Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Di pilkada Sleman, bantuan sosial dari Kementerian Sosial diduga dibagikan saat kampanye.
Menteri Sosial Juliari Batubara diduga menyalurkan bansos ke daerah yang diikuti kader PDIP.
Sebagian penyaluran bansos masih tak tepat sasaran.
SUDAH sepekan Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Badan Pengawas Pemilihan Umum Sleman Ibnu Darpito menunggu kedatangan Yuni Satia Rahayu di kantornya. Tapi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta itu tak kunjung datang meski surat pemanggilan sudah dikirimkan pada Senin, 14 Desember lalu. “Kuasa hukumnya bilang Bu Yuni ada sejumlah kegiatan,” ujar Ibnu kepada Tempo, Jumat, 18 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu dipanggil sebagai saksi dalam dugaan penyalahgunaan bantuan sosial untuk kampanye pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo-Danang Maharsa. Pasangan yang diusung oleh PDI Perjuangan dan Partai Amanat Nasional itu meraih jumlah suara tertinggi dibanding dua lawannya dalam pemilihan yang digelar pada Rabu, 9 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemanggilan Yuni bermula dari laporan tim sukses lawannya, Danang Wicaksana Sulistya- Raden Agus Choliq, ke Bawaslu Sleman pada Senin, 7 Desember lalu. Juru bicara pasangan Danang-Agus, Kari Tri Aji, mengatakan tim hukum melaporkan Kustini Sri Purnomo-Danang Maharsa karena terindikasi menggunakan bantuan sosial dari Kementerian Sosial untuk kampanye. “Kami mengajukan bukti seperti foto-foto kampanye yang sudah diserahkan ke Bawaslu,” ucap Kari.
Goodie bag merah bertuliskan Kemensos Hadir di Sleman, Yogyakarta. Istimewa
Dalam foto yang salinannya diperoleh Tempo, terlihat Yuni yang diduga sedang berkampanye untuk jagoannya di Angkringan Marhaen di Dusun Nyampung, Balecatur, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di situ ada poster bergambar Yuni bersama Kustini dan Danang. Adapun di gerobak angkringan, terdapat sejumlah goodie bag merah bertulisan “#Kemensos Hadir”. Beberapa orang yang hadir mengacungkan tiga jari, nomor urut Kustini-Danang. Ada juga foto sejumlah orang memegang selebaran berisi visi-misi pasangan tersebut.
Peristiwa yang terjadi pada Ahad, 22 November lalu, itu diketahui oleh Muhammad Syaifudin Al Ghozali, pemilik toko kelontong. Saat itu, Syaifudin—yang juga Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Daerah Istimewa Yogyakarta—mendapat pesanan minyak goreng sebanyak 40 kardus. Sang pemesan meminta barang itu dikirimkan ke gudang di dekat Angkringan Marhaen. Syaifudin menyuruh anak buahnya mengantar minyak ke sana. Melihat ada kerumunan, anak buah Syaifudin mendekat dan menyaksikan pembagian bansos berisi “sembilan bahan pokok” atau sembako itu. Anak buahnya lalu melaporkan kepada Syaifudin.
Pemilik angkringan itu, Kuwat, adalah pengurus Badan Penanggulangan Bencana PDIP. Dia membantah jika pembagian bansos itu disebut bertujuan membantu pemenangan Kustini—istri bupati inkumben Sri Purnomo. Ada atau tidak ada pilkada, kata Kuwat, bansos tetap dibagikan.
Yuni Satia Rahayu saat menyampaikan program pembentukan peraturan daerah di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta, November 2019. DPRD-DIY.GO.ID
Dimintai tanggapan, Yuni—yang juga bekas Wakil Bupati Sleman—mengaku belum bisa hadir lantaran ada agenda di DPRD Yogyakarta. “Ada paripurna dan rapat, jadi hanya pengacara yang hadir ke Bawaslu,” tuturnya. Yuni menyatakan akan mendengarkan saran kuasa hukumnya terkait dengan kasus ini. Apabila dirasa perlu memberikan keterangan, ia mengaku siap hadir. “Saya belum ketemu tim pengacara,” katanya. Yuni pun ogah berkomentar dan menyerahkan kasus ini kepada pengacaranya.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Sleman Ibnu Darpito mengatakan lembaganya akan tetap menunggu kehadiran Yuni pada Senin, 21 Desember. Jika dia tak hadir, Bawaslu akan menentukan kasus tersebut sebagai temuan atau tidak. Menurut Ibnu, lembaganya mengalami kendala saksi yang melihat kejadian itu. Dari lima orang yang diajukan pelapor, hanya satu orang yang menyatakan menerima bantuan. “Mereka bilang tidak bersedia bersaksi, entah karena ada tekanan entah ada faktor lain,” ujarnya.
Kementerian Sosial memang memiliki program bantuan sosial bernama #Kemensos Hadir, seperti yang tertulis pada tas kain merah. Program itu ditujukan kepada mereka yang belum menerima bantuan baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Menurut tiga orang yang mengetahui pendistribusian bantuan sosial itu, paket tersebut diduga dikirimkan oleh anggota staf teknis Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Restu Hapsari. Restu adalah kader PDI Perjuangan. Dia kerap berkeliling ke sejumlah wilayah untuk membagikan bantuan sosial. Saat dimintai tanggapan, Restu tak merespons panggilan telepon dan pesan WhatsApp yang dikirimkan Tempo.
Adapun sumber di Kementerian Sosial dan PDI Perjuangan juga menyatakan bantuan sosial digunakan untuk membantu pemenangan calon kepala daerah dari partai banteng. Keduanya bercerita, setiap berkunjung ke wilayah yang menggelar pilkada, Juliari membawa banyak paket bansos untuk diberikan kepada “petugas partai”. Lalu paket itu akan dibagikan saat kampanye. Dua sumber yang sama menyebutkan paket itu terutama dibagikan di daerah yang persaingannya ketat atau harus dimenangi oleh PDIP.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Bambang Wuryanto membantah jika partainya disebut mengambil keuntungan dari pembagian bantuan sosial. Dia menyatakan tak ada strategi memanfaatkan posisi Juliari untuk membantu pemenangan pilkada. “Sebagai komandan lapangan, saya pastikan itu tidak ada,” ujar Bambang, yang juga Ketua PDIP Jawa Tengah.
Penyalahgunaan bantuan sosial untuk kampanye juga terjadi di Sungai Penuh, Jambi. Wali Kota Sungai Penuh Asafri Jaya Bakri terbukti bersalah karena mengajak massa memilih calon Wakil Gubernur Jambi, Syafril Nursal, saat membagikan bantuan sosial di Kecamatan Hamparan Rawang pada Oktober lalu. Bansos yang dibagikan adalah Program Keluarga Harapan, bantuan tunai dari Kementerian Sosial yang diberikan setiap bulan kepada keluarga miskin yang sudah ditetapkan sebagai penerima manfaat.
Dalam video berdurasi 45 detik yang tersebar di media sosial, Asafri yang mengenakan seragam aparatur sipil negara terlihat berdialog dengan masyarakat. Dia pun mengajak warga Hamparan Rawang memilih Syafril Nursal saat pencoblosan. “Untuk pemilihan gubernur nanti pilih beliau,” ujar Asafri, yang juga politikus Partai Demokrat.
Anggota Bawaslu Provinsi Jambi yang juga Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Koordinator Sentra Penegakan Hukum Terpadu Provinsi Jambi, Wein Arifin, mengatakan Asafri divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Sungai Penuh dengan hukuman pidana denda Rp 4 juta subsider 2 bulan penjara. “Dalam sidang virtual tersebut, Wali Kota AJB (Asafri Jaya Bakri) terbukti bersalah melakukan pelanggaran Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah,” tutur Wein.
Tak hanya dimanfaatkan untuk pilkada, pembagian bantuan sosial juga masih bermasalah. Di sejumlah daerah, bantuan dari Kementerian Sosial itu tak tepat sasaran. Hidayat, warga Perumahan Ciomas Hills, Bogor, Jawa Barat, mendapat bantuan tunai dari Kementerian Sosial senilai Rp 300 ribu pada 11 Desember lalu. Padahal karyawan swasta itu tak merasa berhak mendapat bantuan tersebut. Sedangkan pembantunya malah tak memperoleh.
Bantuan yang diterima Hidayat merupakan program bantuan sosial tunai dari Kementerian Sosial bagi masyarakat yang terkena dampak Covid-19. Pada April-Juni, nilai bantuan tunai yang diberikan sebesar Rp 600 ribu. Nilainya menyusut menjadi Rp 300 ribu pada periode Juli-Desember. Mengambil duit itu dari balai desa, Hidayat mengaku mengalihkan uang tersebut kepada pembantunya. “Tidak bisa ditolak karena nama saya sudah tercatat di Kemensos,” ujarnya. Ia lalu menunjukkan surat kuasa pelimpahan uang kepada pembantunya yang disertai tanda tangan di atas meterai.
Pada Mei lalu, Syamsul Budiman, warga Ciomas, juga mendapat bantuan tersebut. Dia memperoleh Rp 600 ribu yang dikirimkan PT Pos langsung ke depan rumahnya. Padahal Syamsul tergolong warga mampu. Duit itu lalu dibagikan kepada penghuni kompleksnya yang tak mampu.
Besaran bantuan sosial yang diterima rakyat juga disunat. Warga di Kecamatan Parung, Bogor, Tulip—bukan nama sebenarnya—mengaku hanya menerima bantuan tunai Rp 350 ribu pada Juni lalu. Padahal saat itu bantuan yang diberikan seharusnya Rp 600 ribu. Tulip mengatakan pencairan uang itu dibantu oleh petugas kecamatan atau pendamping desa sehingga dipotong untuk biaya administrasi dan uang bensin. “Bilangnya buat bensin. Saya hanya menerima,” katanya. Menurut dia, sebagian tetangganya ada yang hanya menerima Rp 200 ribu, bahkan kurang dari itu.
Saat dimintai konfirmasi, Camat Parung Yudi Santosa membantah ada pemotongan bantuan tunai. Dia menyebutkan bantuan dari Kementerian Sosial itu diberikan langsung kepada keluarga penerima manfaat melalui Kantor Pos Indonesia dengan didampingi tenaga kesejahteraan sosial kecamatan. “Saya pastikan pembagian bansos di kami lancar dan tidak ada pemotongan sepeser pun,” ucap Yudi pada Senin, 14 Desember lalu.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang juga Menteri Sosial ad interim, Muhadjir Effendy, menyebutkan kekacauan bantuan sosial terjadi karena banyak pihak ingin membantu keluarga yang terkena dampak Covid-19. “Yang tentunya harus diatur agar tidak overlapping,” ujarnya. Ihwal data penerima bantuan yang keliru, dia mengatakan hal itu terjadi lantaran data penerima belum siap. “Sementara pemerintah dituntut cepat dalam menyalurkan bansos,” katanya.
DEVY ERNIS, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), M.A. MURTADHO (BOGOR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo