Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PAPAN nama bertulisan "Pyongyang Restaurant" tak lagi bertengger di Kompleks Ruko Boulevard Barat, Kelapa Gading, Blok LC-7. Pijar lampu juga sirna di seluruh bangunan dua lantai tersebut. Kondisinya kontras dengan restoran Born Ga, dua rumah-toko di sebelahnya, yang juga menyajikan masakan Korea. "Restoran Pyongyang tutup sejak pertengahan Maret lalu," kata seorang penjaga parkir di sana.
Kedai itu, kala masih buka, tak hanya menawarkan suguhan khas seperti kimchi (sayuran mirip asinan), daging sapi iris atau bulgogi, dan mi rebus ramyeon. Sejumlah pelayan dengan baju gombyor ala Korea pada jam tertentu menghibur pengunjung dengan lagu dan tarian Korea Utara di atas panggung khusus.
Sekitar sebulan sebelum tutup, restoran Korea Utara yang beroperasi sejak 5 September 2013 ini disebut oleh situs berita Singapura, Asia One, berperan penting dalam operasi intelijen yang dilakukan agen Reconnaissance General Bureau (RGB) atau Badan Intelijen Korea Utara di luar negeri. Media itu menyebutkan kegiatan intelijen Korea Utara di Singapura, Malaysia, dan Indonesia termasuk aktivitas terbesar RGB di luar negeri.
"Restoran ini menjadi tempat utama berkumpulnya agen dan tempat mengumpulkan informasi," tulis Asia One, yang mengklaim mendapat informasi dari seorang agen intelijen. Sumber tersebut menyatakan aktivitas para agen Korea Utara menargetkan orang penting asal Jepang dan Korea Selatan, seperti politikus, diplomat, pemimpin perusahaan, dan pengusaha.
Washington Post setahun lalu menulis bahwa restoran tersebut dan lebih dari 130 cabangnya, kebanyakan di Asia, dikelola pemerintah Republik Demokratis Rakyat Korea. Mengutip jurnalis Swedia, Bertil Lintner, Washington Post menyebutkan restoran itu berafiliasi dengan Kamar 39, kantor khusus Partai Pekerja Korea, dan bertujuan mengumpulkan duit tunai dari luar negeri dalam waktu cepat.
Sebagian restoran tersebut kemudian merugi dan gulung tikar. Sebelum restoran di Kelapa Gading berhenti beroperasi, Kepala Bagian Mitra Divisi Humas Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Besar Awi Setiyono mengatakan lembaganya akan menyelidiki kemungkinan kegiatan mata-mata di tempat tersebut.
Seorang mantan pejabat Badan Intelijen Negara mengatakan Restoran Pyongyang memang dicurigai sebagai tempat berkumpulnya agen Korea Utara. Menurut dia, sudah lama restoran tersebut menjadi salah satu target pengawasan. Deputi VI Bidang Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara Sundawan Salya enggan bercerita ihwal aktivitas intelijen Korea Utara. "Itu menyangkut aspek taktik dan operasi intelijen."
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara Teguh Santosa membantah ada aktivitas intelijen di Restoran Pyongyang. "Restoran itu berdekatan dengan kedai Korea Selatan. Mana mungkin ada aktivitas intelijen?" ujarnya. Menurut dia, restoran di Kelapa Gading itu dan juga di Gandaria, Jakarta Selatan--beroperasi dua tahun lebih dulu--tutup karena alasan yang sama, yaitu habis masa kontraknya.
Sama seperti negaranya yang sarat misteri dan tertutup, restorannya demikian. Tempo, yang dua kali mengunjungi Restoran Pyongyang di Gandaria pada 2014, pernah mengajak bicara sebagian pelayan perempuan dengan bahasa Korea. Para pelayan yang direkrut langsung dari Korea Utara itu hanya memberi jawaban singkat ketika diajak wawancara soal kehidupan mereka di Indonesia. "Kehidupan kami baik-baik saja," kata seorang pelayan yang menutup pembicaraan dengan senyum datar.
JUMLAH warga Korea Utara yang berkunjung ke Indonesia termasuk sangat sedikit. Pada Januari lalu, hanya ada sembilan orang yang masuk ke Indonesia, dan delapan orang sebulan kemudian. Kondisinya jauh berbeda dibandingkan dengan kunjungan warga Korea Selatan, yang pada Januari lalu mencapai 32.540 orang melalui 19 pintu masuk utama.
