Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Al-Qaidah di Asia dan Ketakutan Amerika

Khawatir jaringan Al-Qaidah berada di Indonesia, Malaysia, dan Filipina, Amerika diberitakan bakal "menyerbu" ketiga negara itu. Kenyataan atau ketakutan berlebihan?

14 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESIBUKAN meningkat di Departemen Pertahanan pekan lalu. Menteri Matori Abdul Djalil memerintahkan stafnya agar segera mengirim surat klarifikasi ke Pentagon, Amerika Serikat. Surat via faksimile itu sedemikian penting. Soalnya, sebuah harian terkemuka Amerika, The New York Times, edisi 10 Oktober 2001, membuat jantung orang di Indonesia, Malaysia, dan Filipina berdetak kencang. Ketiga negara ini terancam diserang. Dalam berita "American Action Is Held Likely in Asia", yang ditulis wartawan Tim Weiner, disebut target operasi berikut setelah Afganistan adalah tiga negara Asia Tenggara itu. "Mereka target aksi terbuka dan tertutup Amerika di masa datang," ujar seorang pejabat Amerika yang namanya dirahasiakan. Di tiga negara itu, konon, ditemukan jaringan organisasi Al-Qaidah—yang disebut Amerika sebagai organisasi teror—milik Usamah bin Ladin. Milisi Islam dilatih dengan bantuan uang, peralatan, dan tenaga dari organisasi yang diduga pelaku tragedi New York itu. Dalam jangka panjang, kelompok Islam puak Melayu ini bisa mengancam kepentingan Amerika. Harian itu menyebut, berdasar sumber intern pejabat di Washington, Filipina merupakan pusat jaringan Al-Qaidah di Asia Selatan dan Tenggara. Jaringan itu didukung Organisasi Sosial Islam (Makhtab al-Khadamat) dan Universitas Al-Makdum di Mindanao, yang dipimpin Mohammad Jafar Khalifa, ipar Osama! Beberapa pelaku teror ke Negeri Abang Sam berasal dari jaringan ini. Seperti Ramzi Yousef, pengebom WTC tahun 1993, dan Mohammed Saddiq Odeh, yang meledakkan Kedubes AS di Nairobi, Kenya. Ada juga kelompok Abu Sayyaf di Basilan, pimpinan Abdujarak Abubakar Janjalani, alumni Afganistan 1980-an. Disebut-sebut, ada anggota Al-Qaidah transit di Malaysia sesaat sebelum "menggempur" Amerika. Khalid al-Midhar, tersangka penyerang WTC, terekam ikut pertemuan teroris di Kuala Lumpur awal 2000. Di Indonesia, Taliban membantu kelompok Laskar Jihad. Selain itu, ada Front Pembela Islam (FPI), yang mengancam melakukan sweeping warga Amerika. Di Indonesia sendiri, apa betul ada begitu? "Ah, dugaan itu tanpa bukti," kata Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Dephan, Mayjen TNI Sudrajat. Menurut dia, motif terorisme di Indonesia sangat domestik. "Mereka tidak menyerang aset Amerika," paparnya. Dari orang-orang yang dituding pun muncul penolakan. "Lo, kita ini mendapat duit dari prapatan jalan dan sumbangan sukarela, kok dibilang mendapat duit dari Taliban," tutur Djafar Umar Thalib, pemimpin Laskar Jihad. Laskar Jihad sendiri tak pernah mengancam Amerika. "Kita ini cuma membantu saudara-saudara muslim di Ambon dan Poso kok," ujarnya. Adapun Rizieq Syihab, pemimpin FPI, mengeluh, "Isu sweeping itu hanya wacana, belum terjadi. Tapi malah Gelbard (Duta Besar AS) marah-marah minta yang ngancam ditangkap." Sementara itu, meskipun masuk daftar yang akan "diserang", Malaysia dipuji karena tanggap terhadap perang melawan terorisme oleh Aliansi Milenium, yang dibentuk Amerika untuk memerangi teror. Para aktivis Islam garis keras, menyusul terungkapnya Kelompok Mujahidin Malaysia (KMM), ditangkap berdasarkan Internal Security Act (ISA). Filipina bahkan telah menerima kedatangan tim khusus tentara Amerika untuk melatih tentaranya menumpas kelompok Abu Sayyaf, pekan lalu. Akan halnya Indonesia, negeri dengan pemeluk Islam terbesar ini dianggap bersikap paling lunak. Menteri Luar Negeri Colin Powell kemudian "meluruskan" berita The New York Times, sehari setelah berita itu keluar. "Tak ada rencana melakukan aksi di luar Afganistan dan di luar target Al-Qaidah," kata menteri kulit hitam itu. Tapi Powell tak membantah—meski tak diucapkannya—adanya kekhawatiran akan ancaman kelompok Islam garis keras di tiga negara tersebut. Ia malah menegaskan bahwa jangkauan kampanye antiteroris Presiden Bush adalah terorisme di mana pun di dunia. Bush sendiri direncanakan bertemu dengan tiga pemimpin negara ini di Shanghai, 19 Oktober besok, di sela pertemuan APEC. Bisa jadi, ia akan meminta tindakan lebih keras. Tapi mungkinkah Presiden Megawati akan bersuara lebih keras mendukung serangan Amerika? Soalnya, aksi-aksi anti-Amerika semakin santer juga di Indonesia. Arif A. Kuswardono, Agus Hidayat, Heru C. Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus