Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah berambisi membikin 100 kawasan sains dan teknologi di berbagai kabupaten/kota.
Bappenas menemukan, dari 100 techno park yang dibuat, sebagian besar bukan techno park.
Cimahi Techno Park berharap bisa menggandeng The Walt Disney Company.
KOMUNIKASI yang terputus dua tahun lalu dengan The Walt Disney Company tak membuat Pemerintah Kota Cimahi, Jawa Barat, berhenti bermimpi bisa menggandeng konglomerasi hiburan dan media asal Amerika Serikat itu. Cimahi punya modal awal untuk berkiprah di industri animasi. Sekitar 50 animator berkumpul di Cimahi Techno Park—inkubator yang dibangun pemerintah kota untuk mengembangkan industri kreatif dan perusahaan rintisan berbasis teknologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka melahirkan serial animasi Keluarga Somat yang diputar di sejumlah stasiun televisi nasional dan Super Neli, serial animasi pahlawan super yang tayang di NET. Film animasi Riki Rhino si badak asal Sumatera juga digarap sejumlah animator Cimahi. Jika Disney bersedia merangkul mereka, Pemerintah Kota Cimahi yakin industri animasi dalam negeri akan melejit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai langkah awal, Pemerintah Kota Cimahi akan membuka kembali komunikasi dengan Disney. Pada 2019, Disney Indonesia meminta waktu untuk mengambil keputusan karena perusahaan induknya di Amerika sedang dalam proses mengakuisisi 21st Century Fox. “Mudah-mudahan apa yang sudah sempat dirintis bisa dilanjutkan,” kata Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil-Menengah, dan Perindustrian Kota Cimahi Andri Hardian, Kamis, 15 April lalu.
Science techno park—kawasan sains dan teknologi seperti Cimahi Techno Park—dikembangkan pemerintah untuk mendorong ekonomi berkelanjutan dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga untuk menumbuhkan perusahaan rintisan berbasis teknologi. Pada awal masa pemerintahan Joko Widodo, pemerintah berambisi membuat seratus techno park di sejumlah kabupaten/kota dan science park di setiap provinsi.
Inisiatornya bisa siapa saja. Dari kampus, misalnya, Universitas Telkom menginisiasi Bandung Techno Park, Institut Teknologi Bandung mengembangkan Bandung Innovation Park, dan Universitas Indonesia membangun UI Science Park. Adapun yang dikelola pemerintah daerah, selain Cimahi Techno Park, ada Solo Techno Park dan Sragen Techno Park, keduanya di Jawa Tengah. Pihak swasta pun bisa berpartisipasi. Yang sudah ada misalnya Jababeka Research Center dan Cikarang Techno Park.
Yang belakangan mencuat adalah rencana pembangunan Bukit Algoritma di calon Kawasan Ekonomi Khusus Sukabumi, Jawa Barat. Digagas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Budiman Sudjatmiko, kawasan ini akan menempati lahan seluas 888 hektare di Cikidang.
Menurut Budiman, ada lima sektor yang akan dikembangkan, yakni industri teknologi komputasi kuantum, bioteknologi, nanoteknologi, industri semikonduktor, dan industri penyimpanan energi. “Bukan hanya menghasilkan perusahaan rintisan, tapi akan menciptakan riset-riset autentik yang bakal memperoleh hak paten,” ujarnya, Kamis, 15 April lalu.
Pengembangan kawasan sains dan teknologi sebenarnya telah lama dirintis. Pada 1976, era Menteri Riset Sumitro Djojohadikusumo, pemerintah mendirikan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) di Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Di kawasan ini dibangun pusat penelitian milik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Pada era Menteri Riset dan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie, Puspiptek diperluas dengan adanya kawasan industri teknologi tinggi dan pendidikan tinggi. Sejumlah laboratorium dibangun untuk menunjang badan usaha milik negara industri strategis, seperti PT Industri Pesawat Terbang Nasional—sekarang PT Dirgantara Indonesia—dan PT Penataran Angkatan Laut atau PAL Indonesia.
Berdasarkan rencana induk, kawasan seluas 460 hektare itu dibagi menjadi tiga area, yaitu laboratorium, industri, dan pendidikan tinggi. Saat ini ada 30 laboratorium milik Batan, BPPT, dan LIPI. Ada pula Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pemerintah juga punya Cibinong Science Center di Bogor, Jawa Barat, yang dikelola LIPI. Menempati lahan seluas 189,6 hektare, kawasan ini dirancang sebagai pusat penelitian, pengembangan, inovasi, serta sistem manajemen informasi sains bidang ilmu hayati.
Kepala Pusat Inovasi LIPI Yan Rianto mengatakan lembaganya memperoleh anggaran dari hasil penerbitan surat berharga syariah negara atau sukuk senilai lebih dari Rp 1 triliun. Dana itu digunakan untuk membangun dan memodernisasi infrastruktur riset nasional—komponen inti dalam kawasan sains dan teknologi. Saat ini LIPI sedang mengintegrasikan fungsi dan infrastruktur riset serta memfasilitasi industri di semua kampus LIPI secara bertahap. Revitalisasi yang dimulai pada 2018 ditargetkan rampung pada 2023.
Di daerah, kawasan sains dan teknologi juga tak bisa dilepaskan dari peran pemerintah pusat. Direktur Pusat Teknologi Kawasan Spesifik dan Sistem Inovasi BPPT Iwan Sudrajat mengatakan lembaganya membantu pembangunan kawasan sains dan teknologi di sejumlah wilayah. Salah satunya Cimahi Techno Park. “Kami sudah lima tahun mendampingi. Sekarang mulai melepasnya pelan-pelan,” ucapnya.
BPPT juga membantu membuat rencana induk Techno Park Pelalawan di Kabupaten Pelalawan, Riau, sekitar 1,5 jam perjalanan dari Pekanbaru. Menempati lahan seluas 3.745 hektare, Techno Park Pelalawan berfokus pada penghiliran industri kelapa sawit. Kawasan ini meliputi tujuh zona. Tiga zona utama diperuntukkan bagi pendidikan. Saat ini sudah berdiri Sekolah Tinggi Teknologi Pelalawan untuk menyiapkan sumber daya manusia lokal.
Ada juga zona penelitian kelapa sawit dan penyediaan bibit unggul serta zona industri berkapasitas besar dan kecil. “Pelalawan kami arahkan ke techno park. Jadi akan ada anchor industry,” ujar Iwan.
Sayangnya, membangun techno park tak segampang membalik telapak tangan. Berdasarkan studi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada 2017, sebagian besar dari seratus taman tekno itu tidak dapat dikategorikan sebagai techno park. Kebanyakan hanya berupa pembinaan terhadap usaha kecil dan menengah, diseminasi teknologi, serta demo hasil penelitian. Ada juga yang berbentuk pusat pelatihan tenaga kerja. Pada 2019, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengatakan, dari seratus techno park, hanya 67 yang bisa berdiri. Dari jumlah itu, kurang dari 15 techno park yang dianggap sukses.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, kawasan sains dan teknologi harus memiliki sejumlah komponen. Selain tempat dan pengelola yang profesional, komponen itu adalah lembaga penelitian dan hasil risetnya. Techno park juga harus menyediakan pelatihan bisnis dan menjadi inkubator startup. Di situ pun harus ada industri yang memanfaatkan inovasi yang dihasilkan kawasan tersebut.
Saat ini pemerintah berfokus mengembangkan delapan techno park. Lima di antaranya proyek yang dikelola ITB, UI, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dan Universitas Gadjah Mada. Tiga lainnya adalah Cibinong Science Center, Puspiptek Serpong, dan National Science Techno Park Batan di Lebak Bulus, Jakarta. Pemerintah mengalokasikan Rp 6,83 triliun untuk mengembangkan fasilitas di delapan lokasi tersebut sebagai kawasan sains dan teknologi utama di Indonesia.
RETNO SULISTYOWATI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo