Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Gerakan Tutup Toba Pulp Lestari (TPL) kembali adakan aksi atas kasus penangkapan Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Sumatera Utara, Sorbatua Siallagan, 65 tahun. Aksi ini diselenggarakan di halaman Pengadilan Tinggi Medan, pada Kamis, 10 Oktober 2024.
Puluhan masyarakat sipil turun menyuarakan aspirasi agar Ketua Komunitas Adat Dolok Parmonangan Sorbatua Siallagan dibebaskan. Aksi tersebut diadakan pada Kamis, 10 Oktober 2024 di depan Pengadilan Tinggi Medan, ini dihadiri puluhan partisipan, terdiri dari lapisan elemen masyarakat, diantaranya mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat adat dari Kabupaten Simalungun.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Jhontoni Tarihoran mengungkapkan bahwa aksi ini diadakan untuk menuntut kebijaksanaan Pengadilan Tinggi Medan dalam menetapkan keputusan terhadap Sorbatua demi kesejahteraan masyarakat adat Tano Batak.
"Selain itu, kami juga memberikan beberapa berkas yaitu surat permohonan kepada hakim pengadilan tinggi, dan petisi yang ditandatangani oleh 9.756 orang agar Pak Sorbatua dibebeskan. Kami harap bukti petisi ini bisa menjadi pertimbangan hakim juga," kata dia.
Sebagai informasi, atas pembacaan Surat Putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 155/Pid.B/LH/2024/PN pada 14 Agustus 2024 dengan dakwaan pembakaran eucalyptus milik PT Toba Pulp Lestari (PT TPL). Persidangan ini diiringi ritual adat, tabur bunga, dan orasi dari Aliansi Gerak Tutup TPL di depan gedung Pengadilan Tinggi Medan. Ada juga papan bunga bertuliskan: turut berduka cita atas matinya keadilan di negara ini dan terima kasih kepada hakim atas nilai keadilan untuk masyarakat adat.
Hasil persidangan ini membawa putusan bahwa Sorbatua resmi ditetapkan bersalah dan harus menjalani pidana penjara selama dua tahun, denda sebesar Rp 1 miliar, subsider enam bulan.
Jerni Elisa Siallagan, putri Sorbatua, merasa kecewa dengan putusan hakim. Menurutnya, ini kelalaian negara yang belum mengesahkan kebijakan agar mengakui dan melindungi hak masyarakat adat. "Bapakku dikriminalisasi, kami keluarga akan tetap melawan," ujarnya.
Sorbatua didakwa menduduki kawasan hutan dan membakar hutan negara. Melalui nota pembelaannya, Sorbatua membantah. Menurutnya, tanah itu merupakan wilayah adat Ompu Umbak Siallagan yang sudah dikuasai dan diusahai 11 generasi. Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) sebagai kuasa hukum tidak menerima putusan tersebut.
"Mereka diculik, ditendang, dipukuli bahkan disetrum saat penangkapan. Ini tidak sesuai prosedur penangkapan seseorang, tidak ada surat penangkapan dan dilakukan dini hari. Kami ingin ini ditindaklanjuti agar tak ada lagi narasi masyarakat adat diculik. Negara sangat abai akan hal ini," ujar Nurleli, sebagai salah satu tim advokasi.
Adapun petisi yang dibuat, diadakan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), organisasi non-profit yang mendorong penguatan gerakan masyarakat sipil, memajukan hukum yang berkeadilan kepada rakyat, memajukan hak-hak konstitusional dan hak-hak asasi manusia (HAM) sebagaimana diamanatkan di dalam konstitusi negara republik Indonesia dan perjanjian-perjanjian HAM internasional.
Petisi melalui https://www.change.org/p/bebaskan-sorbatua-siallagan menuntut pembebasan Sorbatua Siallagan ini sampai Jumat pagi, 11 Oktober 2024 telah ditandatangi 9.576 pendukung.
Menanggapi hal ini, Humas Pengadilan Tinggi Medan John Pantas L.Tobing mengonfirmasi kepada Tempo.co bahwa agenda sidang putusan terkait banding Sorbatua ditunda, kemungkinan akan dilaksanakan pekan depan.
"Musyawarah dari majelis hakim belum selesai, sehingga agenda putusannya diundur. Jadwal ulangnya satu minggu ke depan. Tentunya majelis hakim akan membuat putusan berdasarkan berkas perkara," katanya.
Tak hanya berkas petisi, massa aksi turut melayangkan surat permohonan kepada Hakim Pengadilan Tinggi Medan, yang menjabarkan bahwa Sorbatua tidak bersalah. Adapun surat ini terlampir daftar sebanyak 321 pihak, terdiri atas organisasi dan komunitas yang mendaftar sebagai bagian dari Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Sorbatua Siallagan.
Koordinator aksi Doni Wijaya Munthe berharap agar berkas-berkas yang telah diserahkan dapat diproses dengan baik dan menjadi pertimbangan untuk keputusan atas Sorbatua. Doni menambahkan bahwa aksi ini akan diadakan secara berkelanjutan, mengingat baru dilantiknya Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Sumatra Utara.
"Masyarakat sipil dan kumpulan masyarakat adat terus menggaungkan soal permasalahan ini, agar dapat didengar mereka, terutama DPRD yang baru dilantik. Aksi ini tentu berdasarkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat agar tidak terjadi lagi kriminalisasi kepada kami (masyarakat adat)," ungkapnya.
RACHEL CAROLINE L.TORUAN | MEI LEANDHA
Pilihan Editor: Aksi Aliansi Gerakan Tutup Toba Pulp Lestari di Pengadilan Tinggi Medan, Ini 3 Tuntutan Mereka
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini