LILY mengadu kepada seorang pengacara di Bandung. Ia mau diceraikan suaminya. "Saya Katolik, mana mungkin bisa cerai?" kata wanita 19 tahun ini. Apa pasal, Neng? "Suami saya kecewa," kata pengantin baru yang ayu ini. Ia berterus terang bahwa alat bersebadannya kurang sreg. "Kalau tak percaya, silakan periksa," kata Lily, bingung. Tony Santhony, 28, si pengacara, tercengang. Tony yang muda ganteng, lajang lagi -- tentu mengelak memeriksa "perabot" Lily yang bergara-gara itu. "Sudah, sudah, saya pahami kesulitan Anda" kata Tony, pekan silam. Handaya, 27, suami Lily yang Protestan itu, bersikeras untuk menceraikan istrinya. "Sejak malam pertama, saya kesulitan. Setelah itu, masih teruuus suliiit...," kata pedagang kelontong di sebuah pasar di Bandung itu. Mereka pacaran tiga tahun. Setelah menikah, dua bulan lalu, mereka bertengkar terus. "Ini soal medis. Ini urusan dokter. Tapi klien saya ini harus dilindungi dari perceraian," kata Tony. Lily memang ngotot. "Saya tak mau dicerai, karena sangat mencintai Handaya," ujarnya, berlinang air mata. Sabar, Lily. Alat "mekanik" yang diincar sang sumi itu masih -- ketulungan. "Laki-laki saja boleh dibikin berkelamin perempuan, masa alat tubuh yang mampet tak bisa dilubangi ?" kata Prof. Soelaiman dari Bagian Kebidanan Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, kepada Hasan Syukur dari TEMPO. "Setelah operasi, nanti, hubungan mereka mudah-mudahan akan berjalan normal," tutur guru besar FK Unpad itu. Nah, itu dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini