Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Akrobat di Ruas Pulau Emas

Baru sebagian kecil dari total 2.704 kilometer jalan tol Sumatera yang beroperasi. Dibangun perusahaan negara karena kurang diminati swasta.

22 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARIF Hidayat, 24 tahun, mensyukuri kehadiran ruas jalan tol Medan-Binjai itu. Wiraswastawan asal Binjai ini biasanya menempuh jarak 20 kilometer melalui jalan biasa menuju Medan. Jalan bebas hambatan yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 13 Oktober lalu itu membuat jarak tempuhnya ke Medan bisa hemat 5-7 kilometer dengan membayar tiket tol Rp 10.500. "Jarak yang bisa dipangkas lumayan," ujar Arif saat ditemui di pintu tol Binjai, Rabu pekan lalu.

Jalan tol Medan-Binjai adalah satu di antara 24 jalan tol Trans Sumatera yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2015. Pemerintah menugasi perusahaan negara, Hutama Karya, mengerjakan jalan yang akan membentang 2.704 kilometer dari sisi selatan ke utara Sumatera, yang menghubungkan Pelabuhan Bakauheni di Lampung dengan Banda Aceh di Aceh. Ini hampir dua kali lipat panjang ruas tol Jawa, yang sekitar 1.600 kilometer.

Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, pembangunan jalan tol ini bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi Pulau Emas. Pemerintah akan menjadikan pulau itu sebagai basis industri pengolahan, yang sebelumnya terpusat di Jawa. "Ke depan, peran Jawa dan Sumatera paling besar untuk pertumbuhan. Jangan sampai infrastruktur Sumatera tertinggal. Jawa ini terlalu berat untuk memikul sendirian," kata Bambang, Selasa pekan lalu.

Rencana pembangunan jalan tol Trans Sumatera dimulai pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Kepala Divisi Pembangunan Jalan Tol PT Hutama Karya Rizal Sutjipto, proyek ini sudah sempat ditawarkan kepada swasta, "Tapi tidak ada yang berminat," ujarnya, Rabu pekan lalu.

Presiden Yudhoyono akhirnya mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera sebelum pemerintahannya berakhir. Dalam peraturan itu, Presiden menugasi Hutama Karya menggarapnya dan memprioritaskan pembangunan di empat ruas jalan: Medan-Binjai, Palembang-Simpang Indralaya, Pekanbaru-Dumai, dan Bakauheni-Terbanggi Besar.

Pemerintah menyadari ruas tol di Swarnadwipa kurang menarik perhatian investor karena waktu balik modal yang panjang. Menurut Rizal, berdasarkan kajian pemerintah, secara ekonomis pembangunan jalan tol Sumatera itu sudah layak. Adanya jalan itu akan membangkitkan potensi ekonomi di koridor Sumatera. Namun, dengan desain jalan tol, jumlah lalu-lalang mobil yang diperkirakan melewatinya dinilai belum memadai. Perbandingannya adalah dengan jalan tol di Jawa, yang ekuitas jalan tolnya disebut layak bisnis kalau 30 persen modalnya dari perusahaan sendiri dan 70 persen pinjaman. "Ini yang belum bisa diterapkan di tol Sumatera," ucap Rizal.

Taksiran Hutama Karya, menurut Rizal, kendaraan yang akan melintas di jalan tol itu sekitar 15 ribu per hari. Bandingkan dengan ruas jalan tol di Jawa, yang bisa lebih dari 40 ribu kendaraan per hari. Dengan lalu lintas seperti itu, periode balik modal ruas tol Jawa itu 7-8 tahun. Sedangkan di Sumatera, balik modalnya 17-18 tahun. Pendapatan itu tidak cukup untuk membayar operasional dan perusahaan mengembalikan modal. Malah bisa saja minus. "Kalau minus, bank tidak mau memberi pinjaman," ucapnya.

Presiden Joko Widodo kemudian menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Dalam peraturan yang ditandatangani pada 22 Oktober 2015 itu, Jokowi tetap menugasi Hutama Karya sebagai operator, tapi ada penambahan ruas jalan tol yang akan dibangun, dari 4 menjadi 24. Penambahan itu membuat ruas jalan menjadi 2.704 kilometer. Itu belum termasuk jalan tol sirip, yang menghubungkan kota-kota besar menuju jalan tol yang berada di sisi timur Sumatera. Namun prioritas pembangunanya delapan jalan tol, termasuk empat yang sudah ditetapkan pemerintahan sebelumnya.

Karena sulitnya mencari modal, menurut Rizal, pemerintah ikut mendanai proyek itu melalui penanaman modal mandiri dan optimalisasi aset negara agar ekuitasnya naik menjadi lebih dari 30 persen. Dengan begitu, porsi pinjamannya bisa 70 persen. Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono, pemerintah menyadari jalan tol Sumatera dan Jawa berbeda nilai ekonominya. Pemerintah lantas membuat kebijakan, jika jalan tol itu bagus secara ekonomi, pengelolaannya diserahkan kepada swasta. Jika kurang menguntungkan, pemerintah membantu pembiayaannya. "Inilah yang dilakukan dalam Trans Sumatera," ucap Basuki.

Basuki menyebutkan, pemerintah juga memberi hadiah kepada Hutama Karya berupa pengelolaan tol jalur gemuk, yaitu pintu tol Tanjung Priok dan Jakarta Outer Ring Road Selatan (Taman Mini Indonesia Indah-Pondok Indah). "Dengan begitu, dia bisa mencari uang untuk membangun Trans Sumatera," ujar Basoeki. Menurut Rizal Sutjipto, penghasilan dari pengelolaan dua ruas jalan tol di Jakarta itu digunakan sebagai jaminan bagi obligasi yang dikeluarkan Hutama Karya untuk membangun Trans Sumatera.

Rizal Sutjipto mengatakan, sampai September lalu, panjang jalan tol yang sudah dibangun mencapai 131 kilometer: di Lampung 106 kilometer, Palembang 14 kilometer, dan Medan 11 kilometer. Salah satu jalan yang pembangunannya selesai dan sudah dioperasikan di Sumatera Utara adalah ruas tol Medan-Binjai itu. Pengoperasiannya dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo, yang saat itu juga meresmikan pembangunan jalan tol Kuala Namu-Sei Rampah.

Jalan tol Medan-Binjai terentang sepanjang 16,72 kilometer selesai. Jalan ini terbagi dalam tiga seksi: Helvetia-Tanjung Mulia, Helvetia-Sei Semayang, dan Sei Semayang-Binjai. Dua seksi terakhir itu hampir 100 persen beroperasi. "Hanya tinggal di jalan menjelang pintu masuk gerbang tol Sei Semayang," kata Pemimpin Proyek Ruas Medan-Binjai PT Hutama Karya, Hestu Budi Husodo, Rabu pekan lalu.

Sementara sebagian jalan tol di Sumatera Utara sudah mulai beroperasi, tidak demikian di Sumatera Barat. Dalam daftar ruas tol yang direncanakan pemerintah pusat, jalan Padang-Pekanbaru ditargetkan selesai pada 2025. Namun ruas tol Padang-Sicincin sepanjang 29 kilometer akan selesai pada 2019. "Peletakan batu pertamanya dijadwalkan pada awal Desember 2017 oleh Presiden Jokowi," kata Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit, Rabu pekan lalu.

Jalan ini nantinya menghubungkan Padang dengan Pekanbaru, yang jaraknya 240 kilometer. Setelah Padang-Sicincin selesai, selanjutnya dibangun jalan tol Sicincin-Payakumbuh (2021-2023), Payakumbuh-Bangkinang (2022-2025), dan Bangkinan-Pekanbaru (2021-2023). Pembangunan jalan ini akan berdampak terhadap perkembangan pariwisata di Sumatera Barat, terutama Kota Bukittinggi, yang dikenal sebagai kota wisata dan sentra grosir pakaian. Jalan ini nantinya menjadikan waktu tempuh antara Padang dan Pekanbaru hanya empat jam, tidak lagi delapan jam seperti selama ini. "Jalur perdagangan akan semakin cepat," kata Nasrul.

Ruas tol Sumatera memang sangat panjang dan mahal. Berdasarkan taksiran Hutama Karya, pada 2013 saja, proyek ini diperkirakan membutuhkan investasi Rp 335 triliun. Itu belum termasuk biaya pembebasan lahan. Menurut Rizal Sutjipto, ruas 24 jalan tol itu ditaksir bisa selesai seluruhnya sekitar 30 tahun mendatang atau 2045. "Tapi bisa lebih cepat."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus