Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ada banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia di balik pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang dirancang Presiden Joko Widodo.
Komnas HAM menerima 84 pengaduan konflik agraria yang muncul sejak pemerintah meluncurkan Proyek Strategis Nasional pada 2017 silam.
Presiden Joko Widodo mengaku pembangunan infrastruktur penting justru demi menjaga perlindungan hak asasi masyarakat terutama perbaikan ekonomi.
OBSESI pemerintah menyulap Danau Toba menjadi destinasi wisata kelas dunia justru menjadi momok buat warga Desa Sigapiton. Alih-alih mendapat berkah, ratusan penduduk desa itu dipaksa angkat kaki dari tanah yang sudah turun-temurun mereka diami. Rakyat pun bergolak. Akibatnya, setahun terakhir, bentrokan warga dengan aparatur keamanan kerap meletus di desa yang berada di sisi timur Danau Toba tersebut.
Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, sudah lama termasyhur dengan keelokan pemandangan alamnya. Tapi warga di sini tak hidup dari bisnis pariwisata. Mayoritas penduduk menghidupi keluarga dengan berkebun dan menjadi nelayan. Desa yang berada di bawah lereng perbukitan itu berjarak sekitar tujuh kilometer dari jalan lintas Sumatera yang menghubungkan Kota Parapat dan Balige, pusat ekonomi dan wisata di sekitar danau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masyarakat Adat Rakyat Penunggu di Langkat, Sumatera Utara, berjaga dengan bambu runcing untuk mempertahankan wilayahnya dari penggusuran, September 2020. Dok. Konsorsium Pembaruan Agraria/KPA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Sigapiton muncul sejak pemerintah memasukkan Danau Toba ke dalam daftar sepuluh Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Program ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional yang diluncurkan Presiden Joko Widodo lewat Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016. Proyek revitalisasi Danau Toba dinilai warga justru mencabut hak kepemilikan lahan dan memotong nafkah mereka.
Apa yang terjadi di kampung kecil Sigapiton tentu jauh dari yang direncanakan pemerintah. Presiden Joko Widodo meyakini proyek-proyek strategis yang dirancangnya bakal membawa kemakmuran untuk semua warga. Ketika berpidato dalam peringatan Hari HAM Sedunia pada Kamis, 10 Desember lalu, Jokowi bahkan memastikan semua proyek infrastruktur nasional didedikasikan sebagai prasarana pemenuhan hak asasi masyarakat dan hak dasar secara adil dan merata. “Hak sipil, hak politik, hak ekonomi, dan sosial serta budaya harus dilindungi secara berimbang, dan tak ada yang akan terabaikan,” ujar Jokowi dalam pidatonya.
Tapi yang terjadi di lapangan tak seindah pidato itu. Sejumlah kelompok masyarakat sipil menyampaikan temuan berbeda. Amnesty International Indonesia, misalnya, merilis kabar bahwa 2020 adalah tahun pelemahan perlindungan hak asasi manusia di negeri ini. Lembaga advokasi HAM ini meminta pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan yang mengutamakan stabilitas keamanan dan ekonomi ketimbang perlindungan hak asasi manusia. Penggunaan aparat keamanan untuk menindak rakyat dinilai sudah terlalu berlebihan.
Bentrok terjadi saat pengambilalihan tanah adat Rakyat Penunggu di Kampung Durian Selemak, Langkat Sumatera Utara, September 2020. Dok. PW AMAN SUMUT
Catatan kekerasan aparat dan pembungkaman warga memang kian marak di periode kedua masa kepemimpinan Jokowi. Catatan akhir tahun Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyebutkan aparat kian represif sepanjang tahun ini. Kelompok yang berseberangan dengan pemerintah kerap diteror dan dirisak.
Pembaca, liputan khusus ini merupakan sumbangsih kami dalam merayakan Hari HAM Sedunia. Kami sengaja menyoroti proyek-proyek pemerintah yang diduga mengabaikan hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Pelanggaran terhadap hak-hak dasar ini terasa ironis karena pemerintah berkeras membangun berbagai infrastruktur di banyak daerah dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Selain di Desa Sigapiton, letupan konflik muncul di banyak daerah yang tengah menjalani pembangunan infrastruktur. Dampaknya selalu sama: ada warga yang terusir dari tanah kelahiran dan kehilangan sumber mata pencarian. Semua kasus pelanggaran HAM ini membuat publik layak bertanya: lalu semua proyek infrastruktur itu sebenarnya buat siapa?
Masyarakat yang menjadi korban tentu tak tinggal diam. Mereka berupaya mencari keadilan dengan mengadu ke berbagai lembaga, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, organisasi masyarakat sipil, hingga menggugat ke pengadilan. Komnas HAM mengaku menerima 84 aduan kasus agraria sejak pemerintah mencanangkan Program Strategis Nasional pada 2017-2019. Ada aduan korban pembangunan jalan tol, dermaga pelabuhan, hingga jalur kereta. Kasusnya terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia.
Kami menyiapkan laporan khusus ini sejak dua bulan lalu. Diawali dengan mendiskusikan isu ini dengan sejumlah aktivis dan kelompok masyarakat sipil. Kami menemui pentolan Komnas HAM, Yayasan Auriga Nusantara, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Penjelasan mereka digunakan untuk mengidentifikasi pelanggaran HAM yang muncul dalam berbagai program Proyek Strategis Nasional yang dicanangkan pemerintah.
Dari riset awal itu, kami menemukan puluhan proyek pemerintah yang ditengarai melanggar hak asasi warga setempat. Namun tak semua bisa kami angkat. Tim redaksi akhirnya bersepakat memilih lima konflik yang masih berlangsung hingga kini. Unsur magnitude peristiwa, keterkaitan konflik lahan dengan program strategis nasional, dan bentuk pelanggaran hak ekonomi, sosial, serta budaya menjadi acuan utama. Terbatasnya jumlah dan ruang gerak personel redaksi di masa pandemi Covid-19 ini turut menjadi pertimbangan.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN ) wilayah Nusa Bunga berdemonstrasi di halaman Kantor Bupati Nagekeo, Kota Mbay, Kabupaten Nagekeo, Senin (18/3/2019). Mereka menuntut Pemerintah menerima tuntutan mereka terkait pembangunan waduk Lambo. https://perempuan.aman.or.id
Selain mengangkat konflik Desa Sigapiton, kami menelusuri dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam proyek pembangunan kebun tebu dan pabrik gula di Kampung Durian Selemak, Sumatera Utara. Di sana, masyarakat adat Rakyat Penunggu berkonflik dengan PT Perkebunan Nusantara II. Kampung ini menjadi “korban” pemerintah karena ambisi Presiden Jokowi yang mencanangkan swasembada gula tercapai pada 2023.
Kami mengirim kontributor Adinda Zahra dari Medan untuk menyambangi Kampung Durian Selemak dan Pertumbukan di Kabupaten Langkat. Adinda menempuh perjalanan selama dua jam dari Kota Medan menuju kedua kampung itu. Jalan menuju lokasi berlubang dan berlumpur. Menginap selama tiga hari di rumah warga, Adinda berhasil mendapat pengakuan warga kampung yang menderita akibat diintimidasi aparat.
Kontributor Tempo di Nusa Tenggara Timur, Yohanes Seo, berangkat dari Kupang ke Kabupaten Nagekeo untuk meliput konflik masyarakat adat dengan proyek pembangunan Waduk Lambo. Lokasi proyek hanya dapat dijangkau dengan sepeda motor. Dia berkali-kali hampir terperosok di jalan berlumpur. “Lampu penerangan juga kurang dan membahayakan perjalanan,” ujarnya.
Kendala teknis juga muncul saat kami meliput sengketa tanah selepas pembangunan jalan tol lintas Sumatera di Lampung dan Pekanbaru-Dumai. Kewaspadaan terhadap penyebaran Covid-19 menjadi syarat utama saat kami mengirim reporter ke ujung kampung. Peliputan konflik Bandar Udara Internasional Yogyakarta sempat terhambat karena pandemi Covid-19. Kedua proses peliputan tetap berlanjut setelah mengupayakan “bala bantuan” dari personel berbeda.
Kami tak memungkiri bahwa ada dugaan pelanggaran HAM lain di proyek infrastruktur yang luput dari pilihan kami. Kami berjanji akan terus memantau semua kasus itu dan menuliskannya untuk Anda. Kami berharap ikhtiar ini menjadi pengingat bahwa ada kelompok masyarakat yang hak asasinya tercerabut akibat pembangunan yang salah sasaran. Satu kasus pelanggaran HAM saja sudah terlampau banyak dan sudah seharusnya dicegah.
Sayangnya, banyak pihak memprediksi situasi bakal terus memburuk. Apalagi ada omnibus law yang seolah-olah menjadi buldoser baru untuk memuluskan semua rancangan pembangunan. Saat ini, pemerintah sudah berancang-ancang meluncurkan 41 proyek strategis pada 2021. Anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai semua proyek hingga 2024 mencapai Rp 6.555 triliun. Jika tren pelanggaran HAM ini terus berlanjut, akan makin banyak korban berjatuhan atas nama pembangunan.
Tim Liputan Khusus Hari Hak Asasi Manusia 2020
Penanggung jawab:
Mustafa Silalahi, Stefanus Pramono
Pimpinan proyek:
Raymundus Rikang, Riky Ferdianto
Penulis:
Agung Sedayu, HusseinAbriDongoran, MustafaSilalahi, PitoAgustinRudiana, RaymundusRikang, RikyFerdianto
Kontributor:
Adinda Zahra (Langkat), Agus Susanto (Lampung), Arjuna Bakkara (Medan), Pito Agustin Rudiana (Yogyakarta), Riri Radam Kurnia (Riau), Yohanes Seo (Nagekeo)
Penyunting:
Bagja Hidayat, Mustafa Silalahi, Stefanus Pramono, Anton Septian, Wahyu Dhyatmika
Bahasa:
Hardian Putra Pratama, Edy Sembodo, Iyan Bastian
Periset foto:
Gunawan Wicaksono, Jati Mahatmaji, Ratih Purnama Ningsih
Desainer:
Aji Yuliarto, Gatot Pandego
Digital:
Imam Riyadi, Rio Ari Seno, Riyan R Akbar
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo