OPERASI terhadap kendaraan yang nomer polisinya bukan B, tapi
selalu berkeliaran di Jakarta, ternyata punya akibat baik.
Yaitu mempercepat pelaksanaan adanya "kantor bersama" untuk
mengurusi surat-surat kendaraan bermotor Di Komdak Metro Jaya
sejak bulan Agustus 1974 berdiri "kantor bersama" yang di
dalamnya berisi unsur-unsur Kepolisian, Dinas Pajak dan Asuransi
Kecelakaan Jasa Raharja. Di satu tempat inilah diurus segala
keperluan untuk memperoleh surat kendaraan bermotor. Tiga kantor
dalam satu atap di Komdak Metro itu merupakan pilot proyek yang
bila berhasil akan dikembangkan untuk di trapkan di seluruh
Indonesia (TEMPO 3 1-8-74).
"Caranya patut dicontoh daerah-daerah lain", begitu komentar
Direktur Lalu Lintas MABAK Brigadir Jenderal Polisi V.E. Karamoy
kepada TEMPO. Karamoy menilai bahwa kantor bersama di Jakarta
yang sudah berjalan dua tahun lebih itu perlu dikembangkan untuk
daerah-daerah lain di seluruh Indonesia. Para pejabat dari
Departemen Dalam Negeri, Departemen Hankam -- dalam hal ini
Kepolisian , Departemen Keuangan, Departemen Perhubungan dan
Jasa Raharja telah punya kata sepakat bahwa yang sudah berlaku
di Jakarta itu agar dilaksanakan di seluruh Indonesia. Kini
sedang dipersiapkan Surat Keputusan Bersama antara
instansi-instansi di atas untuk "memberlakukan penelitian
kembali terhadap STNK yang berlaku 5 tahun".
Penjahat & Seragam
Menurut Karamoy instansi-instansi itu juga bermufakat untuk
merintis "kantor bersama'' di seluruh Indonesia hingga
masyarakat mudah mengurus surat-surat kendaraan bermotor. Dengan
sistim baru ini orang cukup datang di satu kantor untuk melunasi
pajak dan Jasa Raharja kemudian memperoleh STNK (Surat Tanda
Nomer Kendaraan). Sebenarnya STNK dengan sistim baru itu sama
saja dengan sistim lama artinya berlaku lima tahun. T Hanya
saja setiap tahun diadakan penelitian kembali apakah wajib pajak
telah mematuhi kewajibannya. Dengan penelitian setiap tahun maka
pemilik kendaraan yang belum membayar pajak tidak akan
diperpanjang STNKnya untuk tahun berikutnya. Hasilnya,
"pendapatan daerah meningkat seeara proporsionil". kata Karamoy
mengomentari praktek yang sudah berjalan di Jakarta.
Praktek-praktek wajib pajak yang tidak membayar pajak pada
waktunya sangat berkurang. Sebenarnya pajak harus dibayar
setiap tahun. Tapi banyak wajib pajak yang menghindarinya dan
baru membayar pajak bila STNK-nya yang bemmur 5 tahun akan
habis. Malahan kata Karamoy "banyak yang kemudian mengoperkan
kepada orang lain di daerah hukum lain, sebelum tenggang waktu
lima tahun habis".
Dua hal yang ingin dicapai sistim baru itu. Yang pertama
memudahkan masyarakat dan yang kedua, tentu saja, peningkatan
pendapatan daerah. Namun Karamoy, sebagai polisi, lebih menitik
beratkan pada soal keamanan dan ketertiban masyarakat. Dengan
banyaknya kendaraan STNK luar Jakarta tapi berkeliaran di
Jakarta kontrol polisi terhadap keselamatan lalu lintas
terganggu. Misalnya saja kendaraan itu melakukan pelanggaran
atau kejahatan amat sulit bagi polisi untuk melacaknya. "Tidak
fair dong", ujar Karamoy terhadap kendaraan bernomer bukan
Jakarta tapi berkeliaran di Jakarta. Sebabnya sederhana saja.
Kendaraan itu merusakkan jalan, yang membutuhkan biaya perawatan
tinggi, tapi tidak membayar pajak ke Jakarta.
Satu jaminan dari Karamoy bahwa tidak akan ada saling razzia
oleh polisi satu daerah terhadap kendaraan-kendaraan bernomer
polisi daerah lain. Yang ada adalah penelitian terhadap
ketertiban STNK. Mobil Bogor misalnya kalau pemiliknya memang
tinggal di Bogor tidak jadi soal untuk datang ke Jakarta. Tapi
bukan orang Jakarta lalu mendaftarkan mobilnya di Bogor. "Kalau
mau bayar di Bogor, ya pindah ke Bogor. Coba lebih berat mana
setiap hari mondar mandir Jakarta-Bogor atau rajin membayar
pajak di Jakarta?", kata Karamoy.
Sedianya pcnyeragaman penelitian terhadap STNK akan dilakukan
sekaligus di seluruh Indonesia. Namun dengan berbagai
pertimbangan diambil keputusan bahwa "kantor bersama" haru akan
dijalankan untuk daerah-daerah di Jawa dan Bali. Pelaksanaannya
dimulai 1 April tahun depan secara bertahap karena memerlukan
masa peralihan seperti ketika Jakarta mulai menjalankan sistim
ini. Tarif-tarifnya, antara lain pajak dan Jasa Raharja, akan
diatur supaya masyarakat tidak jadi bahan obyekan calo. Tapi
walaupun cara baru itu ditrapkan boleh saja orang mengoperasikan
kendaraan antar propinsi. Asal meminta kemudian mendapat izin
trayek. Jadi tidak jadi soal bila mobil B herada di Surabaya
misalnya. Sebaliknya mobil yang trayeknya hanya Tanjung
Priok-Cililitan akan ditangkap bila berada di Jakarta Kota,
meskipun mobil itu bernomer polisi B.
Menangkap kendaraan tidak boleh semaunya. Karamoy mengajak
masyarakat lebih berani menanyakan suratsurat pengenal orang
berseragam polisi lalu lintas yang mencegat kendaraan di
jalanan. Sebab memang sering terjadi penjahat beraksi dengan
pakaian seragam polisi lalu lintas. Dan sering pula polisi
segera pergi meninggalkan pengemudi setelah menyita surat-surat
kendaraan. Terpaksa yang bersangkutan mencari sang polisi.
"Jangan karena pakaiannya serem lalu orang takut kepada polisi"
begitu pesan Karamoy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini