KELEBIHAN dua jengkal membuat Ahmad Syaifuddin, warga Cengkareng, Jakarta Barat, menjadi tersangka kasus anjloknya kereta api Dwipangga di Kecamatan Mirit, Kebumen, Jawa Tengah, Senin malam dua pekan lalu. Enam jiwa dibuatnya melayang percuma, selain mengakibatkan PT Kereta Api Indonesia menderita rugi miliaran rupiah.
Pada malam nahas itu, Ahmad sedang mengemudikan mobil boks menuju perlintasan kereta api yang akan dilalui KA Dwipangga, jurusan Solo-Jakarta. Entah karena letih atau mengantuk pada malam tiga hari setelah Lebaran, sang sopir diyakini abai pada sebuah amaran yang tertera di jembatan rel yang melintang jalan di tempat kejadian. Di lempeng peringatan itu tertulis bahwa tinggi maksimum kendaraan yang bisa lewat di sana adalah 240 sentimeter. Padahal, mobil boksnya lebih tinggi sekitar 30 sentimeter dari lantai jembatan rel.
Akibatnya gawat. Mobil boks tersebut mulanya menabrak jembatan dan menggeser rel sekitar 40 sentimeter dari arah semula. Lebih gawat, hanya beberapa saat setelah kecerobohan itu, KA Dwipangga melintasi rel yang tak lagi sejajar dalam kecepatan tinggi. Lolos? Tidak. Delapan dari sepuluh rangkaian gerbong Dwipangga tergelincir, lalu terguling ke persawahan.
Menurut Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Irjen Polisi Didi Widayadi, Ahmad dapat dikenai tuduhan telah dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Sebagai tersangka, ia bisa terancam hukuman penjara 15 tahun.
Darmawan Sepriyossa dan Tempo News Room
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini