Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Aktivis Di Kampus Kerajaan

Tak tertarik pada kegiatan politik, Sultan Hamengku Buwono IX memilih aktif di pelbagai organisasi kampus. Bersahabat dengan Ratu Juliana.

17 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Universitas Leiden-dulu bernama Rijksuniversiteit-adalah universitas tertua di Belanda. Dibangun pada 1575 oleh Pangeran William van Orange, kampus ini menjadi favorit anggota keluarga Kerajaan Belanda. Ratu Juliana adalah salah satu alumnusnya. Jejaknya diikuti sang putri, Ratu Beatrix, dan Raja Belanda sekarang, Willem-Alexander. Di kampus bergengsi ini, Sultan Hamengku Buwono IX berkuliah. Ia seangkatan dengan Ratu Juliana.

Tidak salah bila Dorodjatun-nama kecil Sultan-memilih Universitas Leiden. Banyak tokoh berpengaruh dunia pendidikan, seperti René Descartes, Rembrandt, Hugo Grotius, Baruch Spinoza, dan Baron d'Holbach, pernah memberi kuliah. Albert Einstein tercatat sebagai profesor di sana. Secara berkala, ia mengajar beberapa hari dalam sepekan. Kuliah pertamanya, pada 5 Mei 1920, membahas tentang teori relativitas yang ia temukan.

Semasa kuliah, Dorodjatun tinggal di Zouterwoudse Singel 79 bersama kakaknya, Tinggarto. Ia bukanlah mahasiswa Hindia Belanda pertama yang kuliah di sana. Adalah Raden Mas Ismangoon Danoewinoto yang pertama kuliah di Universitas Leiden pada 1871, demikian catatan buku Leiden Oriental Connection 1850-1940. Kemudian universitas ini menjadi salah satu incaran para mahasiswa Indonesia. Sebut saja antara lain Raden Ngabehi Poerbatjaraka, Hoessein Djajadiningrat, Noto Soeroto, Raden Panji Sosrokartono, Amir Sjarifuddin, dan Rustam Effendi. Mereka pernah kuliah di sana.

Di Leiden, Dorodjatun masuk Fakultas Indologi, studi yang mempelajari sejarah, kesusastraan, agama, dan bahasa. Pada waktu itu program studi ini kurang populer di mata para mahasiswa Hindia Belanda. Tapi dia punya alasan sendiri mengapa memilih fakultas yang kurang diminati. "Saya paling senang staatsrecht (hukum tata negara)," katanya dalam buku Tahta untuk Rakyat, yang dirangkum oleh Mohamad Roem, Mochtar Loebis, Kustiniyati Mochtar, dan S. Maimoen.

Awal masuk, Dorodjatun mesti menyelesaikan perkuliahan selama dua tahun untuk meraih gelar sarjana muda di bidang hukum. Setelah itu, ia memilih jurusan dan melanjutkan kuliah selama lima tahun guna memperoleh gelar sarjana penuh. Dorodjatun diwajibkan mengambil mata kuliah utama ekonomi dan pilihan bebas bahasa. Selain itu, mata kuliah lain, yakni ilmu politik, konstitusi dan hukum administratif, ekonomi tropis, hukum adat, serta arkeologi.

Hingga 1930, tercatat 75 mahasiswa Hindia Belanda belajar di Leiden, 10 mahasiswa ilmu kedokteran di Stovia, dan 2 mahasiswa di Fakultas Indologi, yakni Dorodjatun dan Maruto Darusman, seperti yang dicatat Harry Poeze dalam bukunya, In Het Land van Overheerser (KITLV, 1986). Dorodjatun kemudian memilih Jurusan Ekonomi dan sangat menyukai mata kuliah konstitusi dan hukum administratif, yang dipegang dosen favoritnya, J.J. Schrieke.

Setelah sempat menumpang di rumah sang kakak, pada 1935, Dorodjatun memilih tinggal sendiri di Jalan Klooksteeg 7A, yang tepat berada di belakang sebuah gereja Protestan. Hampir saban hari selama empat tahun, dia menyusuri jalan-jalan Kota Leiden yang kecil dan dibangun di atas tegel batu. Sesekali ia melintasi kanal menyeberangi jembatan menuju kantor pusat universitas atau pergi ke perpustakaan.

Lewat jendela kamarnya di Klooksteeg, Dorodjatun bisa mendengar para pejalan kaki berbincang-bincang. Lokasi ini cukup ramai dan sangat ideal karena hanya butuh lima menit berjalan kaki untuk menuju kampus. Masa itu Kota Leiden terasa hidup berkat keberadaan kampus ini. Gedung-gedung dipakai universitas, kamar-kamar disewakan kepada para mahasiswa pendatang. Kehidupan penduduk berputar di sekelilingnya.

Di kampus, prestasi Dorodjatun tidak terlalu istimewa. Ia pernah gagal dalam ujian mata kuliah ekonomi pada Maret 1937 dan baru lulus pada semester berikutnya. Pada tahun yang sama, ia akhirnya bisa mengikuti program sarjana penuh untuk meraih gelar master. Banyaknya kegiatan di luar perkuliahan menjadi salah satu penyebab studinya terganggu. Bahkan, pada 1938, Dorodjatun terpilih menjadi Ketua Senat Fakultas Indologi. Konon, setelah mengurangi pelbagai kegiatan, ia mampu berkonsentrasi dengan baik.

Meski tak tertarik pada kegiatan politik, yang saat itu tengah gencar-gencarnya dilakukan sebagian besar mahasiswa Indonesia lewat Perhimpunan Indonesia (PI) dan Roekoen Pelajar Indonesia (Roepi), Dorodjatun memilih bergiat di pelbagai organisasi dalam kampus. Ia aktif di studentsocietiet Minerva, yang didirikan pada 1814. Perkumpulan ini menjadi cikal-bakal organisasi kemahasiswaan di Belanda. Selain itu, Dorodjatun masuk De Leidse Student Club atau Kelompok Mahasiswa Leiden dan menjadi ketua kelompok diskusi Krisna di bawah bimbingan J.J. Schrieke.

Anggota Minerva kebanyakan kaum elite bangsawan. Salah satunya Juliana, yang saat itu masih bergelar putri. Hubungan Dorodjatun dan Juliana cukup dekat. Bahkan Juliana punya panggilan khusus untuk Dorodjatun: "Gekke" atau "Si Gila" lantaran ia dianggap orang yang lucu dan jenaka. Kala Putri Juliana menikah pada 1936 dengan Pangeran Bernard dari Jerman, Dorodjatun menjadi salah satu undangan khusus. Ia menghadiahkan pengantin baru tersebut sebuah tempat sirih dari perak bertatah emas dan berlian.

Februari 2014, Universitas Leiden secara resmi menyerahkan ijazah beserta arsip dan dokumen milik Dorodjatun semasa menempuh jenjang doktoral kepada ahli waris di Keraton Yogyakarta. Hanya, dokumen tersebut hingga kini belum bisa dilihat langsung oleh publik. Saat Tempo mendatangi Museum Widya Budaya, museum khusus untuk penyimpanan naskah kuno dan dokumen berharga keraton, arsip riwayat pendidikan Dorodjatun itu belum terdaftar.

"Memang sudah diserahkan oleh Universitas Leiden kepada Ngarso Dalem (Sultan Hamengku Buwono X), tapi belum diserahkan kepada pihak museum sehingga belum dapat dilihat publik," kata Penghageng II Museum Widya Budaya Keraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung Purwodiningrat.

Romo Pur-sapaan Purwodiningrat-mengaku tak mengetahui persis mengapa dokumen riwayat pendidikan Dorodjatun belum juga masuk Museum Widya Budaya. Sebab, biasanya seluruh dokumen, karya tulis, dan arsip tentang raja-raja keraton tiap periode akan langsung masuk dan dikelola museum untuk dirawat. "Mungkin dititipkan di perpustakaan pribadi Ngarso Dalem," ujarnya.

Adik tiri Sultan Hamengku Buwono X yang juga Pengageng Perpustakaan Widya Budaya Keraton Yogyakarta, Gusti Bendara Pangeran Haryo Prabukusumo, mengaku tak mengetahui persis di mana ijazah dan dokumen riwayat pendidikan Dorodjatun itu setelah diserahkan Universitas Leiden tahun lalu.

"Saya juga tak mengetahui isinya karena saat itu yang banyak berbicara Ngarso Dalem," ucap Prabu. Dia selaku penanggung jawab naskah dan dokumen berharga keraton juga merasa belum pernah ditugasi agar dokumen tersebut dimasukkan ke museum. "Saat itu saya ikut menerima rombongan, tapi hanya memandu berkeliling keraton, tak banyak berbicara soal ijazah," ujar Prabu.

Ijazah itu diserahkan oleh Universitas Leiden setelah Dorodjatun 75 tahun meninggalkan almamaternya karena panggilan mendadak dari ayahnya. Ia tercatat sebagai mahasiswa pada 1936-1939. Sampai akhir hayatnya, dia tak sempat mendapatkan gelar meski pihak keraton menyebutkan bahwa secara materi perkuliahan sudah selesai dan tinggal menunggu wisuda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus