Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Yang cerah dan rawan

Banjarbaru, setelah menjadi kota administratif, mulai berkembang menjadi kota satelit dan makin tumbuh beberapa tempat hiburan, a.l hotel, restoran dan bioskop. (kt)

25 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETAHUN resmi sebagai kota administratif, Banjarbaru hari-hari belakangan ini tampak makin berbenah. H. Abdul Muis, walikotanya, memang maunya meneceskan wajah kotanya. Ia bernafas lega, setelah berhasil menggusur calon bioskop misbar (gerimis bubar) yang banyak dipergunjingkan warga kotanya bak duri di daging mengganjel mulut lapangan Murjani. Lapangan yang mengabadikan nama gubernur (almarhum) dokter Murdjani di muka eks kantor gubernur itu memang kurang layak dijoroki dengan bioskop misbar. Lalu ke mana harus dipindah? "Semula direncanakan di Loktabat, tapi karena penduduk sekitarnya keberatan, terpaksa diurungkan. Untungna ada tanah lapang dekat persimpangan empat". jawab Muis. Karena daerah sekitarnya masih langka penduduk, reaksi nyaris tak terdengar. Tempatnya memang tampan untuk bersantai-santai. Hanya satu kilometer dari pusat Banjarbaru dan 4 kilometer dari kota Martapura yang hanya punya satu gedung bioskop dan tanpa sebiji misbar pun. Alhasil bioskop misbar yang bergelar THR "Ria Loka" itu memang berhasil menciduk jumlah penonton yang lumayan beria-ria dengan bayaran Rp 75 selembar karcis. Celakanya begitu bioskop diresmikan, musim hujan pun mulai mengguyur. Tak kurang ikhtiar, pawang hujan khusus dicarter menangkal hujan. Bila saja langit mendung bermuka muram. Tapi karena namanya pawang hujan bukan payung hujan, sekali-sekali jampi-jampi tak berhasii juga menolak hujan. Toh begitu, rupanya penduduk yang langka hiburan tak pernah kapok ber misbar-misbar. Namun alasan hujan ini dipakai juga oleh pengusaha bioskop untuk mengelakkan restribusi. "Padahal nyatanya bioskop misbar itu jejal juga dengan penonton. Sudah tiga bulan ini Ria Loka tak pernah nyetor restribusi "gerutu Muis. Lalu apa tindakan balaikota? "Akan kami panggil dan segera tertibkan", ucap Muis. Rupanya Muis masih sabar, karena adanya bioskop misbar yang bakal mendatangkan restribusi pengrsi kas kota yang terkenal minim itu masih perlu ditenggang. Tapi rupanya bukan pasal menunggaknya restribusi saja yang memusingkan Muis. Tentang keharusan melaporkan daftar film-film sebelum dipertunjukkan, belum dipatuhi pengusaha bioskop. Baik Ria Loka, Angkasa Ria yang misbar maupun "Sederhana Teater" yang non misbar. Sembari menunjukkan surat pemanggilan yang akan diedarkan, Muis menjelaskan itu sesuai dengan ketentuan dari gubernur yang diterimanya. Ini tentu ada kaitannya dengan upaya mengawasi peredaran film yang bernilai negatif yang belakangan di Banjarbaru sering dipergunjingkan orang juga. Sejauh ini belum terdengar suara dari fhak legislatif yang menyorot membiaknya bioskop misbar di kawasan Banjarbaru. Padahal ketika misbar "Mutiara" dulu baru saja nonol di sana, ia serentak kena palu yang mematikan si Mutiara hingga serentak jadi pudar pula. Tidak cuma bioskop misbar yang sering mendebarkan jantung Muis. Banjarbaru yang terlanjur berkembang sebagai kota satelit Banjarmasin & Martapura menjuruskan tumbuhnya sarana hiburan yang membiak. Hotel dan yang sebangsanya saja sudah ada lima buah siap membuka pintu sewaktu-waktu. Padahal Martapura kota induknya sebiji hotel atau losmen pun haram kalau punya. Perkara tumbuhnya hotel semua orang setuju saja. Namun kabarnya ada sementara hotel di Banjarbaru yang menyediakan all in hingga membuat gemas warga kota. Tak kurang dari itu dipergunjingkan adanya rumah makan yang nyaris dilengkapi dengan para pramuria nan segar-segar dan sebagiannya bisa saja berdwi fungsi. Tentu saja sas-sus ini membikin gatal telinga Muis. Katanya: "Saya sendiri ikut dalam team operasi ke rumah-rumah makan dan hotel. Sejauh ini belum ada yang tertangkap basah. Memang sulit mencari bukti. Di mana-mana sekarang ada pramuria. Bahkan di Binuang pun, di tempat yang kecil itu. Apa kita tindak begitu saja? Padahal mereka juga ada izin usaha". Yang menyulitkan Muis, "mereka bukan orang Banjarbaru, mungkin jemputan dari Banjarmasin". Dan semuanya samar-samar. Terasa ada. tertankap tiada. Tapi yang itu ceritera rawannya. Di balik itu tak dimungkiri isi kocek balaikota Banjarbaru tahun anggaran yang sedang berjalan ini meningkat 75 persen lebih dibanding tahun sebelumnya. Kota yang minus pendapatan ini berhasil mengatrol restribusi dan PP I alias pajak pembangunan. Sehingga pemasukan perbulannya sekitar lebih dari Rp 1 juta. Tentu saja harap jangan dibandingkan dengan pendapatan kota-kota lainnya. Maklum kota ini sendiri tetap menyusu ke pemda kabupaten Banjar yang mengayominya. Bantuan ini perlu sebab agaknya propinsi harus menghibur kota administratif Banjarbaru yang nyaris patah hati tak jadi ibukota propinsi maupun kotamadya. Ini belum cukup. Pemda kabupaten Banjar juga merasa perlu mendahulukan kota administratif menunjukkan niatnya membuat boulevard alias jalur jalan raya kembar di pusat kotanya Tak panjang memang, hanya 950 metel "Rencananya dari persimpangan empat terus ke Loktabat. Tapi ketiadaan biaya, tahun anggaran depan diteruskan ke simpang", ucap Muis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus