KESIBUKAN menyergap Bandara Sukarno Hatta. Suatu kecelakaan telah terjadi setelah pilot gagal mendaratkan burung besinya di landasan. Sementara itu, di angkasa, beberapa pesawat terbang tampak terbang berputar-putar, menunggu izin untuk mendarat dari petugas di menara pengawas penerbangan.
Di beberapa rumah sakit, kesibukan serupa juga terjadi. Ratusan korban mengeluh kekurangan pasokan oksigen dan obat-obatan. Beberapa pasien kian parah kondisinya karena peralatan medis yang tiba-tiba ngadat.
Sementara itu, di luar, kesibukan sekaligus keresahan, mungkin plus sedikit panik, meluap di berbagai bank nasional. Ribuan nasabah antre setelah sebelumnya gagal menarik uang tunai dari mesin ATM (anjungan tunai mandiri). Beberapa nasabah tampak panik, melihat catatan tabungannya yang tak sesuai dengan yang disimpankan ke bank.…
Apa yang terjadi? Semua itu memang bukan kejadian sesungguhnya. Gambaran di atas adalah skenario buruk yang mungkin terjadi jika beberapa sektor pelayanan publik seperti penerbangan dan perbankan, yang menggantungkan "nyawanya" pada jaringan komputer, lumpuh akibat serangan kutu milenium. Semua kericuhan itu terjadi akibat sistem penanggalan komputer tidak bisa mengenali tahun 2000.
Segawat itukah? Sejauh ini tim MKT (Masalah Komputer Tahun) 2000 di bawah koordinasi Menteri Perhubungan, Agum Gumelar, mencatat enam sektor pelayanan publik di Indonesia yang rawan serangan hama milenium tersebut. Mereka adalah sistem navigasi udara dan laut, perbankan, jaringan telekomunikasi, pasokan listrik dari PLN, lampu lalu-lintas, sinyal persilangan kereta api, hingga jaminan pasokan BBM (bahan bakar minyak) dan gas dari Pertamina.
Ambil contoh sektor perbankan. Kepanikan nasabah dapat terjadi karena kegagalan komputer dalam menghitungbunga pinjaman atau deposito. Tanggal yang muncul di komputer 01-01-00 bisa diinterpretasikan komputer sebagai 1 Januari 1900 alias mundur 100 tahun. "Sehingga, perhitungan bunga menjadi kadaluarsa," ujar Hermawan Thendean, manajer senior dari Divisi Sistem Informasi BCA (Bank Central Asia), kepada Agus Hidayat dari TEMPO. Jika begitu, alih-alih mau dapat bunga tabungan, bisa-bisa si nasabah yang bersangkutan malah mendapati saldo minus dalam rekeningnya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan, mengakui pergantian tahun 1999 ke tahun 2000 nanti memang akan menyebabkan komputer yang dipergunakan perbankan saat ini mengalami masalah. "Tetapi, seberapa gawat ancaman tersebut, tidak ada seorang pun yang tahu persis," katanya. Yang pasti, semakin canggih sistem komputer yang digunakan, makin besar pula kemungkinan terjadinya kesalahan data. Hal itu tak hanya terjadi di sistim komputer perbankan. Misalnya negara-negara Eropa atau Amerika yang jaringan telepon, listrik, dan air minumnya diatur dengan satu sistem komputer. Dengan begitu, kemungkinan terjadianya listrik mati, air minum tak mau menagalir, atau telepon tak berfungsi semakin besar.
Di Indonesia, kondisinya berbeda. Kali ini Indo nesia boleh merasa diuntungkan oleh pemakaian teknologi yang masih terbatas. Dalam dunia perbankan, dari 167 bank yang beroperasi, hanya 20 bank yang sudah menggunakan sistem komputerisasi berteknologi tinggi. Kepada mereka, BI menyarankan untuk menyiapkan rencana cadangan (back-up plan) menghadapi ancaman si kutu 2000. Setidaknya, bank-bank itu mesti bisa melakukan fungsi perbankan yang terpenting, yakni melayani penyetoran dan penarikan tabungan serta transfer antarbank.
"Kami berharap dengan berbagai persiapan, uji simulasi dan up-grading perbankan sudah siap menghadapi Y2K. Siap, artinya bank-bank menyiapkan back-up plan," kata Aulia. BI sendiri akan turun tangan membantu seandainya terjadi masalah dalam pasokan uang. Yang penting, masyarakat bisa menarik uangnya lewat ATM atau menggunakan kartu kredit pada 31 Desember 1999 atau 1 Januari 2000.
Untuk mempersiapkan diri menghadapi masalah komputer tahun 2000, BCA, salah satu bank yang menyatakan "Ready Y2K", melakukan beberapa simulasi. Uji coba itu dilakukan pada semua tanggal-tanggal kritis, misalnya 1 Januari, 31 Januari, atau 29 Februari 2000. "Semuanya telah disimulasikan dan hasilnya, sistem kami tetap berfungsi normal," kata Hermawan. Meski begitu, bank yang merogoh kocek hingga US$ 1 juta untuk menghadapi Y2K ini telah menyiapkan rencana darurat untuk menghadapi situasi terburuk, termasuk menyiapkan generator bila listrik dari PLN padam.
Bagi BEJ (Bursa Efek Jakarta), tidak beroperasi selama puncak pergantian tahun tampaknya lebih aman. BEJ memilih libur hingga 3 Januari 2000 karena tidak ingin Indonesia menjadi negara pertama yang bursanya mengalami kegagalan Y2K—bila ternyata sistem yang sudah dipersiapkan gagal. Sikap ini bukan monopoli BEJ. Bursa New Zealand, yang menjadi pusat perhatian seluruh dunia karena terletak paling timur—sehingga menjadi negara pertama yang disinari matahari pagi 1 Januari 2000—karena tahu banyak bursa di negara lain yang libur, akhirnya memanjangkan liburnya hingga 5 Januari 2000. "Padahal, kami mau mengecek dia, eh, baru buka tanggal 5," kata Mona A. Wijaya-Mongula, Kepala program Y2K BEJ.
Menurut Mona, ada dua bagian di BEJ yang terkena imbas Y2K, yaitu sistem perdagangan dan sistem internal BEJ untuk aplikasi kantor (office application). Sistem perdagangan BEJ yang sudah otomatis (Jakarta Automatic Trading System, JATS) memang sangat bertumpu pada penggunaan komputer. Begitu pula sistem internal kantor (internal office) yang bila tidak siap menghadapi Y2K—meski JATS sudah compliant—bisa berakibat fatal. Soalnya, settlement atau penyelesaian transaksi banyak dilakukan dalam sistem internal kantor BEJ. Bisa dibayangkan, misalnya ada investor membeli satu lot saham seharga Rp 1 juta tapi data yang keluar 100 lot yang menghasilkan Rp 1 miliar. "Kami bisa kelabakan ketika settlement," ujar Mona kepada Leanika Tanjung dari TEMPO.
Dari beberapa percobaan yang pernah dilakukan BEJ, ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi. Ada komputer pribadi (PC) yang tidak Y2K-compliant ketika dites ternyata mogok sehingga tidak bisa dioperasikan. Karena itu, BEJ tidak hanya mengeluarkan Rp 3,8 miliar untuk mempersiapkan diri menghadapi Y2K, tapi juga membuat rencana darurat yang kata Mona sudah 100 persen selesai. Sistem darurat itu sudah disimulasikan dan sejauh ini berhasil melalui tahun 2000 dengan mulus. Misalnya, bila JATS tidak berjalan normal, kemungkinan BEJ akan berdagang dengan sistem tahun 1972. Bila itu pun tak berjalan, perdagangan dijalankan dengan sistem manual. Dengan sistem manual, transaksi dilakukan dengan alat kertas karton putih yang ditempel di dinding dan spidol, untuk mencatat transaksi dua saham.
Pilihan pada cara manual juga dilakukan oleh Garuda Indonesia jika sistem komputernya yang telah Y2K-ready gagal berfungsi secara normal. Untuk mengantisipasi kemacetan pada sistem navigasi, misalnya, mereka mempersiapkan rencana darurat, mulai dari penggunaan dua gelombang radio berfrekuensi tinggi untuk memandu pesawat, pemberlakuan dua ketinggian berbeda untuk penerbangan domestik dan internasional, hingga penerapan jeda waktu keberangkatan antarpesawat selama 15 menit. "Rencana darurat ini kami cabut kembali jika keadaan kembali normal," ujar Doddy Tjarma, Vice President Operation Engineering & Development Office Garuda Indonesia.
Boleh saja para pengelola layanan publik itu mempersiapkan serangkaian jurus anti-Y2K-nya. Celakanya, segala tes atau simulasi komputer yang mereka lakukan bisa berantakan tanpa dukungan eksternal yang memadai. Misalnya pasokan listrik dari PLN dan BBM dari Pertamina. Besarnya pengaruh faktor eksternal ini diakui pula oleh Moh. Iksan Tatang, Kepala Direktorat Keselamatan Penerbangan, Departemen Perhubungan. "Kalau sistem kita sudah compliant tapi mereka tidak, ya, percuma saja," tuturnya.
Hal itu bukannya tak disadari PLN. Pabrik setrum itu sudah sejak 1997 melakukan persiapan menghadapi Y2K. Untungnya, dari 4.443 unit pembangkit energinya, hanya 6 persen atau 267 unit yang menggunakan sistem digital dan rentan terhadap serangan hama milenium. Yang rentan terhadap kutu milenium antara lain pusat pengatur beban dan untuk proses penghitungan pemakaian listrik. Untuk memuluskan proses billing, PLN mengganti semua peralatan komputernya—memakan biaya paling besar dari seluruh program persiapan Y2K yang mencapai US$ 4,9 juta. Selain itu, PLN juga memberi perhatian serius kepada P2B (Pusat Pengatur Beban). "Soalnya, percuma saja mempersiapkan perangkat lainnya tapi ternyata P2B-nya tak siap. Sebab, di sinilah sentranya," kata Kepala Divisi Sistem Informasi, Analisis, dan Evaluasi PLN, Sungu Anwar Aritonang.
Bagaimana dengan kekawatiran listrik bakal padam pada pergantian tahun mendatang? Menurut Sungu, tidak ada fungsi kontrol pada pembangkit diesel yang tergantung pada fungsi waktu. "Memang ada juga peralatan yang dioperasikan secara otomatis. Namun, PLN belum memiliki peralatan seperti itu," kata Sungu.
Kondisi serupa juga dialami kalangan rumah sakit. Menurut Ir. Rakhmat Nugroho, Kepala Instalasi dan Pemeliharaan Sarana Rumah Sakti Cipto Mangunkusumo, Jakarta, kebanyakan peralatan kedokteran di rumah sakit tidak berpatokan dengan sistem pencatatan waktu dan belum terkomputerisasi. Itu sebabnya rumah sakit tidak banyak yang terkena dampak Y2K. Namun, bukan berarti tak akan ada masalah sama sekali. "Bagaimana dengan jaminan pasokan obat, air, dan BBM dari luar?' ujarnya ketika ditemui Adi Prasetya dari TEMPO.
Penggunaan alat-alat manual seperti di rumah sakit itulah, menurut Widijanto S. Nugroho, yang mengurangi kecemasan terhadap bahaya Y2K dalam pelayanan publik di Indonesia. Karena itu, anggota Kelompok Kerja MKT 2000 ini menyarankan masyarakat untuk tenang saja menghadapi pergantian tahun. Apalagi berbagai sektor layanan publik yang rawan serangan hama milenium telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Kalaupun terjadi masalah, para ahli hukum siap menjawabnya dengan hukum yang ada. Memang, tak ada hukum positif di Indonesia yang mengantisipasi permasalahan hukum karena kesalahan teknologi. "Tapi kita dapat mengambil beberapa aturan terdahulu untuk kita interpretasi," kata praktisi hukum Albert Hasibuan kepada Hendriko L. Wiremer dari TEMPO.
Pendeknya, tak ada alasan kuat bagi masyarakat untuk panik. Yang disesalkan Widijanto justru sikap pemerintah yang kurang memiliki kepekaan dalam menghadapi ancaman krisis Y2K. Ia menilai pemerintah membentuk Pokja lebih politis sifatnya, karena tindakan di lapangan kurang gesit. Sementara itu, isu-isu Y2K bisa menimbulkan keresahan sosial karena kurangnya informasi yang diterima oleh masyarakat luas.
Widjajanto, Andari Karina Anom, Iwan Setiawan, Dewi Rina Cahyani, Purwani Diyah Prabandari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini