Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini wawancara wartawan TEMPO Bambang Harymurti, I G.G. Maha Adi, dan Seno Joko Suyono dengan Aryeh Neier pada saat kunjungannya beberapa waktu silam di Jakarta. Sebagian pertanyaan diajukan melalui surat elektronik.
Apa sebetulnya garis besar ide yang hendak Anda sampaikan dalam buku War Crimes?
Lewat buku itu, saya ingin mengatakan bahwa kejahatan perang itu dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh pasukan penentangnya, seperti pasukan gerilya atau jenis lainnya. Dalam hampir semua kasus kejahatan perang, sulit sekali meminta pertanggungjawaban atau menangkap mereka yang melakukan kejahatan tersebut. Ketika orang-orang biasa yang melakukan kejahatan pemerkosaan atau pembunuhan, mudah saja mencari orangnya, menangkap, dan memenjarakannya. Tapi, ketika itu dilakukan pemerintah, andai pun mereka melakukan ribuan pemerkosaan dan pembunuhan, biasanya tak ada yang dihukum, bahkan dianggap seperti tak terjadi apa-apa. Salah satu alasan kenapa seperti tidak terjadi apa-apa tadi, misalnya, biarpun para pelaku sudah tidak lagi berkuasa, di banyak negara, mereka masih punya kemampuan membuat negara menjadi tidak stabil. Keadaan ini tentu saja menyulitkan pemerintah yang demokratis untuk sukses. Saya rasa memang selalu sulit untuk betul-betul menegakkan keadilan bagi para penjahat perang pemerintah. Ada banyak sekali cara yang dipakai untuk memperlakukan penjahat perang, antara lain diadili di pengadilan nasional, atau internasional, tapi kadang-kadang bisa juga melalui komisi kebenaran, atau para penjahat perang itu bersaksi kepada publik mengenai kejahatannya.
Satu hal yang pasti, para penjahat perang itu tak boleh dilupakan demi keadilan untuk para korban dan keluarganya. Para pelaku bahkan setelah beberapa generasi tahu bahwa setiap kejahatan perang itu bisa diadili untuk menghindari balas dendam dari keluarga korban.
Apakah Slobodan Milosevic, menurut Anda, termasuk dalam kategori penjahat perang? Apa alasan Anda?
Slobodan Milosevic sudah didakwa sebagai penjahat perang oleh International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY)Pengadilan Internasional Penjahat Perang untuk Negara Bekas Yugoslavia. Tuduhan utamanya adalah pembunuhan warga sipil tak bersenjata di Kosovo. Sesuai dengan peraturan internasional tentang perang, para komandan dapat dianggap bertanggung jawab terhadap apa yang sudah dianggap memenuhi syarat minimal untuk itu, yaitu "jika mereka mengetahui atau mendapatkan informasi yang memberikan kesempatan untuk mengambil kesimpulan terhadap situasi saat itu" dan mereka mengetahui tempat kejahatan terjadi serta "tidak melakukan tindakan yang dianggap cukup berdasarkan kekuatan yang mereka miliki," dengan mempertimbangkan apakah komandan itu mengetahui beberapa tindakan kejahatan yang terjadi, termasuk alat dan caranya, jumlah dan jenisnya, tingkat kejahatannya, kapan terjadinya, jumlah dan tipe kelompok tentara yang terlibat dan lokasinya, tingkat penyebaran kejahatan perang itu, modus operandi tiap kejahatan itu, dan perwira mana saja yang terlibat.
Jika bicara soal Yugoslavia, dengan melihat besarnya kejahatan perang yang terjadi dan jangka waktunya, saya percaya bukti-bukti akan menunjukkan keterlibatan Milosevic. Alih-alih memberikan sanksi terhadap siapa yang terlibat dalam kejahatan itu, Milosevic malah mengangkat mereka sebagai pahlawan. Saya juga yakin Milosevic dapat dibuktikan terlibat dengan kejahatan sejenis yang terjadi di Bosnia dan Kroasia, dan pengadilan perang sudah mengumpulkan bukti yang menunjukkan tanggung jawabnya sebagai komandan dalam kejahatan di dua tempat itu.
Apakah Milosevic dapat dibawa ke pengadilan di Hague? Dan dengan cara apa ia akan didatangkan?
Milosevic dapat dibawa ke pengadilan Hague atas permintaan pemerintahan Presiden Kostunica atau oleh pemerintah negara lain yang dibanjiri pengungsi dari Yugoslavia. Di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB, setiap pemerintah wajib membawa seseorang yang diindikasikan terlibat dalam kejahatan perangsesuai dengan ICTYke pengadilan. Presiden Kostunica sejauh ini menyatakan tidak akan membawa Milosevic ke pengadilan. Dengan pernyataannya itu, saya kira akan sulit baginya jika ia menginginkan Yugoslavia duduk kembali di kursi PBB atau mengakhiri embargo keuangan internasional.
Orang dekat Milosevic, seperti istrinya atau tentaranya yang membantu kejahatan perang, apakah dapat diadili juga?
Hanya ada satu cara agar Mira Markovicisteri Slobodan Milosevicdapat dikategorikan sebagai penjahat perang, yaitu bila ia terbukti terlibat secara langsung dalam kejahatan itu atau mempunyai garis tanggung jawab komando. Saya belum menemukan bukti yang cukup untuk keterlibatan Mira itu. Menjadi pendukung atau menyetujui Milosevic tidak akan membuat seseorang dianggap sebagai penjahat perang.
Menurut Anda, apakah yang terjadi di Yugoslavia itu termasuk pembersihan etnis?
Lebih dari 800 ribu orang digiring keluar dari Kosovo karena mereka etnis Albanian. Indikasi itu sudah jelas merupakan pembersihan etnis.
Apakah masalah Timor Loro Sa'e (dulu Timor Timur) pasca-jajak pendapat dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang dan bagaimana dengan Jenderal Wiranto yang lolos dari daftar tersangka?
Kejahatan perang juga terjadi di Timor Timur. Ada tiga pertanyaan besar. Pertama, apakah Jenderal Wiranto memberikan perintah kepada para tersangka pelaku kejahatan itu? Kedua, (apakah ia) mengetahui kejahatan itu terjadi persis seperti kriteria yang dipakai untuk Milosevic? Dan ketiga, apakah ia lalai mengambil tindakan yang dianggap perlu (untuk mencegah kejahatan itu)? Jika ketiga elemen itu dapat dibuktikan, Jenderal Wiranto dapat disebut terlibat dalam kejahatan perang.
Apakah mungkin mengajukan kasus Timor Timur ke pengadilan internasional?
Tergantung pengadilan nasionalnya. Kalau pengadilan Indonesia sudah menerapkan peradilan yang transparan, adil, dan jujur, melakukan upaya-upaya yang benar dalam peradilannya, saya kira pengadilan internasional tidak diperlukan.
Apa yang harus dilakukan Indonesia jika para penjahat perang di Timor Timur ingin diadili di pengadilan nasional?
Tergantung peraturan dan keaktifan anggota parlemen Indonesia. Pengadilan itu haruslah pengadilan terbuka yang ada di bawah perundang-undangan yang disahkan oleh wakil rakyat dan dilakukan di tingkat Mahkamah Agung.
Negara Anda, Amerika Serikat, pada 1945 mengebom Nagasaki dan Hiroshima di Jepang dengan bom atom. Apakah itu juga sebuah kejahatan perang?
Saya setuju itu kejahatan. Ide dari buku itu juga adalah sangat sulit mengadili para penjahat perang, terutama setelah Perang Dunia II. Kasus Nuremberg dan Serbia memang menunjukkan sedikit kemajuan, tapi sering pengadilan itu menjadi tidak adil karena hakim yang tidak independen, tidak hanya dalam kasus Hiroshima-Nagasaki, tapi juga kasus bom-bom yang dijatuhkan di Berlin, Dresden, dan Hamburg, atau pemerkosaan oleh tentara Rusia ketika menaklukkan Eropa Timur, dan kasus tentara Maroko yang memerkosa begitu banyak wanita Italia. Kasus pemerkosaan wanita Italia itu bisa Anda baca lewat novel karya Antonio Moravia atau menonton filmnya, Cloud to Women, yang dibintangi Sophia Loren. Kasus Nuremberg dan Hiroshima tidak adil karena para pelakunya tidak mendapatkan ganjaran. Pengadilan untuk bekas Yugoslavia dan Rwanda juga saya kira praktis tidak memberikan hukuman apa pun. Saya kira, yang adil adalah jika banyak penjahat perang di Bosnia yang juga mendapat hukuman, sehingga akan tercipta peradilan yang fair.
Definisi lama dari perang berkonotasi perang antarnegara. Bagaimana dengan perang lokal atau dalam satu negara, sementara mungkin perlu pengadilan internasional? Bagaimana Anda menghubungkan keduanya?
Pada 1949, saat konvensi Jenewa diadopsi, pemerintah negara-negara di dunia menyadari bahwa ada masalah serius dan kompleks tentang satuan-satuan bersenjata internal. Dalam pasal common article free dari konvensi itu, disebutkan bahwa penjahat perang akan diadili di bawah kewenangan pengadilan internasional. Indonesia dan hampir semua negara di dunia, kecuali Korea Utara, menandatangani konvensi itu.
Selama periode Perang Dingin, kejahatan perang tetap berlangsung karena terjadi perang di mana-mana. Lalu, bagaimana mengadili para penjahatnya?
Saya rasa tidak mungkin bagi PBB untuk membuat pengadilan penjahat Perang Dingin karena Dewan Keamanan PBB sudah dua kali menyelenggarakan pengadilan semacam ini, yaitu untuk Serbia dan Rwanda. Selama Perang Dingin, perang yang dijalankan oleh Amerika Serikat adalah respons dari apa yang dilakukan Uni Soviet dan sebaliknya. Di banyak negara di Asia, Amerika Latin, atau Afrika, kedua negara (AS dan Uni Soviet) selalu berperang di sisi yang berlawanan. Tapi mana yang merupakan kejahatan AS dan mana yang tanggung jawab Uni Soviet sangat sulit dipisahkan. Perlu diingat, kedua negara ini memang membantu mereka yang berperang selama Perang Dingin di seluruh dunia, termasuk dalam Perang Vietnam. Perang lain selama Perang Dingin juga tak memungkinkan untuk membuat suatu pengadilan perang internasional. Barulah setelah Perang Dingin berakhir, pengadilan penjahat perang dapat dilaksanakan. Pada 1990 ada pengadilan untuk Kroasia, Bosnia pada 1992, dan pada 1993 Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat membuat pengadilan untuk kejahatan perang di bekas Yugoslavia. Pada 1994, pengadilan diselenggarakan untuk pemusnahan etnis di Rwanda. Pada 1998, Dewan Keamanan PBB ingin menetapkan pengadilan internasional ini sebagai ketetapan internasional, dan didukung 120 negara, tujuh menolak, dan lainnya abstain. Saya terus terang malu dengan pemerintah AS karena penolakannya.
Bagaimana dengan kasus selama Perang Dunia II, khususnya yang menyangkut pengeboman di Hiroshima dan Nagasaki? Bagaimana pengadilan untuk mereka?
Pertama, saya setuju itu adalah kejahatan perang. Dan kejahatan perang, prinsipnya, tidak mempunyai batas waktu untuk pengadilannya. Pelaku kejahatan perang selama Perang Dunia II seharusnya tetap diadili di pengadilan perang internasional. Tahun lalu sudah ada tuntutan di Inggris, Italia, Prancis, dan Austria menyangkut kejahatan Perang Dunia II ini. Di Latvia juga kami berencana mengadili para penjahat Perang Dunia II.
Bagaimana Anda membedakan peradilan yang baik dan yang tidak dalam kasus ini?
Pengadilan penjahat perang internasional menuntut akan menyampaikan dokumen-dokumen tuntutan secara terbuka, lalu hakimnya yang 18 orang itu inominasikan dan dipilih dari dan oleh negara-negara yang meratifikasi perjanjian untuk pengadilan ini. Dalam peradilan nasional, harus ada hakim-hakim independen yang dipilih dalam persidangan dan peradilannya terbuka. Itu artinya peradilan sudah berjalan baik.
Bagaimana dengan konsep rekonsialisi, amnesti, dan pengampunan lainnya kepada para penjahat?
Saya kira, ketika sebuah kejahatan perang yang serius telah dilakukan, Indonesia harus berkomitmen untuk mengadili dan menghukum pelakunya. Pengungkapan itu sering kali perlu untuk mengetahui siapa sebetulnya yang memerintahkan kejahatan itu. Pengampunan bisa saja diberikan seperti yang dilakukan di Afrika Selatan, asalkan para pejabat militer yang mengetahui hal itu bersedia datang sendiri ke pengadilan dan membeberkan soal kejahatan itu. Kalau itu tidak dilakukan, kita harus memberikan kesempatan kepada publik untuk menuntut tertuduh, terutama dari keluarga korban. Para politisi dan polisi di Afrika Selatan datang sendiri ke pengadilan dan membuka kasus itu, lalu diampuni. Pada kasus Mei 1998 di Indonesia, misalnya, mungkin model Afrika Selatan perlu dipertimbangkan. Di Argentina, Presiden Carlos Menem dan banyak petinggi militer meminta maaf kepada rakyatnya, tapi banyak juga yang ditahan karena kasus kejahatan perang, misalnya ada tentara yang menculik wanita hamil dan membunuhnya, lalu mengambil anaknya. Mereka dihukum bukan karena pembunuhan itu, melainkan karena kejahatan menculik anak itu dari ibunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo