SEJARAH tidak cuma berulang, tapi juga kerap memutarbalikkan peran. Bertahun-tahun PDIP yang dipimpin Megawati Sukarnoputri pernah menjadi bulan-bulanan pemerintah Orde Baru, yang dikuasai orang-orang Golkar. Sekarang? Giliran Partai Golkar yang menjadi barang mainan para petinggi PDIP lewat kasus dana Bulog senilai Rp 40 miliar yang melibatkan Akbar Tandjung.
Perkara itu baru akan divonis 4 September ini oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tapi di kalangan PDIP telah beredar skenario peradilan. Menurut sumber TEMPO di Partai Banteng Bulat ini, Ketua Umum Golkar akan dihukum sekitar dua tahun penjara, tapi tidak langsung masuk bui. Ia akan dibiarkan melakukan upaya banding, bahkan kasasi, ke Mahkamah Agung. "Tapi perkaranya bakal digantung sampai usai Pemilu 2004," ujar seorang politisi itu.
Motif politik yang tersembunyi di balik skenario itu gampang diendus. Dengan "mempermainkan" Akbar, Partai Golkar bakal tersandera. Citra Partai Beringin ternoda di mata masyarakat karena sang ketua umumnya menjadi terpidana. Tapi para politisi di partai ini diperkirakan tak mungkin mengganti posisinya sebagai ketua umum, kecuali jika Akbar sendiri yang menghendaki. Alhasil, Golkar mengalami kesulitan saat menghadapi pemilu mendatang.
Orang-orang PDIP di lingkaran Theo Syafei dan Taufiq Kiemas, menurut sumber TEMPO, termasuk yang menginginkan alur tersebut. Hanya, kabar ini disanggah oleh Tjahyo Kumolo, salah seorang politisi yang dekat dengan suami Presiden Megawati tersebut. Menurut dia, sejak kasus Akbar masuk ke pengadilan, pihaknya sama sekali tidak pernah mengintervensi. "Apa untungnya buat PDIP?" ujarnya.
Sebetulnya ada juga kubu lain di partai pemenang pemilu tersebut yang menginginkan skenario berbeda. Mereka mengharapkan Akbar divonis lebih berat dan langsung masuk lembaga pemasyarakatan. Ini akan menampilkan kesan bagus di mata masyarakat karena pemerintah telah berupaya menegakkan hukum. Apalagi, beberapa waktu silam PDIP telah memutuskan menolak pembentukan panitia khusus untuk kasus itu di parlemen. Orang-orang di lingkaran Arifin Panigoro, kata sumber TEMPO, cenderung memilih skenario ini. Benarkah? "Kami memang sudah punya ukuran, tapi tak mau mengatakannya," ujar Didi Supriyanto, yang berada di kubu Arifin, sambil tertawa.
Keinginan itu juga sejalan dengan harapan sebagian politisi Golkar yang menginginkan penggantian ketua umum. Bahkan kabarnya Fahmi Idris, salah satu Ketua Partai Golkar, telah membicarakan kemungkinan ini dengan Arifin Panigoro, yang kini menjadi Ketua Fraksi PDIP di MPR. Tapi Fahmi sendiri menepis. "Mana mungkin? Kan belum ada putusan tetap," ujarnya.
Sebetulnya skenario semacam itu pernah dipertimbangkan pula oleh orang-orang Taufiq Kiemas. Tapi keinginan ini terbentur pada kesulitan mencari figur calon pengganti Akbar yang bisa bekerja sama dengan PDIP. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono pernah dielus, tapi menerima perlawanan cukup sengit di Golkar.
Keragu-raguan sikap PDIP menghadapi kasus Akbar sebenarnya sudah terlihat sejak rencana pembentukan panitia khusus di parlemen Juli lalu. Kubu Taufiq Kiemas cenderung menolak panitia khusus kasus Bulog II, sementara kelompok Arifin Panigoro dan Roy B.B. Janis (mantan Ketua Fraksi PDIP di parlemen) condong menyetujuinya. Akhirnya instruksi resmi dari pemimpin partai memutuskan menolak panitia khusus. Gara-gara sikap ini ujung-ujungnya pembentukan panitia khusus gagal, walaupun 92 politisi dari 153 anggota PDIP abstain dalam voting penentuan.
Karena kali ini menyangkut putusan peradilan, tidak ada sikap resmi dari partai itu. Yang ada adalah kasak-kusuk di bawah permukaan. Namun Roy Janis mengharapkan majelis hakim bisa mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. "Tapi, kalau masyarakat diam saja, berarti mereka bisa menerima apa pun putusan hakim," tuturnya pekan lalu.
Apa pun skenario yang terjadi, kesan yang tertebar bakal sama: pengadilan di negeri ini belum lepas dari bayang-bayang politik. Ini pun bukan berita, karena dari awal kasus ini telah digelar mirip sandiwara.
Fajar W.H., Karaniya Dharmasaputra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini