PENGAMBILALIHAN Koperasi Perikanan Laut (KPL) Krakas oleh
Walikota Cirebon Aboeng Koesman (TEM PO, 16 Oktober 1976), tentu
saja membuat Pengurus KPL Krakas tidak puas. Hingga surat
pengaduan pun beruntun datang ke Dirjen Perikanan, Guhernur Jawa
Barat dan tak kurang dari 19 instansi lainnya. Isinya, "merasa
dimatikan penghidupannya", sehubungan dengan ke luarnya SK
Walikota Cirebon No 283 Pe.014-8/WK tanggal 29 Juli 1976 itu".
Aboeng diam saja Tentu saja tidak. Ia membantah sambil
menyodorkan data. "Justru menyelamatkan dan meningkatkan
kehidupan koperasi. Dana-dana sosial, simpanan nelayan dan dana
pembangunan nelayan yang diatur Perda 16/1970 dan Perda 20/1972
yang tidak disetor pengurus KPL sepenuhnya", begitu ujar Aboeng.
Aboeng masih menopangnya dengan bukti lain. Ketika Inspektorat
Pengawasan Propinsi Jabar mengadakan pengecekan, katanya, masih
ada Rp 22.810.710 lagi yang belum disetor. Yakni sisa jumlah
sejak 1971 sampai 1 Agustus 1976 yang baru disetor Rp 626.849.
Jumlah ini menurut Aboeng sudah ditagih secara baik-baik
sebelumnya. "Apabila penagihan tersebut tidak memuaskan, tidak
mustahil akan ditempuh jalan penuntutan sesuai dengan hukum yang
berlaku", begitu ditegaskan Aboeng kepada Gubernur dalam surat 6
Oktober 1976.
Tak cuma itu Aboeng juga menunjukkan peningkatan omset KPL
Krakas sesudah diambil alih. Yakni dari jumlah Rp 152.746.000
sebelum pengambilalihan naik jadi Rp 324.672.152 setelah
dikelola Dinas Pendapatan Daerah Pengakuan Aboeng itu tampaknya
dibenarkan Kepala Dinas Perikanan Jawa Barat R. Hilman
Wargamiharja dalam suratnya kepada irjen Perikanan dan Gubernur
Jabar. Dan Kantor Koperasi Kodya Cirebon lewat suratnya 12 Juni
memvonis mati KPL Krakas. Sebab keanggotaan KPL Krakas waktu itu
cuma tinggal seorang. "Ini jelas bertentangan dengan azas
koperasi", ujar Hilman. Usaha penggabungannya dengan
nelayan-nelayan Kebon Melati dan Pekutukan, hingga dapat
fasilitas dari Pemda, dipakai memupuk kekayaan Pengurus sendiri
Begitu Hilman menilai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini