Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta mendapati kelebihan bayar empat paket proyek pengadaan mobil pemadam kebakaran di Pemprov DKI Jakarta.
Temuan BPK itu hasil pemeriksaan terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI pada 2019. Laporan itu terbit pada 19 Juni 2020 yang ditandatangani Kepala Perwakilan BPK DKI Pemut Aryo Wibowo.
Berikut ini 5 fakta temuan BPK soal kelebihan bayar Pemprov DKI:
1. Kelebihan Bayar Rp 6,52 miliar
Hasil pemeriksaan BPK mengungkap pembayaran item alat pemadam kebakaran pada empat paket proyek Dinas Damkar DKI Jakarta jumlahnya lebih rendah dari harga kontrak.
Dinas Damkar DKI Jakarta telah membayarkan biaya pengadaan empat paket ke perusahaan pemenang tender sesuai nilai kontrak.
Empat paket yang dimaksud adalah unit submersible, unit quick response, unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal, dan unit pengurai material kebakaran.
BPK mencatat nilai kelebihan bayar ini mencapai Rp 6,52 miliar.
Adapun total alokasi anggaran belanja modal untuk program Dinas Damkar DKI Jakarta pada 2019 adalah Rp 321,24 miliar. Sedangkan realisasi anggaran untuk empat paket pengadaan ini Rp 303,14 miliar atau 94,37 persen.
2. Unit Quick Response
Kelebihan bayar terbesar untuk pengadaan unit quick response. BPK mencatat nilai kontrak unit ini Rp 39,68 miliar. Sedangkan harga riilnya Rp 36,2 miliar.
Dengan demikian, selisih harga unit quick respons Rp 3,48 miliar.
Nilai kontrak unit pengurai material kebakaran adalah Rp 33,49 miliar. Nilai ini lebih tinggi Rp 1,43 miliar ketimbang harga riil sebesar Rp 32,05 miliar.
"Terdapat indikasi kerugian daerah minimal senilai Rp 1,43 miliar yang terjadi karena selisih antara penerimaan bersih perusahaan dengan pengeluaran riil perusahaan," begitu penjelasan laporan BPK.
Kelebihan bayar ketiga adalah unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal. Pemerintah DKI meneken nilai kontrak unit ini Rp 7,86 miliar.
Kelebihan bayar ketiga adalah unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal. Pemerintah DKI meneken nilai kontrak unit ini Rp 7,86 miliar. Namun, harga riil unit untuk sarana transportasi ini hanya Rp 7 miliar.
Dengan begitu, selisih harga pengadaan unit mencapai Rp 844,19 juta.
Nilai kontrak untuk unit submersible tercatat Rp 9,79 miliar. Padahal, harga riil unit ini hanya Rp 9 miliar. Itu artinya terdapat selisih atau kelebihan bayar sekitar Rp 761,67 juta.
3. Kembalikan Kelebihan Bayar
Wakil Gubernur atau Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut Inspektorat DKI telah meminta keterangan dari Dinas Damkar soal kelebihan bayar empat paket alat pemadam kebakaran pada 2019.
Menurut dia, Pemprov DKI masih mengecek kebenaran kelebihan bayar tersebut.
"Hasilnya nanti akan disampaikan oleh inspektorat dan dinas terkait," kata dia di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu, 14 April 2021.
Riza mengatakan kelebihan bayar empat paket alat pemadam kebakaran itu akan menjadi pelajaran untuk Pemprov DKI agar hal serupa tidak kembali terulang. Jika temuan itu terbukti benar, Riza mengharuskan kelebihan pembayaran dikembalikan oleh pihak swasta ke kas daerah.
4. Cicil Pengembalian Kelebihan Bayar
Riza mengatakan perusahaan pemenang tender proyek pengadaan alat pemadam di Dinas Damkar DKI Jakarta, mau mengembalikan uang kelebihan bayar ke Pemprov DKI.
Proses pengembalian itu, kata Riza, sudah dilakukan secara dicicil.
"Sudah dikembalikan. Sisanya tinggal Rp 1,5 hingga 1,6 miliar akan diselesaikan oleh pihak swasta dalam pekan ini,” ucap Riza Patria di Balai Kota pada Jumat, 16 April 2021.
Riza mengatakan kelebihan bayar yang dimaksud bukan berarti pihak Pemprov DKI membayar di atas harga yang sudah ditetapkan. Namun kelebihan bayar itu adalah hasil temuan yang dianggap tidak rasional oleh BPK dan harus dikembalikan.
“Bukan berarti, misalnya Rp 30 miliar kami bayarkan Rp 36,5 miliar. Bukan. Umpamanya nilai kegiatan 4 item itu dinilai oleh BPK bahwa di situ ada item-item yang kurang pas sehingga dianggap tidak rasional. Jadi jangan salah pengertian kelebihan bayar,” tutur Riza.
5. FITRA Kritik TGUPP
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan menyebut kelebihan pembayaran ini menjadi indikasi kinerja kinerja TGUPP Bidang KPK tidak berjalan optimal.
Misbah juga mengkritik APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) yang tak maksimal dalam melakukan pengendalian internal.
Misbah menilai perkara ini merupakan celah korupsi. Dia memaparkan kelebihan bayar umumnya terjadi lantaran proses pengadaan barang atau jasa tak mengikuti standar harga yang ditetapkan pemerintah DKI.
Untuk menghindari celah korupsi ini, Fitra mengatakan, Pemerintah DKI wajib membuat standar harga yang akan menjadi acuan pengadaan barang atau jasa.
Menurut dia, biasanya pihak vendor bakal mengembalikan kelebihan bayar tanpa sanksi. Namun, Misbah menganggap harus ada sanksi bagi vendor dan pejabat pembuat komitmen (PPK). "Untuk efek jera," ujar dia.
Baca: Pemerintah DKI Kelebihan Bayar Proyek PLTS Atap di Gedung Sekolah
M JULNIS FIRMANSYAH l LANI DIANA I ADAM PRIREZA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini