Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Program vaksinasi massal untuk menghentikan pandemi Covid-19 telah dimulai.
Sejumlah pemimpin negara diinjeksi vaksin pertama untuk meyakinkan publik agar berpartisipasi dalam program vaksinasi.
Beberapa masalah kesehatan dan kasus kematian penerima vaksin menjadi sorotan.
PRESIDEN Turki Recep Tayyip Erdogan datang bersama Menteri Kesehatan Fahrettin Koca ke Rumah Sakit Kota Ankara pada Kamis, 14 Januari lalu. Sehari sebelumnya, Koca menjadi orang pertama di Turki yang disuntik vaksin Covid-19. Disiarkan langsung di televisi, Erdogan pun menerima suntikan dosis pertama vaksin CoronaVac produksi perusahaan biofarmasi Cina, Sinovac Biotech Ltd.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Erdogan berusaha meyakinkan rakyat Turki agar ikut berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19 massal untuk menghentikan laju penyebaran virus di sana. Menurut Erdogan, semua pejabat tinggi Partai Keadilan dan Pembangunan yang dipimpinnya juga sudah disuntik vaksin. “Saya yakin, jika semua pemimpin politik dan anggota parlemen mendorong vaksinasi, itu adalah keputusan yang tepat,” katanya, seperti dilaporkan kantor berita Turki, Anadolu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemberian Vaksin buatan Pfizer-BioNTech kepada pria lanjut usia di Yerusalem, Israel, 3 Januari 2021. Reuters/Ronen/Zvulun
Turki menjadi salah satu negara yang paling menderita dihantam pandemi Covid-19. Penyakit akibat virus corona itu membunuh lebih 23 ribu penduduk negeri tersebut. Menurut Erdogan, pemerintah akan mendorong program vaksinasi ini untuk semua penduduk. Hingga saat ini, lebih dari 250 tenaga medis sudah menerima vaksin. “Berikutnya bakal ada 25-30 juta dosis datang dan kami akan melakukannya dengan cepat,” ujar Erdogan.
Erdogan bergabung dalam daftar tokoh dunia pertama penerima vaksin Covid-19. Presiden Amerika Serikat terpilih, Joe Biden, juga menerima vaksin produksi Pfizer-BioNTech pada 21 Desember 2020. Acara penyuntikan vaksin ke lengan Biden di sebuah rumah sakit di Newark, Delaware, itu disiarkan langsung ke seluruh Negeri Abang Sam. “Saya melakukan ini untuk menunjukkan bahwa masyarakat perlu bersiap ketika diminta menerima vaksin. Tak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata politikus 77 tahun tersebut.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga menjadi orang pertama yang menerima suntikan vaksin Covid-19 di Negeri Yahudi. Sejumlah pejabat Israel, termasuk Menteri Kesehatan Yuli Edelstein, juga menerima vaksin buatan Pfizer-BioNTech itu. Menurut Netanyahu, Israel telah mengamankan sekitar 9 juta dosis vaksin produksi Pfizer dan Moderna, yang juga digunakan di Amerika. “Saya yakin terhadap vaksin ini,” ucap Netanyahu, yang diinjeksi vaksin buatan Pfizer.
Uni Eropa sudah memulai program vaksinasi massal untuk 450 juta warganya. Pekerja medis menjadi kelompok pertama yang mendapatkan vaksin. Lembaga Medis Eropa menyetujui penggunaan vaksin produksi Pfizer-BioNTech dan memesan 300 juta dosis. Sekitar 200 juta dosis akan dikirim bertahap hingga September 2021. Uni Eropa juga membeli vaksin dari sejumlah perusahaan farmasi, seperti Sanofi-GlaxoSmithKline, AstraZeneca, Janssen Pharmaceutica NV, CureVac, dan Moderna. “Stok vaksin untuk 450 juta penduduk sudah aman,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
Para pemimpin negara anggota Uni Eropa terus berusaha meyakinkan warganya bahwa program vaksinasi bersama menunjukkan persatuan mereka dalam menghadapi krisis kesehatan terburuk akibat Covid-19. “Tak ada yang perlu dicemaskan,” tutur Perdana Menteri Republik Cek Andrej Babis, seperti dilaporkan Euronews. Babis menerima vaksin bersama veteran Perang Dunia II, Emilie Repikova, pada 27 Desember 2020.
Program vaksinasi Covid-19 global terus digenjot. Ini adalah program vaksinasi terbesar dalam sejarah untuk mengatasi pandemi. Lebih dari 35 juta dosis vaksin sudah diberikan kepada kelompok penerima pertama, yang sebagian besar adalah dokter dan petugas medis, di 49 negara. Adapun Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan minimal 20 persen populasi di setiap negara sudah bisa mendapatkan vaksin Covid-19 pada akhir 2021.
Meski demikian, program ini dibayang-bayangi sejumlah masalah, seperti ketidaksetaraan akses dalam mendapatkan vaksin. Negara-negara kaya dan berpengaruh memiliki peluang lebih besar mendapatkannya. Israel menjadi negara yang memiliki tingkat pemberian vaksin tertinggi dengan sekitar 25 dosis untuk setiap 100 penduduk. Adapun Amerika menjadi konsumen vaksin terbanyak setelah menggunakan lebih dari 12 juta dosis. WHO pun memesan sekitar 2 miliar dosis untuk disalurkan ke negara-negara yang ketinggalan memesan atau tak mampu membeli vaksin.
Tingkat efikasi atau kemampuan vaksin menurunkan kejadian penyakit Covid-19 yang dilaporkan juga beragam. WHO membuat syarat efikasi harus di atas 50 persen. Efikasi vaksin CoronaVac di Turki dilaporkan mencapai 91,25 persen. Brasil meralat laporan efikasi vaksin buatan Sinovac itu menjadi 50,4 persen pada 12 Januari lalu setelah Butantan Institute, lembaga yang menggelar uji coba vaksin di negara tersebut, mengumumkan efikasi vaksin mencapai 78 persen sepekan sebelumnya.
Munculnya masalah kesehatan hingga kematian penerima vaksin juga menjadi sorotan. Otoritas kesehatan di Florida, Amerika Serikat, tengah menyelidiki kasus kematian dokter Gregory Michael. Spesialis kandungan itu menerima suntikan vaksin buatan Pfizer di Rumah Sakit Mount Sinai pada 18 Desember 2020. Namun 16 hari kemudian, menurut istrinya, Heidi Neckelmann, Michael meninggal akibat perdarahan otak.
Menurut Neckelmann, muncul bintik-bintik merah di tubuh Michael tiga hari setelah disuntik vaksin. Setelah diperiksa di rumah sakit, dia diketahui mengalami masalah kesehatan serius yang membuat darahnya tak bisa membeku dengan normal. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah platelet, komponen penting dalam pembekuan darahnya, ternyata nol. Nyawa Michael tak bisa diselamatkan meski ia sudah dirawat secara intensif. Neckelmann mengatakan selama ini suaminya tak memiliki masalah kesehatan atau reaksi serius terhadap obat dan vaksin.
Pfizer mengaku tengah memeriksa kasus Michael. Seperti dilaporkan The New York Times pada Rabu, 13 Januari lalu, Pfizer menyatakan tak yakin kasus kematian Michael berhubungan langsung dengan vaksin. Hasil uji klinis vaksin itu juga disebut tak bermasalah.
Lebih dari 10 juta warga Amerika mendapatkan vaksin produksi Pfizer dan Moderna atas persetujuan pemerintah. Masalah serius dalam program vaksinasi sejauh ini adalah 29 kasus anafilaksis atau reaksi alergi berat tanpa korban jiwa. Efek samping lain yang dialami penerima vaksin mencakup nyeri di tangan yang disuntik, kelelahan, sakit kepala, dan demam, yang biasanya segera sembuh.
Tangan dan kaki Karla Cecilia Perez, dokter muda di Meksiko, sempat lumpuh beberapa jam setelah disuntik vaksin produksi Pfizer-BioNTech pada 30 Desember 2020. Dirawat intensif di rumah sakit, Perez, yang sempat kesulitan bernapas, dinyatakan mengalami peradangan di otak dan tulang belakang. Dia kini berada dalam kondisi stabil dan tak lagi mengalami kejang. Meski demikian, keluarganya menuntut pengujian ulang terhadap efek samping vaksin tersebut.
Badan Kedokteran Norwegia juga menyelidiki kasus kematian dua penghuni rumah jompo beberapa hari setelah mendapatkan vaksin buatan Pfizer-BioNTech. Direktur Medis Steiner Madsen, seperti dilaporkan Russia Today, mengaku tengah memeriksa apakah vaksin menjadi penyebab kematian atau kasus itu hanya kebetulan, mengingat kelompok lanjut usia berada di gelombang pertama penerima vaksin.
Otoritas kesehatan di Portugal masih memeriksa kasus kematian Sonia Azevedo. Perawat di rumah sakit kanker di Porto itu menerima dosis pertama vaksin produksi Pfizer bersama 537 petugas medis lain pada 30 Desember 2020. Dia sempat merayakan malam tahun baru dengan makan malam bersama keluarganya dan esoknya ditemukan meninggal di ranjang. “Saya ingin tahu penyebab kematiannya,” kata ayah Sonia Azevedo, Abilio.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (REUTERS, CNN, RUSSIAN TODAY, THE NEW YORK TIMES, THE GUARDIAN)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo