa tidak enak."
Ia menuturkan warga sempat pernah mendatangi perusahaan yang memproduksi asam sulfat itu karena bau bahan baku yang mereka gunakan mengganggu pernapasan warga. Sebagian warga, kata dia, khawatir bau tersebut mengganggu kesehatan, terutama bayi dan anak-anak.
"Saya sendiri merasakan. Kalau sudah datang bau yang menyengat sampai batuk-batuk," ujarnya.
Warga lainnya yang tinggal di sebelah PT Mahkota Indonesia, Nania, 32 tahun, membenarkan bau belerang kerap berkunjung ke permukiman warga.
"Baunya tidak enak. Warga mengeluh karena khawatir anak-anak terkena flek," ujarnya.
Menurut Nania, sejak tahun 2010, memang bau belerang semakin berkurang dan jarang tercium. Menurut dia, semestinya pabrik tersebut bisa mengelola dengan baik bahan baku untuk produksi asam sulfat sehingga tidak menimbulkan polusi udara, seperti yang dirasakan warga.
"Anak-anak di sini juga banyak yang kena radang. Tapi tidak tahu juga ada pengaruhnya atau tidak terhadap bau belerang itu."
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan bahwa pihaknya baru mengidentifikasi pencemaran udara yang dilakukan oleh PT Mahkota Indonesia pada 25 Maret lalu. Padahal, pihaknya selalu mengawasi secara rutin setiap cerobong asap yang dimiliki pabrik di area DKI Jakarta.
Menurut Warih, berdasarkan hasil verifikasi lapangan dan uji laboratorium timnya empat bulan lalu, cerobong asap sulfat unit 2 PT Mahkota Indonesia melebihi baku mutu untuk parameter sulfurdioksida atau SO2. Alhasil Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta memberikan sanksi untuk memperbaiki pengelolaan emisi gas buang dari cerobong asap tersebut.
Jika tak menjalankan sanksi administratif tersebut, mereka bisa diberi sanksi pembekuan izin lingkungan dan bahkan dapat sampai ke pencabutan izin. "Ujungnya bisa sampai pidana,” ucapnya.
Pengawas Pabrik PT Mahkota Indonesia, Stephen Rudiyanto, mengatakan pihaknya bakal melaksanakan rekomendasi pemerintah untuk memperbaiki cerobong sesuai dengan baku mutu yang ditentukan. Dia membantah anggapan warga bahwa mereka telah melakukan pencemaran udara sejak bertahun-tahun lalu seperti yang dikeluhkan warga.
Sanksi ini, kata dia, merupakan pelanggaran pertama sejak 50 tahun pabrik berdiri. "Makanya kami akan perbaiki," ujarnya.
PT Mahkota Indonesia diberikan waktu paling lama 45 hari kerja untuk melaksanakan perbaikan pengelolaan cerobong asap.