Data keimigrasian yang diperoleh Tempo menunjukkan empat orang Korea Utara tiba di Bandar Udara Soekarno-Hatta dari Malaysia selepas pembunuhan terhadap Kim Jong-nam pada 13 Februari lalu. Mereka terbang dengan maskapai Indonesia dari Bandara Internasional Kuala Lumpur 2, yang menjadi lokasi pembunuhan Kim Jong-nam. Dari empat orang tersebut, tiga di antaranya hanya melakukan transit dan langsung menuju Dubai.
Sedangkan satu orang lagi, yaitu O Jong-gil, menetap selama enam hari. O Jong-gil disebut-sebut pernah bekerja di Kedutaan Korea Utara di Indonesia. Pada 19 Februari lalu, O Jong-gil terbang menuju Bangkok. Polis Diraja Malaysia meyakini empat orang itu terlibat pembunuhan Kim Jong-nam. Polisi menetapkan mereka sebagai tersangka dan berstatus buron Interpol.
Pejabat di Kementerian Luar Negeri mengatakan sebenarnya warga Korea Utara hanya bisa masuk jika memiliki visa. Tapi ada kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Korea Utara yang membolehkan pemegang paspor dinas atau diplomatik masuk dan berada di Indonesia selama 14 hari. "Dengan menggunakan paspor dinas atau diplomatik, berarti dia terkait dengan pemerintah Korea Utara," katanya.
Penelusuran Tempo menunjukkan setidaknya satu dari empat tersangka tersebut, yaitu Hong Song-hac, pernah bergiat di Indonesia. Dia pernah kuliah di Universitas Bung Karno, Jakarta, pada 2013. Dua mahasiswa dan satu alumnus kampus tersebut mengaku pernah melihat tiga orang Korea Utara. Salah satunya mengikuti mata kuliah "Ajaran Bung Karno".
Tempo menunjukkan foto empat tersangka kepada seorang mahasiswa angkatan 2013, Ronald. Begitu sampai pada foto Hong Song-hac, Ronald mengaku mengenalinya. "Wajahnya mirip dengan yang saya jumpai di kampus." Seorang pejabat di Kementerian Pendidikan membenarkan ada tiga orang Korea Utara yang pernah kuliah di universitas itu. "Mereka tidak mengikuti kuliah reguler, tapi hanya mengambil mata pelajaran budaya dan bahasa," ujar pejabat ini.
Hong Song-hac, menurut seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri, lancar berbahasa Indonesia. Dia diduga ikut beberapa kali simulasi pembunuhan Kim Jong-nam yang melibatkan Siti Aisyah. Simulasi berkedok syuting reality show itu digelar di Bandara Phnom Penh, Kamboja, akhir Januari lalu. Sejak itu, Siti Aisyah sering berkomunikasi dengan Hong Song-hac.
Kedutaan Besar Korea Utara di Jakarta tak menanggapi permintaan wawancara Tempo yang dilayangkan melalui surat. Duta Besar Korea Utara An Kwang-il juga tak merespons permintaan percakapan melalui WhatsApp. Tapi, sebelumnya, Duta Besar Korea Utara untuk Malaysia, Kang Chol, membantah tudingan bahwa negaranya terlibat dalam pembunuhan Kim Jong-nam.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara Teguh Santosa mengatakan Hong Song-hac tak terdaftar sebagai diplomat di Kedutaan Besar Korea Utara di Indonesia. Teguh, yang juga Wakil Rektor IV Universitas Bung Karno, membantah kabar bahwa ada warga Korea Utara yang kuliah di universitasnya. Tapi dia mengatakan pemerintah Korea Utara pernah menggelar seminar di kampusnya.
Menurut Teguh, kampusnya memiliki kedekatan emosional dengan Korea Utara. Sebab, Presiden RI pertama, Sukarno, bersahabat dengan Kim Jong-il, mantan Presiden Korea Utara, yang juga ayah Kim Jong-nam dan Kim Jong-un. Beberapa kali pemerintah Korea Utara menggelar seminar di Universitas Bung Karno. "Tapi ini semua tidak ada kaitannya dengan pembunuhan Kim Jong-nam."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo