Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Buru-buru Vaksin Baru

Pemerintah mencoba mempercepat pelaksanaan vaksinasi massal dengan alasan beban ekonomi tinggi. Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta Majelis Ulama Indonesia tak menunda penerbitan fatwa halal. Namun vaksinasi massal terhambat oleh persoalan teknis dan ketiadaan lemari pendingin. Di berbagai daerah, muncul penolakan terhadap vaksinasi.

16 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah tenaga medis menunggu giliran untuk mendapatan Vaksin Sinovac di RSUD Bung Karno, Solo, Jawa Tengah, 14 Januari 2021. Tempo/Bram Selo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rapat penentuan nasib vaksin Sinovac berjalan alot karena peserta mempertanyakan angka efikasi.

  • Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Majelis Ulama Indonesia tak menunda fatwa halal vaksin.

  • Kementerian Kesehatan menggandeng Unilever untuk menyediakan lemari pendingin.

MENGAMBIL tempat di salah satu ruangan di kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta Pusat, rapat penentuan nasib vaksin CoronaVac pada Ahad, 10 Januari lalu, berjalan alot. Para anggota Komisi Nasional Penilai Obat dan tim BPOM memperdebatkan soal keampuhan vaksin produksi perusahaan biofarmasi asal Cina, Sinovac Biotech Ltd, tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iris Rengganis, Ketua Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia, yang hadir dalam pertemuan itu, mengatakan para peserta langsung menyoroti angka efikasi vaksin yang mencapai 65,3 persen. Efikasi adalah tingkat kemampuan vaksin mencegah penyakit berdasarkan hasil uji klinis terhadap populasi yang terbatas. Iris sempat mempertanyakan perbedaan uji klinis yang diselenggarakan Universitas Padjadjaran, Bandung, dengan di Turki dan Brasil. Musababnya, efikasi di Turki mencapai 91,25 persen dan di Brasil 78 persen—belakangan turun menjadi 50,4 persen. “Diskusinya memang berjalan alot,” kata Iris saat dihubungi pada Selasa, 12 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alotnya rapat keempat yang berjalan selama enam jam itu juga diungkapkan seorang dokter yang hadir. Dalam tiga pertemuan sebelumnya, rapat hanya berlangsung tiga-empat jam. Kali itu tak ada seorang pun peserta rapat meninggalkan ruang pertemuan. Menurut Iris, sesaat setelah tim uji klinis memaparkan efikasi, seorang peserta mempertanyakan kemampuan vaksin dalam membasmi wabah corona. Menjawab pertanyaan itu, seorang dokter mengatakan efikasi sebesar 65,3 persen cukup bagus dan berada di atas standar minimal yang ditentukan Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 50 persen.

Para anggota Komisi Nasional Penilai Obat juga mempertanyakan keamanan vaksin Sinovac. Penyebabnya, sebanyak 25 sukarelawan uji coba vaksin mengeluhkan gejala sakit. Mereka pun meminta tim uji klinis menjelaskan penyebab munculnya gejala klinis tersebut. Jarir At Thobari, anggota Indonesia Technical Advisory Group on Immunization, yang juga hadir dalam pertemuan itu, mengatakan tim uji klinis mengakui adanya pasien yang dirawat di rumah sakit, tapi bukan karena efek vaksin. “Pada akhirnya kami yakin bahwa vaksin Sinovac ini aman,” ucap dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tersebut.

Sehari seusai rapat tersebut, pada Senin, 11 Januari lalu, Kepala BPOM Penny Lukito mengumumkan izin penggunaan darurat atau emergency used authorization (EUA) vaksin Sinovac. Menurut Penny, persetujuan itu diberikan setelah tim mengkaji laporan interim yang disetorkan tim uji klinis dari Universitas Padjadjaran dan PT Bio Farma. EUA dapat berakhir dan berubah menjadi izin edar reguler jika data pemantauan telah lengkap.

Petugas kesehatan (tengah) membawa kotak berisi vaksin Covid-19 dari Sinovac di kapal dengan tujuan wilayah terluar Aceh di pelabuhan tradisional Lampulo, Banda Aceh, 16 Januari 2021. Antara/Ampelsa

Dua hari setelah izin darurat itu keluar, pemerintah pun menggelar vaksinasi perdana. Disiarkan secara langsung oleh media nasional, Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Sinovac di Istana Merdeka, Jakarta. “Saya memerintahkan agar vaksinasi Covid-19 segera dilaksanakan di seluruh Tanah Air,” kata Presiden melalui akun Twitternya.

Jokowi sebenarnya menginginkan vaksinasi Covid-19 diselenggarakan pada akhir tahun lalu. Dalam kunjungan ke pusat kesehatan masyarakat di Tanah Sareal, Bogor, Jawa Barat, pada pertengahan November 2020, Presiden memperkirakan penyuntikan vaksin Sinovac sudah dapat dimulai pada bulan berikutnya. Jokowi pun sempat terang-terangan meminta percepatan uji klinis vaksin Sinovac saat menerima tim riset uji klinis vaksin pada 21 Juli 2020 di Istana.

Kusnandi Rusmil, ketua tim dari Universitas Padjadjaran, mengatakan Presiden meminta uji klinis rampung dalam tiga bulan. Menurut Kusnandi, Presiden menyatakan pengeluaran pemerintah untuk mengatasi wabah sudah sangat tinggi. Jika vaksinasi segera dilakukan, pandemi berangsur-angsur hilang dan beban pemerintah berkurang. Kusnandi menolak permintaan tersebut dengan alasan uji klinis memiliki standar khusus dan tak bisa dipercepat. “Beliau memahami alasan kami dan mendukung apa pun yang kami minta,” ujar guru besar Fakultas Kedokteran Unpad tersebut.

Bukan hanya Presiden Jokowi, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga pernah berancang-ancang vaksin Covid-19 mulai dapat disuntikkan pada November tahun lalu. Dalam sebuah diskusi pada 30 September 2020, Luhut mengaku telah berdiskusi langsung dengan Kepala BPOM Penny Lukito soal penerbitan izin penggunaan darurat.

Sebulan kemudian, Luhut, yang mengaku ditelepon oleh Jokowi, meralat target pelaksanaan vaksinasi. Pemerintah lantas memundurkan jadwal penyuntikan karena izin dari BPOM belum keluar. Menurut Luhut, Jokowi ingin menunggu dan mematuhi prosedur penerbitan izin dari BPOM untuk memastikan keamanan vaksin. “Vaksinnya sih siap, tapi emergency use authorization-nya harus dipatuhi,” tutur Luhut saat menjadi pembicara di Lembaga Ketahanan Nasional pada 23 Oktober 2020.

Kepala BPOM Penny Lukito pada Sabtu, 16 Januari lalu, membantah tudingan bahwa lembaganya ditekan sejumlah pihak untuk mengeluarkan izin penggunaan darurat. Dia mengaku sudah mengikuti jadwal penelitian yang dirancang, termasuk penetapan tanggal vaksinasi perdana yang telah dikoordinasikan dengan pemerintah. Pada Sabtu, 16 Januari, Penny mengklaim independensi lembaganya tak bisa ditawar lagi.

Keinginan mempercepat vaksinasi juga terlihat dari pesan Wakil Presiden Ma’ruf Amin kepada Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Abdurrahman Dahlan mengatakan Ma’ruf, yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI, meminta koleganya tak menahan-nahan pengumuman. “Pesan beliau, kalau dokumennya sudah cukup, jangan lama-lama mengambil keputusan,” kata Abdurrahman.

Juru bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, mengatakan Ma’ruf hanya meminta Kementerian Kesehatan dan Bio Farma melibatkan MUI agar dapat bekerja secara paralel dengan BPOM. Dalam sebuah rapat terbatas di rumah dinas Wakil Presiden yang dihadiri perwakilan BPOM dan Bio Farma, Ma’ruf juga meminta agar MUI kembali diajak untuk menilai kehalalan vaksin lain yang akan tiba di Indonesia. “Biar semuanya berjalan seiring dan cepat,” ujar Masduki.

Namun, seperti rapat di BPOM, sidang Majelis Ulama pada Senin, 4 Januari lalu, berjalan alot. Abdurrahman Dahlan bercerita, sejumlah ulama mengorek proses produksi vaksin Sinovac. Tak hanya mempertanyakan bahan baku, seorang ulama mencecar alat produksi vaksin untuk memastikan alat yang dipakai tak tercemar bahan berbahaya dan tak pernah dipakai membuat vaksin jenis lain. Ulama itu pun meminta penjelasan dan dokumen yang terang.

Menjawab keraguan itu, Komisi Fatwa menyodorkan dokumen penjelasan dari Sinovac yang menerangkan soal bahan baku, alat produksi, beserta tanggal pemrosesan vaksin.

Ketua MUI Marsudi Syuhud, yang hadir dalam rapat pleno penentuan fatwa, menjelaskan bahwa media pengembangan vaksin juga sempat dibahas secara detail. Para peserta memastikan produsen Sinovac tak menggunakan media kultur yang tergolong haram, seperti babi dan anjing. “Unsur yang paling banyak ternyata air,” ucap pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda, Banjar, Jawa Barat, itu. Pada Jumat, 8 Januari lalu, Komisi Fatwa mengumumkan kehalalan vaksin Sinovac. Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menyebutkan vaksin Sinovac halal dan suci, meski penggunaannya harus menunggu izin darurat dari BPOM.

•••

SEHARI seusai vaksinasi perdana di Istana Merdeka, sejumlah daerah pun menggelar penyuntikan massal. Namun di beberapa daerah terjadi masalah. Penanggung jawab vaksinasi di Puskesmas Krembangan Selatan, Surabaya, Dian Puspari, mengatakan sistem pendataan vaksin milik Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional mengalami gangguan pada Jumat, 15 Januari lalu. Komputer menampilkan semua peserta vaksinasi sebanyak 57 orang berusia 59 tahun. Petugas pun memverifikasi lagi para peserta secara manual. Dampaknya, hanya tiga orang yang disuntik. “Padahal enam petugas vaksin sudah siap,” kata Dian.

Para perawat dan dokter di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta, juga menghadapi masalah teknis. Juru bicara RSUP Persahabatan, Erlina Burhan, mengatakan tenaga kesehatan di rumah sakitnya berkali-kali gagal saat melakukan registrasi ulang. Sebanyak 800-1.000 tenaga medis bekerja di Persahabatan. Erlina menduga sistem bermasalah karena tenaga medis mengakses laman pendaftaran dalam waktu bersamaan.

Pengiriman vaksin Sinovac ke berbagai daerah juga mengalami kendala tempat penyimpanan. Vaksin itu harus disimpan di ruangan bersuhu 2-8 derajat Celsius. Kepala Dinas Kesehatan Maluku Utara Idhar Sidi Umar mengaku kesulitan mencari kapal yang dilengkapi kulkas khusus untuk mengirim vaksin dari Ternate ke Kabupaten Sula dan Taliabu. Perjalanan itu membutuhkan waktu 26 jam.

Di Rumah Sakit Umum Daerah Daya di Makassar, paket vaksin belum juga tiba hingga Jumat, 15 Januari lalu. Juru bicara RSUD Daya, Wisnu Maulana, mengatakan Dinas Kesehatan Makassar berjanji mengirim 300 dosis vaksin lengkap dengan kulkas penyimpanan. “Rumah sakit kami tak punya cold chain,” dia berujar.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui kondisi rantai pendingin sebagaimana di RSUD Daya merupakan salah satu masalah yang muncul dalam program vaksinasi. “Supply chain logistiknya extremely challenging,” kata Budi kepada Tempo, Jumat, 15 Januari lalu. Dia menyebutkan problem distribusi logistik berpotensi membuat target penyuntikan 3 juta vaksin hingga akhir Januari mendatang dapat meleset.

Budi menjelaskan masalah cold chain ini terlihat dalam pemantauan digital milik PT Bio Farma saat distribusi 1,2 juta vaksin Sinovac ke daerah. Dia mendeteksi ada pengiriman yang tak kunjung tuntas dalam dua hari. Masalah itu sedikitnya terjadi di delapan provinsi, antara lain Aceh, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta.

Tenaga kesehatan menunggu selama 30 menit seusai menjalani vaksinasi Covid-19 di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya, Jawa Timur, 15 Januari 2021. Antara/Didik Suhartono

Menurut Budi, lemari pendingin di daerah tak bisa menampung paket vaksin Sinovac karena penuh. Kulkas-kulkas milik dinas kesehatan berisi reagen dan sisa stok vaksin reguler yang menumpuk karena kegiatan vaksinasi menurun selama pagebluk corona. Vaksin Sinovac baru bisa disimpan setelah persediaan reagen di lemari pendingin dikeluarkan secara bertahap. “Vaksin batch pertama ini pelan-pelan sudah bisa masuk cooler,” tutur bekas Direktur Utama Bank Mandiri itu.

Pemerintah pun pontang-panting mencari tambahan lemari pendingin. Budi pun mengajak pihak swasta terlibat. Salah satunya Unilever Indonesia. Menurut Budi, perusahaan asal Inggris itu memiliki sedikitnya 200 ribu kotak pendingin yang mampu menghasilkan temperatur hingga minus 25 derajat. 

Presiden Direktur Unilever Indonesia, Ira Noviarti, membenarkan bahwa dirinya sudah bertemu dengan Menteri Kesehatan. Menurut dia, Unilever siap mendukung program pemerintah dalam menangani pandemi. “Detail kolaborasi dengan pemerintah sedang didiskusikan,” ujar Ira.

•••

MENJALANKAN vaksinasi massal, pemerintah juga menghadapi penolakan dari masyarakat. Anggota Komisi Kesehatan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ribka Tjiptaning, terang-terangan mengaku tak mau divaksin. Ia memilih membayar denda ketimbang disuntik vaksin Covid-19. Alasan Ribka, sejumlah dampak buruk justru timbul seusai vaksinasi.

Sukardi, warga Mataram, Nusa Tenggara Barat, juga enggan disuntik. Pria yang berprofesi sebagai dalang itu ragu terhadap kemanjuran vaksin Sinovac. Kepala Dusun Tenggorong, Desa Adat Gumantar, Lombok Utara, Putradi, juga menolak mengikuti program vaksinasi massal. Putradi sejak awal tak yakin wabah corona benar-benar nyata. “Corona ini seperti penyakit yang dibisniskan,” kata Putradi. Pun Ketua MUI Sumatera Barat Gusrizal Gazahar mempertanyakan fatwa halal yang diumumkan MUI pusat soal vaksin Sinovac. Dia menilai ada beberapa unsur dalam vaksin yang perlu diteliti lebih lanjut untuk memastikan kehalalan vaksin.

Berdasarkan riset kolaborasi Kementerian Kesehatan, Indonesia Technical Advisory Group on Immunization, WHO, dan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk anak-anak (UNICEF) yang dirilis pada November 2020, kesediaan warga di Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat untuk divaksin corona termasuk paling rendah. Di Sumatera Barat hanya 47 persen yang mau divaksin, sedangkan NTB 58 persen.

Keraguan terhadap vaksin juga ramai dibahas di media sosial selama 9-15 Januari 2021. Ismail Fahmi, pendiri DroneEmprit, lembaga pemantau media sosial, mengatakan narasi yang terbentuk di kalangan warganet antara lain soal keaslian vaksin Sinovac yang disuntikkan ke lengan kiri Presiden Jokowi. Ismail juga menemukan sejumlah akun pemengaruh (influencer) di Twitter menyebarkan konten hoaks, seperti efek samping vaksin. Pada periode yang sama, sentimen “trust” terbentuk dari sekitar 2.400 percakapan di Twitter. “Sentimen ini muncul karena akun-akun oposisi pemerintah mencoba melawan narasi keampuhan vaksin Sinovac,” ujar Ismail.

Presiden Joko Widodo bersiap disuntik dosis pertama vaksin Covid-19 produksi Sinovac oleh Wakil Kepala Dokter Kepresidenan Abdul Mutalib (kanan) di Istana Merdeka, Jakarta, 13 Januari 2021. Antara/HO/Setpres/Agus Suparto

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membenarkan ada daerah dan tokoh agama yang ragu terhadap vaksin Sinovac. Budi mengaku sudah bertemu dengan tokoh-tokoh agama dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah untuk mensosialisasi program vaksinasi. “Saya jelaskan kepada para ulama bahwa program vaksinasi ini punya dimensi tanggung jawab sosial untuk melindungi umat manusia,” tutur Budi.

Meyakinkan kemanjuran vaksin, pemerintah menggandeng selebritas Raffi Ahmad saat vaksinasi perdana di Istana Negara pada Rabu, 13 Januari lalu. Akun resmi Instagram Raffi memiliki sekitar 49,5 juta pengikut dan akun YouTube RANS Entertainment miliknya punya 19 juta penggemar. Raffi membagikan empat konten saat vaksinasi di Istana. Salah satunya cuplikan detik-detik dia divaksin, yang disukai hingga 3,5 juta akun. Di YouTube, vlog-nya selama di Istana ditonton sedikitnya 1 juta kali.

Menteri Budi Gunadi Sadikin menyebutkan Raffi dilibatkan dalam vaksinasi perdana bersama Presiden Joko Widodo untuk mengajak sebanyak mungkin masyarakat agar mau dan berani divaksin. Budi enggan menjelaskan apakah Raffi dipilih atas permintaan langsung dari Jokowi. “Ada tim di bawah yang memilih,” ujar Budi.

RAYMUNDUS RIKANG, HUSSEIN ABRI, DEVY ERNIS, LANI DIANA (JAKARTA), ABDUL LATIEF (MATARAM), KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA), ANWAR SISWADI (BANDUNG), MADE ARGAWA (BALI), DIDIT HARIYADI (MAKASSAR), BUDHY NURGIANTO (TERNATE), YOGI EKA (BATAM), FEBRI YANTI (PADANG)

----------
Catatan Redaksi: Artikel ini mengalami perubahan pada Ahad, 17 Januari 2020, pukul 22.15. Redaksi menambahkan keterangan dari Presiden Direktur PT Unilever Indonesia Ira Noviarti soal bantuan perusahaannya untuk menyediakan lemari pendingin untuk tempat penyimpanan vaksin.
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus