Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIM bentukan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman cepat mengusut bintara pembina desa yang dituduh mengarahkan warga Cideng, Jakarta Pusat, agar memilih Prabowo Subianto. Hanya dalam dua hari, tim sudah membuat kesimpulan bahwa Kopral Satu Rusfandi, bintara yang bertugas di Komando Rayon Militer 0405 Gambir, bersalah mensurvei pemilih dengan menyelipkan stiker calon presiden Partai Gerindra itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim bekerja sejak Kamis hingga Sabtu dua pekan lalu dengan memeriksa Rusfandi dan Kapten Infanteri Saliman, atasannya di Koramil Gambir. Bintara pengemudi ini pun dihukum dengan kurungan 21 hari di penjara Guntur dan penundaan pangkat selama tiga periode atau 18 bulan. "Sebetulnya tindakannya itu karena ketidaktahuan saja, tapi kami sepakat hukuman berat itu pantas untuk dia," kata Budiman, Rabu pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syahdan, pada Ahad tiga pekan lalu, Rusfandi berkeliling ke rumah-rumah di Cideng. Ia menanyai satu per satu kepala keluarga di sana tentang pilihannya kepada dua pasang calon presiden. Rusfandi berniat memetakan pilihan warga Cideng untuk antisipasi pemilihan 9 Juli nanti. Menurut Budiman, itu memang tugas babinsa. "Tapi caranya keliru," ujarnya. "Seharusnya dia mendengarkan saja perkembangan di masyarakat, bukan bertanya seperti survei."
Rifki, warga Cideng yang didatangi Rusfandi itu, membuka kelakuan bintara ini ke media. Dari situlah isu menyebar bahwa tentara paling bawah dalam struktur TNI ini tak netral dalam pemilihan. Meski tak terbukti memerintahkan Rusfandi, Kapten Saliman turut mendapat sanksi karena tak menegur kelakuan anak buahnya. Sanksi buat dia adalah teguran keras dan penundaan pangkat selama satu periode.
Menurut versi Angkatan Darat, Rusfandi baru dua bulan bekerja di Koramil Gambir karena menggantikan satu tentara yang mendapat tugas sekolah. Sebagai anggota staf baru, ia berinisiatif mendatangi masyarakat yang berada di wilayahnya. Menghadapi pemilihan umum, pendekatan ke masyarakat yang ia lakukan pun dengan melakukan survei preferensi pilihan calon presiden. Tindakannya dianggap menyalahi aturan.
Budiman menyatakan hukuman bagi Rusfandi diberikan buat memastikan netralitas Angkatan Darat. Sekali tentara berpihak kepada salah satu kandidat, menurut dia, kepercayaan masyarakat kepada TNI akan cepat tergerus.
Toh, "efek Rusfandi" di Cideng merembet ke luar Jakarta. Adalah Tubagus Hasanuddin yang memantiknya. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini merilis, setidaknya, ada gerakan serupa dari bintara di tiga provinsi di Jawa yang bergerilya mengarahkan dukungan kepada Prabowo, bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat. "Saya mendapat laporan dari daerah, gerakan babinsa itu cukup masif," kata Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat ini.
Sebagai pensiunan mayor jenderal, Hasanuddin mengaku masih punya koneksi dengan tentara di daerah, yakni bekas anak buahnya yang kini menjadi panglima komando daerah militer, juga koramil di tingkat kecamatan. Mereka meneleponnya mengabarkan ada gerakan bintara mengarahkan masyarakat di desa agar memilih Prabowo.
Di Gunungkidul, misalnya, para bintara mengarahkan pilihan masyarakat kepada Prabowo dengan menggambarkan "presiden yang baru punya sifat tegas dan gagah". Ajakan halus itu, menurut laporan yang diterima Hasanuddin, disebarkan melalui rapat-rapat desa, juga dengan mendatangi warga desa dari rumah ke rumah seperti yang dilakukan Rusfandi. "Anak buah saya di Gunungkidul ada 300 orang. Coba tolong spesifik di mana kegiatan babinsa itu," ujar Brigadir Jenderal Sabrar Fadhilah, Komandan Resor Militer 072 Pamungkas.
