Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti halnya di negara lain yang dipimpin seorang tiran, para kroni itu digolongkan dalam dua jenis kelompok, yakni mereka yang ikut membangun dan memperkuat kekuasaannya dengan berendam di dalam bak darah serta mereka yang berfungsi sebagai mesin uang. Melalui mereka pula Milosevic bisa leluasa pintar mengolah uang negara untuk dimasukkan ke rekening pribadinya yang tersebar di Rusia, Cina, dan beberapa negara lain di Eropa. Selain itu, jabatan yang disandangnya diselewengkan untuk memudahkan para kroninya, termasuk mengizinkan para kroninya melakukan bisnis di pasar gelap saat negara itu dibelit sanksi internasional.
Namun, sejak akhir September silam, jalan sukses itu telah tertutup. Kejatuhan Milosevic adalah tragedi bagi para kroni. Nama Milosevic yang semula amat harum itu tiba-tiba berubah menjadi nama yang harus dihindarkan. Nasib buruk yang mengancam Milosevic menerbitkan ketakutan bagi keluarga dan kroni-kroninya yang amat berjaya semasa dia berkuasa.
Beberapa kroni mengundurkan diri dari jabatan dan menjadi buron di luar negeri, seperti yang dilakukan Vukasin Jokanovic, Jaksa Agung Yugoslavia, yang bertolak ke Beijing. Tampaknya, anggota Komisi Pemilihan Federal itu sadar betul bahwa tindakannya yang berusaha memenangkan Milosevic dalam pemilu September silam membahayakan jiwanya. Vukasin Jokanovic hanyalah satu dari sekian banyak "semut" yang mengerumuni Milosevic saat masih "bergula". Berikut ini sebagian antek "Penjagal Balkan".
Mira Markovic, Arsitek Politik di Balik Layar
Di mata khalayak, boleh jadi Milosevic merupakan singa yang menakutkan. Namun, itu tidak berlaku bagi sang istri, Mira Markovic. Di hadapannya, "si Tukang Jagal dari Balkan" itu tak lebih dari suami yang amat penurut. Milosevic tak bisa membantah ucapan Mira. Dengan peran yang sangat dominan itu, Mira disebut-sebut sebagai orang di balik layar yang menentukan langkah-langkah Milosevic. Tak percuma sebutan Lady Macbeth, karena Mira adalah penasihat politik dalam arti yang sesungguhnya.
Tak sulit untuk menunjuk bukti. Isu primordialisme yang ada dalam benak Mira menjadi pola yang selalu diungkapkan Milosevic. Isu itu pula yang kemudian membuat Yugoslavia, yang terdiri atas beberapa etnis, menjadi bangsa yang terpecah-belah. Gerakan separatis muncul di mana-mana, yang bertujuan memisahkan diri dari Beograd.
Sikap politik Mira itu tak lain merupakan cerminan dari masa lalunya yang tragis. Di masa mudanya, ibunya, yang menjadi aktivis Perjuangan Partisan, tewas di tangan Nazi. Mira kemudian tumbuh menjadi seorang wanita penganut Marxisme. Di Beograd, ia bertemu dengan Milosevic, pria yang aktif dalam gerakan komunis. Saat itu, mereka dimabuk asmara. Ke mana pun pergi, mereka selalu bersama.
Namun, keakraban itu tak sebatas asmara. Pasangan ini memendam sebuah cita-cita dalam menggapai kekuasaan. Partai pimpinan Mira, Serikat Kiri Yugoslavia, merupakan anggota koalisi dari pemerintahan yang dipimpin Milosevic. Mira dan para petinggi partainya dalam setiap pidatonya mengobarkan semangat dan impian neokomunisme, mengendalikan sektor perekonomian dan kesejahteraan nasional. Dengan segala cara, mereka berusaha melumpuhkan kekuatan oposisi dan pengaruh Barat yang antikomunis.
Marko Milosevic, Anak Kesayangan Sang Tiran
Selama bertahun-tahun, namanya menjadi pusat perhatian rakyat Yugoslavia. Gaya hidup anak penguasa Yugoslavia ini sangat bertentangan dengan mayoritas penduduk negeri itu. Di saat rakyat dibelit kesulitan ekonomi, Marko Milosevic, 26 tahun, malah sering menghambur-hamburkan uang untuk membeli mobil balap dan kerap mengadakan pesta akhir pekan bersama-sama koleganya. Pada usia 22 tahun saja dia sudah memiliki 19 buah mobil.
"Ayah (Milosevic) marah ketika saya memiliki mobil yang kelima belas. Tapi, setelah itu, dia tidak peduli lagi," katanya dalam wawancara di sebuah radio. Saking gandrungnya berotomotif, ia mengusamkan rambutnya dengan maksud membuatnya tampak mirip dengan Jacques Villeneuve, pembalap favoritnya.
Kehidupan Marko memang bikin iri. Di usianya yang muda, ia telah memiliki gurita bisnis, dari tempat hiburan (dia pemilik Diskotek Madona--tempat ajojing paling besar di Balkan), toko bebas bea (duty free) yang berlokasi di perbatasan Hungaria, hingga perusahaan properti. Dia juga terkenal sebagai pria yang suka gonta-ganti pacar.
Padahal, anak kedua Milosevic ini tidak pernah menyelesaikan sekolahnya meskipun dia menyatakan pernah menamatkan pendidikan korespondensinya. Ketimbang berkecimpung dengan buku, waktunya lebih banyak dihabiskan dengan pergi mengunjungi kampung halaman orang tuanya di Pozarevac untuk ngebut dengan mobilnya.
Di kampung halaman orang tuanya itu pula ia membuka bisnisnya. "Secara de facto, dialah penguasa Pozarevac," tutur seorang eks diplomat. Dia menggunakan nama bapaknya untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Tapi ada satu saat ketika dia merasa nama bapaknya itu terasa membebaninya. Dalam sebuah wawancara, dia menyatakan amat sulit menjadi anak Slobodan Milosevic. "Saya sudah diisolasi sejak berusia 13 tahun. Seluruh hidup saya menjadi gosip yang tidak enak. Dari waktu ke waktu, saya cuma menjadi sasaran pembunuhan," katanya. Dan setelah sang ayah tumbang, dia akan merasakan betapa tidak enaknya menyandang nama Milosevic di belakang namanya, untuk selamanya.
Keluarga Karic, Tauke Penyokong Milosevic
Karic Bersaudara merupakan contoh kesuksesan akibat kedekatan dengan penguasa. Dalam waktu yang relatif singkat, bisnis yang semula hanya bank itu tiba-tiba berubah menjadi perusahaan konglomerasi dengan bidang usaha yang beragam.Mereka memiliki beberapa perusahaan properti, bank, perusahaan stasiun televisi BK-Telekom, dan perguruan tinggi swasta. Banyak yang meyakini perusahaan ini hanyalah puncak es dari kerajaan bisnisnya. Dalam setahun, mereka bisa beroleh keuntungan hingga US$ 3 miliar.
Hidup mereka bagai dongeng. Padahal, semula mereka adalah keluarga yang berasal dari kota kecil Pec, Kosovo. Saking sulitnya, suatu ketika keluarga itu harus mencari uang dengan bermain musik di restoran di Jerman. Namun, nasib mereka tiba-tiba berubah, saat mendirikan Karic Bank pada 1989, dua tahun setelah Milosevic menjadi pemimpin Serbia.
Saat negara itu dihantam inflasi yang tinggi pada awal 1990-an, bank itu melakukan peminjaman dinar dalam jumlah yang banyak dan mengembalikannya kemudian. Keluarga ini juga mengembangkan bisnisnya ke Moskow, dan bisnis itu berkembang dalam penjualan barang-barang di luar negeri, yang dibeli murah dari pemerintah. Tanpa terasa, bisnis mereka makin bercabang.
Sadar bahwa kesuksesan itu tak lepas dari peran Milosevic, saat cucu pertama Milosevic lahir, dua belas anggota keluarga Karic melakukan "bantingan" alias patungan untuk membeli beberapa kilogram emas sebagai hadiah untuk Milosevic.
Keluarga Karic merupakan bagian dari kleptokrasi Milosevic, yang didominasi pengusaha dan politisi. Secara bertahap, bersama beberapa pengusaha Serbia, Karic Bersaudara berhasil membangun kerajaan bisnis oligarki. Dengan fulus yang dimilikinya, mereka ikut menentukan pemilihan anggota kabinet dan petinggi negara, terutama petinggi negara bidang ekonomi dan perdagangan. Mereka juga mengendalikan distribusi lisensi dan keuntungan antara pengusaha, penegak hukum, dan birokrat.
Empat Serangkai Penjagal
Runtuhnya rezim Milosevic adalah lonceng kematian bagi Presiden Serbia Milan Milutinovic, Deputi Perdana Menteri Yugoslavia Nikola Sainovic, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Yugoslavia Dragoljub Ojdanic, dan Menteri Dalam Negeri Republik Serbia Vlajko Stojiljkovic. Bersama Milosevic, mereka didakwa ikut bertanggung jawab dalam pembantaian di Kosovo yang menewaskan sekitar 340 orang Albania-Kosovo. Pengadilan Penjahat Perang Internasional di Den Haag, Belanda, 27 Mei tahun lalu telah mendakwa Milosevic dan empat pejabat Yugoslavia yang lainnya ini sebagai penjahat perang di Kosovo.
Nikola Sainovic, 52 tahun, adalah sahabat dekat Milosevic. Pertemanan itu pula yang membuat pria ini menduduki beberapa jabatan penting dalam pemerintahan. Jabatan terakhirnya adalah Deputi Perdana Menteri Republik Federasi Yugoslavia. Dengan jabatan itu, dia dianggap ikut bertanggung jawab atas pembantaian di Kosovo.
Milan Milutinovic, 58 tahun, terpilih menjadi Presiden Serbia pada 21 Desember 1997. Sebagai presiden, Milan Milutinovic adalah kepala negara yang juga ikut merancang pertahanan Serbia. Sebagai anggota Dewan Keamanan Tertinggi dan dengan kewenangan de facto-nya, Milutinovic dianggap ikut bertanggung jawab atas aksi yang dilakukan tentara Yugoslavia dan kepolisian di Kosovo.
Jenderal Dragoljub Ojdanic, 59 tahun, yang menjabat Menteri Pertahanan Yugoslavia, pada 26 November 1998 ditunjuk oleh Slobodan Milosevic menjadi Panglima Tentara Yugoslavia, menggantikan Jenderal Momcilo Perisic. Dengan posisi itu, Dragoljub Ojdanic memerintah tentara Yugoslavia di Kosovo. Belakangan, dia bersikap lunak terhadap kubu oposisi dengan harapan kubu ini mau melindungi dia dari usaha ekstradisi Pengadilan PBB di Den Haag.
Vlajko Stojiljkovic, yang menjabat Menteri Dalam Negeri Republik Serbia sejak 24 Maret 1998, mengendalikan kekuatan kepolisian untuk kepentingan politik atau pribadinya. Namun, yang berat, dia dianggap ikut bertanggung jawab atas tindakan polisi Yugoslavia selama konflik di Kosovo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo