Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENCULIKAN aktivis prodemokrasi pada 1998 pernah membuat hubungan Fachrul Razi dan Syamsu Djalal runyam. Syamsu Djalal, ketika itu Komandan Pusat Polisi Militer dengan pangkat mayor jenderal, mendorong perkara yang melibatkan Prabowo Subianto ke Mahkamah Militer. Sedangkan Fachrul Razi, waktu itu Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat letnan jenderal, mencegahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bukti awal bahwa Prabowo merupakan otak penculikan sangat kuat," kata Syamsu Djalal, Kamis pekan lalu. Fachrul dan Syamsu kini berbaris pada pendukung calon presiden Joko Widodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi Militer di bawah Syamsu ketika itu mulai menyelidiki perkara penculikan aktivis. Sejumlah orang hendak bersaksi, termasuk sembilan aktivis yang diculik Satuan Tugas Mawar dan Satuan Tugas Merpati Komando Pasukan Khusus. Dua satuan itu dipimpin Kolonel Chairawan dan Mayor Bambang Kristiono, anak buah Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Letnan Jenderal Prabowo.
Karena Polisi Militer di bawah koordinasi Kepala Staf Umum, kasus itu dibicarakan dulu oleh Fachrul dan Syamsu, sebelum disetujui Panglima ABRI Jenderal Wiranto. Fachrul meminta perkara ini ditangani Dewan Kehormatan. Syamsu menyerah. "Jika suatu saat keputusan ini dipersoalkan, Pak Fachrul tanggung jawab," kata Syamsu, menceritakan kembali ucapannya ketika itu.
Fachrul menganggap kasus itu bisa segera tuntas jika langsung dibawa ke Dewan Kehormatan. Karena itu, penyelidikan hanya berfokus pada sembilan aktivis yang kembali. "Kalau termasuk 13 aktivis yang hilang, penyelesaiannya bisa berlarut-larut," ujar Fachrul. Padahal, kata dia, keputusan perlu segera diambil untuk memulihkan wibawa ABRI yang rusak karena perkara penculikan.
Fachrul juga menimbang posisi Prabowo sebagai menantu Soeharto. Walau bukan lagi presiden ketika kasus penculikan mulai dibongkar, Soeharto masih dihormati TNI. "Saya bilang ke Danpuspom: Kasum tanggung jawab," kata Fachrul, yang terakhir menjadi Wakil Panglima TNI.
Panglima ABRI menunjuk perwira serendah-rendahnya bintang tiga untuk mengadili Prabowo, yang ketika itu telah menjabat Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI. Dewan dipimpin Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Subagyo Hadisiswoyo dan wakilnya, Fachrul Razi. Anggotanya antara lain Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, Letnan Jenderal Agum Gumelar, Letnan Jenderal Yusuf Kartanegara, Letnan Jenderal Arie J. Kumaat, dan Letnan Jenderal Djamari Chaniago.
Dalam pemeriksaan selama tiga hari, kata Fachrul, Prabowo awalnya berkelit memerintahkan penculikan. Belakangan, setelah mengaku, menurut Fachrul, Prabowo berdalih menculik aktivis "demi mengamankan negara". Prabowo tak sekali pun menyebutkan Soeharto sebagai pemberi perintah. "Kok, sekarang menyalahkan orang yang sudah wafat?" ujar Fachrul.
Kepada Tempo pada Oktober tahun lalu, Prabowo mengaku "hanya" menyekap sembilan aktivis yang masih hidup. Dia mengatakan ada banyak tim yang mungkin terlibat. "Saya hanya salah satu, kan ada beberapa belas panglima," katanya. "Apa yang menjadi porsi saya, saya sudah bertanggung jawab. Saya enggak ke mana-mana, ada di sini."
Dewan Kehormatan menyatakan Prabowo bersalah pada 21 Agustus 1998. Ia terbukti memerintahkan Komandan Grup 4/Sandi Yudha Kopassus dan anggotanya dari Satuan Tugas Mawar dan Satuan Tugas Merpati "merampas kemerdekaan orang lain". Ketika diperiksa, anak buah Prabowo meyakini penculikan itu sebagai operasi resmi. Alasannya, Prabowo mengatakan "sudah melaporkan ke pimpinan" dan "atas perintah pimpinan". Padahal operasi itu tak pernah dilaporkan ke atasan.
Menurut Fachrul, tak ada perdebatan di Dewan Kehormatan. Semua sepakat Prabowo direkomendasikan untuk diberhentikan dari dinas keprajuritan. Rekomendasi itu disetujui Panglima ABRI Wiranto. Tapi pemberhentian mesti disahkan lewat keputusan presiden. Keluarlah Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1998. Isinya Prabowo diberhentikan "dengan hormat", berbeda dengan rekomendasi Dewan Kehormatan.
Keputusan Presiden B.J. Habibie itulah yang kini dipakai kubu Prabowo untuk menangkis informasi bahwa Prabowo dipecat. "Sampai sekarang ia masih menerima pensiun," kata Ketua Umum Gerindra Suhardi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dewan Pencabut Pangkat Prabowo"