Hasanuddin tak memberi data spesifik, juga sumber informasi yang mengabarkan ulah para bintara itu. "Laporan-laporan itu masuk baik dari masyarakat maupun dari koramil melalui telepon," kata anggota tim sukses pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini. Ia mencontohkan laporan dari Sidoarjo, Jawa Timur, yang agak mendetail.
Di Kecamatan Waru, menurut Hasanuddin, ada orang berjaket loreng tentara yang memasang spanduk Prabowo-Hatta. Begitu mendapat laporan itu, ia mengecek ke tim suksesnya di sana untuk memastikan kabar tersebut. Hasilnya, kabar keberpihakan para bintara tak meleset. Karena itu, Hasanuddin berani merilis bahwa di Waru tentara tak netral, yang melanggar sumpah prajurit dan Undang-Undang TNI.
Masalahnya, ketua tim sukses Jokowi untuk wilayah Sidoarjo, Tito Pradopo, malah tak tahu ada laporan bintara memasang spanduk Prabowo-Hatta. Ia dan timnya sudah mengubek-ubek desa-desa di Waru mencari bukti informasi itu. "Tak kami temukan ada tentara pasang spanduk," ujarnya. "Mungkin di luar Waru, tapi saya tak tahu juga."
Warga Janti, desa yang menjadi markas Koramil Waru, geleng kepala ketika ditanyai apakah benar ada tentara mengajak memilih Prabowo. Abdul Kohar, yang rumahnya persis di seberang Koramil Waru, tak pernah melihat kegiatan tentara seperti disebutkan Hasanuddin. "Sudah lama tak ada kegiatan di Koramil sini," katanya Jumat pekan lalu.
Kantor Koramil memang tampak sepi. Menurut laki-laki 70 tahun itu, tak hanya di hari Jumat, pada hari-hari lain pun kantor itu tak dihuni tentara, bahkan pada Senin, hari yang seharusnya ada upacara pengibaran bendera. Warga Janti, kata Kohar, masih bingung menentukan pilihan setelah seorang tokoh Partai Kebangkitan Bangsa di sana meninggal sebulan lalu. PKB adalah partai yang berkoalisi dengan PDI Perjuangan mengusung Jokowi.
Di Desa Cimaningtin di Sumedang, Jawa Barat, kabar bintara tak netral juga merebak. Menurut Hasanuddin, ajakan memilih Prabowo dilakukan lewat kerja bakti. Seorang bintara mengajak warga desa mencoblos Ketua Dewan Penasihat Partai Gerindra itu dalam pemilihan dan memasang spanduknya. "Namun spanduk itu diturunkan warga desa," ujar Hasanuddin.
Walhasil, Panglima Komando Distrik Militer III/Siliwangi Mayor Jenderal Dedi Kusnadi turun sendiri mengecek kebenaran informasi itu. Menurut Dedi, memang ada bintara yang melakukan kerja bakti bersama masyarakat Cimaningtin menegakkan tiang listrik yang roboh, tapi tak ada pemasangan spanduk, apalagi ajakan memilih Prabowo. "Itu isu yang dibuat seorang petinggi partai penyokong calon presiden," katanya.
Isu serupa terjadi di Indramayu. Kabar yang beredar lewat pesan seluler menyebutkan Komandan Distrik Militer 0616 Letnan Kolonel CPN Asyik Rudianto mengumpulkan keluarga anak buahnya untuk diberi "pengarahan" memilih calon presiden pada Selasa pekan lalu. Hari itu memang ada acara kumpul-kumpul dan Letkol Asyik berpidato di depan anak buahnya. "Saya pamit karena akan bertugas kembali ke habitat sebagai penerbang," ujarnya.
Dalam pidatonya, Asyik menyinggung pemilihan presiden, tapi ia cuma membacakan kawat yang dikirim Kepala Staf TNI Angkatan Darat agar 400 ribu tentara yang aktif sekarang tak berpihak kepada salah satu pasangan calon presiden. Asyik hanya tertawa ketika ditunjukkan pesan seluler dari tim sukses Jokowi di Indramayu itu. "Saya cuma pesan ke ibu-ibu agar nanti memilih pemimpin yang sayang dan mengerti kami, para tentara," katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Reza Aditya dari Jakarta, M. Syaraffah dari Sidoarjo, Ivansyah dari Indramayu, M. Syaifullah dari Yogyakarta, dan Candra Nugraha dari Tasikmalaya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kurungan Bintara Penyigi Suara"