GOLKAR pecah menyusul terpilihnya Gus Dur-Mega. Bekas partai pemerintah itu terbelah paling tidak menjadi dua kekuatan besar. Yang satu barisan pendukung Habibie. Dimotori tokoh kaukus Iramasuka seperti Arnold Baramuli, Marwah Daud Ibrahim, dan Nurdin Halid, sayap ini sering disebut Kelompok Patra Kuningan. Yang lain sebut saja Kelompok Slipi, yang sejak awal menampik Habibie terpilih lagi sebagai presiden. Faksi ini dimotori Marzuki Darusman dan disebut-sebut didukung sang ketua umum, Akbar Tandjung. Menurut kalkulasi Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) MPR, Rully Chairul Azwar, dari total 186 anggota FPG, 89 suara berdiri di barisan Kelompok Slipi.
Grup Patra meradang ketika pidato Habibie ditolak, Selasa pekan lalu. Di Senayan, sekelompok pemuda mengamuk. Mereka itu kabarnya digalang oleh Nurdin Halid, yang baru lolos dari kasus korupsi simpanan wajib khusus petani cengkeh senilai Rp 116 miliar. Yang dijadikan sasaran, siapa lagi kalau bukan Akbar dan Marzuki? ''Habisi para pengkhianat," teriak mereka. Nurdin pun menuding-nuding adanya pembelotan 30 anggota ''Fraksi Kuning". Menurut Wakil Sekjen Golkar, Muchyar Yara, untuk mengantisipasi kemarahan geng Nurdin, malam itu ia sampai mengevakuasi enam tokoh Kelompok Slipi beserta keluarganya.
Usai pertanggungjawabannya ditolak, Selasa tengah malam pekan lalu, Habibie langsung memanggil Akbar dan Wakil Ketua Fraksi MPR Ginandjar Kartasasmita ke Patra Kuningan. Di sana sudah menunggu para tokoh Iramasuka dan TNI, Menteri Sekretaris Negara Muladi, dan sejumlah petinggi kabinet lainnya. Akbar pun ''diadili". Pertemuan berlangsung panas, diwarnai gebrak meja segala, bisik seorang sumber TEMPO.
Habibie didukung mayoritas yang hadir, lalu mendesak Akbar untuk maju ke ajang pemilihan presiden. Menurut Rully, Akbar mati-matian menolak tawaran itu. Tapi, karena terus didesak, selepas subuh, akhirnya Akbar menerimanya juga. Pada pukul 07.30, Rabu pekan lalu, rapat pleno DPP digelar di lantai tiga Gedung MPR. Meski para pendukungnya menolak, rapat tetap mengetuk palu. Keputusan lalu dibawa ke rapat fraksi. Di situ Akbar mengajukan syarat: ia bersedia maju dengan syarat mendapat dukungan bulat.
Peluang itu langsung disambar Hengki Baramuli dari DPD Sulawesi Selatan. Ia menyatakan menolak. Sementara itu, para tokoh Iramasuka, dijembatani Slamet Effendy Yusuf, terus bergerilya menjegal pencalonan Akbar. Pada pukul 07.05, di Ruang Mawar Hotel Mulia, mereka bertemu dengan Abdurrahman Wahid. Di sana mereka menyatakan akan membelokkan suara ke saku Gus Dur. Akhirnya, hanya satu jam setelah didaftarkan, pencalonan Akbar ditarik kembali oleh Ketua Fraksi, Marzuki Darusman.
Perseteruan berlanjut di babak pemilihan wakil presiden. Rabu malam, sekitar pukul sebelas, digelar rapat fraksi Beringin untuk menentukan kandidat RI Dua. Ketegangan kembali memuncak. Kelompok Slipi menjagokan Akbar. Mereka berpegang pada keputusan rapat pimpinan dan pernyataan pengunduran diri kandidat pilihan Habibie, Jenderal Wiranto, Senin sebelumnya. Kelompok Patra menyodorkan dua nama: Fahmi Idris dan Muladi.
Rapat buntu. Menurut Muchyar dan Rully, pukul satu Kamis dini hari, Akbar dan Marzuki berkonsultasi dengan Presiden Wahid di Wisma Negara. Saat disodori tiga nama itu, Gus Dur menjatuhkan pilihan pada Akbar. Setelah itu, menurut pengurus teras Golkar dan seorang petinggi TNI, Akbar menemui Jenderal Wiranto di rumah dinasnya. Kabarnya, saat itu Wiranto ''kurang senang" dan Akbar dituding telah berpaling dari kesepakatan semula. Jenderal berbintang empat itu juga menanyakan kenapa pencalonannya sebagaimana diamanatkan rapim tak bulat didukung. Akbar mengatakan, hal itu dikarenakan Wiranto sebelumnya telah menyatakan tak bersedia. Buntutnya, Wiranto mempersilakan Akbar maju tanpa dukungan dari Fraksi TNI/Polri.
Alhasil, kans Akbar semakin kempis. Apalagi, upaya memotong jalur Akbar makin gencar digarap. Fraksi Daulat Ummah, yang dimotori Adi Sasono dan 74 anggota majelis yang digalang Marwah dan mantan Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid, mengusung nama Wiranto. Gerbang istana praktis tertutup untuk Wiranto setelah Akbar mengontak Gus Dur, yang telah positif memilih Megawati. Sayang, Wiranto tak bisa dihubungi untuk dikonfirmasi.
Di sesi pemilihan RI Dua, perpecahan Golkar itu menganga di depan publik. Saat itu, dengan sisa tenaga terakhir, Marwah mengajukan interupsi, meminta pengukuhan formula dua wapres. Secara dramatis, Ketua Fraksi Golkar Marzuki langsung berdiri dan menegaskan bahwa pernyataan Marwah itu bukan sikap fraksinya. Tepuk tangan bergemuruh. Mega pun melenggang mendampingi Gus Dur ke istana.
Tapi, perselisihan telanjur dalam. Menurut seorang tokoh Iramasuka, mereka telah bertekad untuk segera menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Agendanya jelas: menggusur Akbar dan menggantikannya dengan Fahmi Idris. Toh, tantangan itu diladeni para pendukung Akbar. Di mata Muchyar Yara, misalnya, munaslub adalah saat yang tepat untuk ''membersihkan Golkar".
Golkar, mesin suara Orde Baru itu, boleh dibilang ''sukses" menempatkan diri di barisan yang mengegolkan Gus Dur-Mega, meskipun masih harus diuji apakah partai itu benar-benar reformis atau sekadar ''tak punya pilihan" selain mendukung duo Gus Dur-Mega.
Karaniya Dharmasaputra, Wenseslaus Manggut, Darmawan Sepriyossa, Ali Nuryasin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini