Disirami benderang lampu kamera wartawan, Akbar Tandjung memotong tumpeng ulang tahun DPR yang ke-57, Kamis pekan lalu. Tepuk tangan bergemuruh di pelataran gedung rakyat di Senayan itu. Lalu ucapan selamat mengalir dari sekitar tiga ratus undangan yang hadir di situ. Perayaan tersebut datang persis seminggu sebelum jatuhnya vonis perkara Bulog yang mendudukkan Akbar Tandjung—kini Ketua DPR—sebagai tersangka.
Walau berusaha girang, Akbar sulit menyimpan wajah letihnya. Ada guratan hitam di pelupuk matanya. Maklum, malam sebelumnya dia memimpin rapat di markas Partai Golkar, Slipi, Jakarta, lima jam nonstop hingga dini hari.
Rapat penting itu membahas sikap Partai jika majelis hakim menjatuhkan vonis bersalah untuk Akbar, sang ketua umum. "Beliau meminta kami meng-ikuti perkembangan dan mempersiapkan diri," kata Rully Chairul Azwar, se-orang pejabat Partai yang hadir. Dalam rapat itu, menurut Rully, para peserta rapat bersumpah setia menyokong Akbar menghadapi tuduhan korupsi dana Bulog sebesar Rp 40 miliar.
Menurut Marzuki Darusman, pejabat Golkar yang lain, rapat itu jauh lebih maju ketimbang rapat-rapat terdahulu. Sebelumnya, jajaran Partai Beringin ini yakin Akbar bakal lolos dari jeratan hukum. Tapi dalam rapat Rabu malam pekan lalu itu, Partai sudah membicarakan kemungkinan langkah darurat, jika jatuh vonis bersalah yang memiliki kekuatan hukum tetap. Apa saja langkah darurat itu? "Belum saatnya dikemukakan," kata Marzuki.
Kendati sikap resmi Partai belum diumumkan, sejumlah kelompok dalam Golkar sudah mempersiapkan jurus untuk merebut kursi ketua umum itu. Seorang pejabat Partai yang tak mau disebut namanya mengatakan bahwa vonis bersalah adalah lonceng kematian politik Akbar. "Setiap kader Golkar boleh merebut kursi ketua umum yang ditinggalkannya," katanya.
Hingga saat ini, yang paling berpeluang merebut posisi itu adalah Agung Laksono, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga di era Soeharto, yang kini duduk di kursi Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi Golkar. Anggaran dasar Partai mengamanatkan, jika sang ketua umum berhalangan, ketua bidang organisasilah yang menggantikannya. Agung menyadari betul posisi strategisnya. "Dia kini sibuk menggalang dukungan," kata pejabat Partai tadi.
Sayang, Agung Laksono sendiri tak bersedia menjawab soal ini. "Saya tidak mau bicara mengenai hal itu. Saya sudah terlalu banyak ngomong," ujarnya.
Agung Laskono, menurut sumber itu, telah mengantongi restu dari sejumlah tokoh senior seperti Ahmad Arnold Baramuli, pemimpin kelompok "Iramasuka", dan Harmoko, Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar di era Soeharto. Namun kelemahan barisan Agung Laksono adalah miskinnya dukungan dari daerah. Dari 30 perwakilan provinsi yang ada, cuma Lampung yang bisa menjamin mulusnya langkah Agung.
Tokoh lain yang dikabarkan tengah mengatur barisan adalah Fahmi Idris, Menteri Tenaga Kerja di masa B.J. Habibie, yang kini duduk sebagai salah satu ketua Golkar. Seperti Akbar, Fahmi memiliki dukungan besar dari kalangan alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang cukup kuat di partai itu. Jika Akbar menyokongnya, Fahmi akan sangat berpeluang. Masalahnya, belum ada tanda-tanda ke arah itu. Para pendukung Akbar di HMI juga masih cenderung mempertahankan Akbar.
Kerepotan lain bagi Fahmi adalah sulitnya mendapat sokongan dari pemerintahan Megawati Sukarnoputri. Padahal sejumlah kalangan Golkar menilai bahwa sokongan itu mutlak diperlukan, terutama ketika posisinya terus dijepit kiri-kanan akibat dosa masa lalunya.
Fahmi rupanya menyadari betul pentingnya dukungan dari dalam kekuasaan ini. Menurut seorang pejabat dalam partai itu, Fahmi belakangan ini giat melobi Arifin Panigoro, salah seorang pemimpin PDI Perjuangan yang cukup dekat dengan Presiden Megawati. Dari Panigoro pintu ke ruangan Presiden Megawati diharapkan bisa terbuka.
Tapi kepada TEMPO Fahmi membantah pihaknya tengah menggalang kekuatan untuk merebut posisi ketua umum, juga soal jalinan lobinya ke PDI Perjuangan.
Menurut Fahmi, jika vonis bersalah jatuh, Akbar sebaiknya "tetap menjadi ketua umum". Hanya, Akbar harus menunjuk seseorang sebagai pelaksana tugas harian. "Supaya dia lebih berkonsentrasi pada tugasnya menyelesaikan kasus Bulog itu," tuturnya. Dengan itu pula, kata dia, Partai Golkar bisa terlindungi dari imbas kasus dana Bulog.
Sejumlah kelompok di Golkar, menurut Fahmi, menghendaki adanya musyawarah nasional luar biasa jika Akbar Tandjung dinyatakan bersalah. "Tapi musyawarah luar biasa itu pun baru bisa ditentukan dalam rapat pimpinan Golkar, yang sedianya digelar Oktober nanti."
Oktober nanti akan menjadi ajang pertempuran sesungguhnya. Dan yang sangat menentukan adalah suara 30 dewan pengurus tingkat provinsi. Aturan Partai menggariskan bahwa musyawarah luar biasa itu baru bisa digelar jika diusulkan oleh "setengah plus satu" atau setidaknya 16 dewan pengurus daerah.
Melihat peta yang ada sekarang, menurut seorang sumber yang dekat dengan Akbar, posisi Akbar justru makin kuat. "Akbar itu seperti pohon beringin," katanya. "Rindang daunnya, kuat akarnya." Banyak pengurus daerah berteduh di bawah rindangnya kekuasaan Akbar, menjadi raja kecil di daerah berkat sokongannya. Barisan inilah, kata sumber itu, yang bakal mati-matian membela posisi Akbar Tandjung.
Februari lalu, dalam rapat pimpinan Golkar di Jakarta, 20 dewan pengurus daerah bersumpah setia menyokong Akbar hingga tahun 2004 nanti. Pengurus Partai dari Jawa Timur malah meminta Akbar tetap memimpin, sekalipun dari penjara. Sokongan keras seperti ini juga datang dari Wahab Dalimunte, ketua Partai di Sumatera Utara, daerah asal Akbar. "Kami konsisten di belakang Akbar," kata Sunardi Ayub, wakil ketua dewan pengurus Nusa Tenggara Barat. Dua puluh daerah yang pernah bersumpah itu, kabarnya, masih setia dengan ikrarnya.
Akar tunjang perkasa itulah yang menyulitkan siapa pun menggusur Akbar. Jikapun Akbar harus lengser, bos baru Golkar haruslah mendapat restu darinya. Di samping sokongan suara, restu itu perlu untuk menghindari konflik dengan para pengikut setia sang ketua umum.
Tampaknya kerepotan itu dihitung betul oleh Jusuf Kalla, pejabat Partai yang dikabarkan juga berminat merebut kursi ketua umum. Kalla sudah beberapa kali berunding dengan Akbar Tandjung. Jalur Akbar-Kalla dibuka melalui Hamid Awaluddin, tokoh kepercayaan Kalla yang sukses menggalang Deklarasi Malino untuk perdamaian konflik di Poso dan Ambon.
Sayang, Kalla sulit dihubungi untuk mengonfirmasi soal ini. Yang pasti, Hamid Awaluddin membantah anggapan bahwa Kalla berambisi merebut kursi itu. "Dalam berbagai kesempatan," kata Hamid, "Jusuf Kalla mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki track record menikam orang dari belakang."
Pilihan terhadap Kalla, menurut seorang rekan akrabnya, lebih realistis dari calon mana pun. "Dia bisa merekatkan berbagai kelompok dalam Golkar dan menjembatani hubungan Golkar dengan pemerintah," tuturnya. Kalla juga mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam, tokoh dari Indonesia Bagian Timur, dan duduk sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dalam pemerintahan Megawati.
Menurut Hamid Awaluddin, jika pilihannya membiarkan kapal bernama Golkar itu tenggelam atau menyelamatkannya, "Saya kira Pak Jusuf memilih untuk menyelamatkannya."
Namun, di ambang momen menegangkan, Akbar sendiri masih yakin bahwa kapalnya bakal bisa menahan badai. "Golkar masih solid," katanya.
Wenseslaus Manggut, Tommy Lebang, Andari Karina Anom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini